Selasa, 16 Maret 2010

AGAÑÑA SUTTA

AGAÑÑA SUTTA
Sutta 27

1. Demikianlah yang telah kami dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Savatthi, di Pubbārama milik Migaramata. Pada waktu itu Vasettha dan Bharadvaja sedang menjalani latihan kebhikuan di antara para bhikkhu, berkeinginan untuk menjadi bhikkhu. Kemudian pada malam hari itu, setelah bangkit dari samadhi-Nya, sang Bhagava keluar dari kamar (kuti) dan berjalan kesana ke mari (cankammana) di alam terbuka di sebelah kamar.

2. Hal ini dilihat oleh Vasettha dan menceritakannya kepada Bharadvaja, yang selanjutnya ia berkata : Sahabat Bharadvaja, marilah kita pergi menemui Sang Bhagava; mudah-mudahan kita beruntung dapat mendengar uraian Dhamma dari Sang Bhagava”
“ Baiklah sahabat” jawab Bharadvaja menyetujui . Maka Vasettha dan Bharadvaja pergi menemui Sang Bhagava. Setelah dekat, mereka menghormat beliau dan berjalan mengikuti di belakang Sang Bhagava yang sedang berjalan kesana kemari (cankammana).
3) Kemudian sang Bhagava berkata kepada Vasettha: “Vasettha, engkau berasal dari keturunan dan keluarga brahmana, telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup tanpa rumah (anagarika) sebagai petapa (pabbaja). Apakah para brahmana tidak mencela dan menghinamu ?”
“Ya, demikianlah, Bhante; para brahmana menghina dan mencela kami dengan bermacam-macam makian, ejekan, serta kata-kata kasar yang tidak sopan”
“ Bhante, para brahmana itu berkata demikian: Kasta brahmana adalah yang paling baik”

“Tetapi dalam hal ini ,Vasettha, dengan kata-kata apa para brahmana yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat ,yang lain kedudukan rendah. Hanya kaum brahmana yang berwajah cerah, yang lain berwajah gelap. Hanya kaum brahmana yang berasal dari keturunan murni, bukan mereka yang lain dari pada kaum brahmana. Hanya kaum brahmana yang merupakan anak dari brahma, lahir dari mulut brahma, keturunan brahma, diciptakan oleh brahma, pewaris brahma. Sedangkan mengenai dirimu, engkau telah meninggalkan derajad yang terbaik, beralih ke golongan rendah, yaitu: petapa gundul, badut yang kasar, mereka yang berkulit gelap, keturunan yang lahir dari kaki brahma. Keadaan seperti itu tidak baik, keadaan seperti itu tidak pantas. Dalam hal ini, bahwasanya engkau yang telah meninggalkan kasta terhormat, harus bergaul ,berkumpul dengan kasta rendah, yaitu dengan kaum petapa gundul, petapa palsu, mereka yang berkulit gelap, kaum rendah, yang lahir dari kaki brahma-warga kami. Dengan kata-kata seperti itu, Bhante , para brahamana itu mencela dan menghina kami dengan makian, ejekan serta kata-kata kasar yang tidak sopan”.
4. Vasettha, sesungguhnya para brahmana itu telah melupakan masa lampau apabila mereka berkata seperti itu. Sebaiknya, para brahmani, istri para brahmana itu dikenal subur, kelihatan hamil, melahirkan dan merawat anak-anak. Dan masih juga para brahmana yang lahir dari kandungan itu sendiri yang berkata bahwa: Hanya kaum brahmana yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, yang lain berkedudukan rendah. Hanya kaum brahmana yang berwajah cerah, yang lain berwajah gelap, hanya kaum brahmana yang berasal dari keturunan murni, bukan mereka yang lain daripada kaum brahmana yang merupakan anak asli dari brahma, lahir dari mulut brahma, keturunan brahma, diciptakan oleh brahma, pewaris brahma. Dengan cara ini mereka telah membuat tiruan terhadap sifat brahma (abbhacikkhanti brahmanan). Apa yang mereka katakan itu bohong dan sungguh besar akibat buruk yang akan mereka peroleh”.
5. Vasettha, terdapat empat kasta: Khattiya, brahmana, vessya dan sudda. Di sini dan di manapun terdapat kasta khattiya yang membunuh , mencuri, berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara kasar, omong kosong, serakah kejam dan menganut pandangan keliru (miccha ditthi)
Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat buruk dan yang dipandang demikian, yang tercela dan yang dipandang demikian, yang tidak patut dilakukan oleh orang yang terhormat dan yang dipandang demikian, sifat-sifat celaka dan yang berakibat mencelakakan, yang tidak dianjurkan oleh para bijaksana; terdapat pula dalam diri seorang khattiya. Dan begitu pula kita dapat mengatakan hal yang sama kepada kasta brahmana, vessya dan sudda.

6. Juga di sini dan dimanapun terdapat kasta khattiya yang menahan diri dari membunuh, mencuri , berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara kasar, omong kosong serakah, kejam atau menganut pandangan-pandangan keliru (miccha ditthi).
Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat baik dan yang dipandang demikian, yang terpuji dan yang dipandang demikian, yang layak dilakukan dan yang dipandang demikian, yang patut dilakukan oleh orang terhormat dan yang dipandang demikian, sifat-sifat yang bermanfaat dan yang mempunyai akibat yang bermanfaat, yang dianjurkan oleh para bijaksana; terdapat pula dalam diri seorang kasta khattiya. Dan begitu pula kita dapat mengatakan hal yang sama kepada kasta brahmana,vessya dan sudda.

7. Vasettha, sekarang kita tahu bahwa sifat-sifat yang baik atau buruk, tercela atau terpuji oleh para bijaksana, adalah dimiliki oleh keempat kasta tersebut; dan para bijaksana tidak mengakui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh para brahmana seperti tersebut diatas . Mengapa demikian ? Karena, Vasettha, siapapun dari keempat kasta ini menjadi seorang bhikkhu, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin (jinasavo), telah mengerjakan apa yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah meletakkan beban (ohitabharo), telah mencapai kebebasan (anuppattasadatho), telah mematahkan ikatan kelahiran, telah terbebas karena memiliki pengetahuan (sammadannavimutto); maka dialah yang dinyatakan paling baik diantara mereka, berdasarkan kebenaran (dhamma) dan tidak atas dasar yang bukan kebenaran (adhamma) . Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.

8. Vasettha, berikut ini adalah seebuah contoh untuk mengerti mengapa Dhamma (Kebenaran) itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang :
Raja Pasenadi Kosala menyadari bahwa Samana Gotama telah meninggalkan keturunan Sakya, sedangkan Suku Sakya berada dibawah kekuaasaan Raja Pasenadi Kosala . Suku Sakya memuja dan mengormatinya, mereka bangkit dari tempat duduk, beranjali dan melayaninya. Sekarang, Vasettha, sama seperti Suku Sakya yang melayani Raja Pasenadi Kosala dengan hormat, demikian pula caranya Raja Pasenadi Kosala melayani Sang Tathagata. Karena Raja Pasenadi Kosala berfikir : Bukankah Samana Gotama sempurna kelahirannya (Sujato), sedangkan kelahiranku tidak sempurna ? Sammana Gotama itu perkasa, sedangkan aku tidak. Sammana Gotama itu sangat mengagumkan, sedangkan aku lemah. Samana Gotama itu memiliki pengaruh yang besar, sedangkan aku hanya memiliki pengaruh yang kecil saja. Demikianlah , karena Raja Pasenadi Kosala menghormati Dhamma, mengargai Dhamma, mengindahkan Dhamma, sujud pada Sang Tathagata, bangkit dari tempat duduk, beranjali dan melayani Beliau dengan hormat. Dengan contoh ini engkau dapat mengerti betapa Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
9. Vasettha, engkau semua yang berada keturunan , nama, suku dan keluarga; telah meninggalkan kehidupan rumah tangga; mungkin akan ditanya: Siapakah engkau? Maka engkau harus menjawab: Kita adalah para petapa yang mengikuti Samana putra Sakya.

Vasettha, dia yang teguh keyakinannya kepada Sang Tathagata, berakar, mantap dan kokoh, suatu keyakinan yang tidak dapat digoyahkan lagi oleh petapa dan brahmana, maupun oleh para dewa, mara dan Brahma atau siapa pun saja dalam dunia ini ia dapat berkata : Aku adalah anak Sang Bhagava, lahir dari mulut Sang Bhagava, lahir dari Dhamma (Dhammajo), diciptakan oleh Dhamma (Dhammanimmitta), pewaris Dhaamma (dhammadayako).
Mengapa demikian ? Karena,Vasettha, nama-nama berikut ini adalah sesuai untuk Sang Tathagata : Dhammakayo (Tubuh Dhamma), Brahmakayo (Tubuh Brahma), Dhammabhuto (perwujudan Dhamma), Brahmabhuto ( Perwujudan Brahma).
10. Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali , ketika dunia ini hancur. Dan bilamana hal ini terjadi, umumnya mahluk-mahluk terlahir kembali di Abhassara (Alam Cahaya); di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Vasettha, terdapat juga suatu saat, cepat atau lambat, setelah selang suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini mulai terbentuk kembali. Dan ketika hal ini terjadi, makhluk–makhuk yang mati di Abhassara (Alam Cahaya), biasanya terlahir kembali di sini sebagai manusia. Mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.

11. Pada waktu itu semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi yang kelihataan; siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun atau musim-musim belum ada; laki-laki maupun wanita belum ada. Mereka hanya disebut mahluk-mahluk saja.
Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi mahluk-mahluk tersebut , tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak yang mendingi, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki warna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tanah itu; sama seperti madu tawon murni , demikianlah manisnya tanah itu.

12. Kemudian, Vasettha di antara mahluk-mahluk yang memiliki pembawaan sifat serakah (lolajatiko) berkata: O… apakah ini ? dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu dan nafsu keinginan masuk dalam dirinya. Dan mahluk-mahluk lainya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jarinya. Dengan mencicipinya maka mereka diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk ke dalam diri mereka. Maka mahluk-mahluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini cahaya tubuh–tubuh mereka menjadi hilang, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak. Demikian pula dengan siang dan malam bulan dan pertengan bulan, musim-musim dan tahun-tahun pun terjadi. Demikianlah, Vasettha, sejauh itu bumi terbentuk kembali.
13. Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali, Bersasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian mahluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian mahluk hidup memiliki bentuk tubuh yang buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir : Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita. Sementara mereka bangga akan keindahannya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka sari tanah itupun lenyap. Dengan lenyapnya sari tanah itu, mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya : “ Sayang lesatnya! Sayang lesatnya! “ . Demikian pula sekarang ini, apabila orang menikmati rasa enak, ia akan berkata : “ Oh lesatnya ! Oh lesatnya ! “. Yang sesungguhnya apa yang mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan masa lampau, tanpa mereka mengetahui makna dari kata-kata itu.
14. Kemudian, Vasettha, ketika sari tanah lenyap bagi mahluk-mahluk itu, muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (Bhumi pappatiko). Cara tumbuhnya adalah seperti tumbuhnya cendawan. Tumbuhan itu memiliki warna, bau dan rasa ; sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tumbuhan itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu. Kemudian mahluk-mahluk itu mulai makan tumbuhan-tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut. Mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makanan itu, maka tubuh mereka berkembang menjadi padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir : Kita lebih indah daripada mereka ; mereka lebih buruk dari pada kita. Sementara mereka bangga akan keindahan dirinya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itupun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul, dan cara tumbuhannya adalah seperti bambu. Tumbuhan ini memiliki warna, bau dan rasa; sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tumbuhan itu ; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu.
15. Kemudian, Vasettha, mahluk-mahluk itu mulai makan tumbuhan menjalar tersebut, Mereka menikmati, mendapatkan dan hidup dengan tumbuhan menjalar tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir : Kita lebih indah daripada mereka ; mereka lebih buruk dari pada kita. Sementara mereka bangga akan keindahan dirinya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itupun lenyap. Mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya : Kasihanillah kita, milik kita hilang ! Demikian pula sekarang ini, bilamana orang-orang ditanya apa yang menyusahkannya, mereka menjawab : : Kasihanillah kita, milik kita hilang “ yang sesungguhnya apa yang mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan pada masa lampau, tanpa mengetahui makna daripada kata-kata itu. “
Edit……………………..
16. Kemudian, Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap bagi mahluk-mahluk itu, muncullah tumbuhan padi (Sali) yang masak dalam alam terbuka (akattha-pako), tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir yang bersih. Bilamana pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk malan malam, maka keesokan paginya padi itu telah tumbuh dan masak kembali. Bilamana pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan siang; maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali; demikian terus menerus padi itu muncul.
Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati padi (masak) dari alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas, bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-lakipun sangat memperhatikan tentang keadaan wanita, karena mereka saling memperhatikan keadaan dari satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indria yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indria tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin (methuna)
Vasettha, ketika mahluk-mahluk lain melihat mereka melakukan hubungan kelamin, maka sebagian melempari dengan pasir, sebagian melempari dengan abu, sebagian melempari dengan kotoran sapi, dengan berteriak : “ Kurang ajar ! Kurang ajar !, Bagaimana seseorang dapat berbuat demikian kepada orang lain ? Demikian pula sekarang ini, apabila seorang laki-laki dari tempat lain menjemput mempelai wanita dan membawanya pergi, orang-orang akan melempari mereka dengan pasir, abu, kotoran sapi; yang sesungguhnya apa yang mereka lakukan itu hanyalah mengikuti bentuk-bentuk masa lampau, tanpa mengetahui makna daripada perbuatan itu.
17. Vasettha, apa yang pada waktu itu dipandang tidak sopan (adhamma sammata), sekarang dipandang sopan (adhamma sammata). Pada waktu itu, mahluk-mahluk yang melakukan hubungan kelamin tidak diijinkan memasuki desa atau kota selama satu bulan penuh atau dua bulan. Dan pada waktu itu, oleh akrena mahluk-mahluk cepat sekali mencela perbuatan yang tidak sopan tersebut, maka mereka mulai membuat rumah-rumah hanya untuk menyembunyikan perbuatan tidak sopan itu.
Vasettha, kemudian timbullah pikiran semacam ini dalam diri sebagian mahluk yang berwatak pemalas: “ Mengapa aku harus melelahkan diriku dengan mengambil padi pada sore hari untuk makan malam, dan mengambil padi pada pagi hari utnuk makan siang? Bukankah sebaiknya aku mengambil padi yang cukup untuk makan malam dan makan siang sekaligus? “ Maka, setelah pergi, ia mengumpulkan padi yang cukup untuk dua kali makan.
Ketika mahluk-mahluk lain datang kepadanya dan berkata :” Sahabat yang baik, marilah kita pergi mengumpulkan pad, “ ia berkata : Tidak mau, sahabat yang baik ; aku telah mengambil padi untuk makan malam dan siang .; Selanjutnya sebagian mahluk lain datang dan berkata kepadanya : “ Sahabat yang baik, marilah kita pergi mengumpulkan padi ‘ ; ia berkata : “ Tidak perlu, sahabat yang baik, aku telah mengambil padi untuk dua hari “ Demikianlah, dalam cara yang sama mereka menyimpan padi yang cukup untuk empat hari dan selanjutnya untuk delapan hari.
Vasettha, sejak itu mahluk-mahluk tersebut mulai makan padi yang disimpan. Dedak mulai menutupi butir-butir padi yang bersih, dan butir-butir padi dibungkus sekam. Padi yang telah dituai atau potongan-potongan batangnya tidak tumbuh kembali, sehingga terjadi masa menunggu. Dan batang-batang padi mulai tumbuh berumpun.
18. Vasettha, kemudian mahluk-mahluk itu berkumpul bersama dan meratap dengan berkata : “ Kebiasaan buruk telah muncul di kalangan kita. Dahulu kita hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa dan hidup dalam kemegahan. Kita hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, muncullah bagi kita sari tanah dari dalam air, yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai membuat sari tanah itu menjadi gumpalan dan menikmatinya. Setelah kita berbuat demikian, maka cahaya tubuh kita lenyap. Ketika cahaya tubuh lenyap, maka matahari, bulan,, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi mulai nampak ; siang dan malam, bulan dan pertengahan bulan, musim-musim dan tahun-tahunpun nampak. Kita menikmati sari tanah tersebut, memakannya, hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. muncullah tumbuhan-tumbuhan dari tanah (bhumipappatiko), yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai menikmatinya, memakannya, hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakaun buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum dikalangan kita, maka tumbuhan-tumbuhan yang muncul dari tanah itu lenyap. Ketika tumbuhan-tumbuhan yang muncul dari tanah itu lenyap, lalu muncullah tumbuhan menjalar, yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai menikmatinya, memakannya dan hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakaun buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum dikalangan kita, maka tumbuhan menjalar itu lenyap. Ketika tumbuhan menjalar itu lenyap, lalu muncullah padi yang masak di alam terbuka tanpa dedak dan sekam ; harum dengan butir-butir yang bersih. Bilamana setiap malam kita memetik dan mengambilnya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus menerus padi itu muncul. Kita menikmati padi ini, memakannya, hidup dengannya ; dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakaun buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum dikalangan kita, maka dedak telah menutupi butir padi yang bersih dan sekam juga telah membungkus butir-butir padi tersebut. Dan bilamana kita memetiknya, padi itu tidak langsung tumbuh kembali, sehingga terjadillah masa menunggu, dan batang-batang padi mulai tumbuh berumpun. Karena itu, sekarang ini marilah kita membagi ladang-ladang padi dengan membuat batas-batangnya .”
Demikianlah mereka membagi ladang-ladang padi dan membuat batas disekelilingi ladang bagian mereka mesing-masing.
19. Kemudian, Vasettha, sebagian mahluk yang memiliki pembawaan sifat serakah (lolajatiko), yang sedang menjaga ladang baginya sendiri, lalu mencuri padi dari ladang orang lain dan memakannya. Mereka menangkap dan memegangnya erat-erat, dan berkata : “ Sahabat yang baik, sesungguhnya engkau dalam hal ini telah berbuat jahat. Sewaktu sedang menjaga ladangmu sendiri, engkau telah mencuri milik orang lain dan memakannya. Perhatikanlah baik-baik, jangan berbuat demikian lagi. “ Untuk kedua kalinya ia berbuat demikian dan juga untuk ketiga kalinya. Dan kembali mereka menangkapnya dan menasehatinya : Sebagian mereka memukulnya dengan tangan, sebagian melemparinya dengan bongkahan tanah dan sebagian memukulnya dengan tongkat.
Vesettha, demikianlah awal munculnya perbuatan mencuri ; dan pemeriksaan, kebohongan dan hukumanpun menjadi dikenal.
20. Vasettha, kemudian mahluk-mahluk itu berkumpul bersama dan meratap dengan berkata : “ Perbuatan-perbuatan jahat telah muncul dikalangan kita, pencurian, pemeriksaan, kebohongan, dan hukuman menjadi dikenal. Sebaiknya kita memilih salah seorang diantara kita untuk mengadili mereka yang patut diadili, yang harus dikucilkan. Dan untuk membalas jasanya, kita akan memberikan sebagian padi kita kepadanya. “
Vasettha, Kemudian mereka memilih salah seorang diantara mereka yang paling rupawan, paling disukai, paling menyenangkan, paling pandai dengan berkata kepadanya : “ Sahabat yang baik, sebaiknya engkau mengadili orang yang patut diadili, memeriksa mereka yang patut diperiksa, mengucilkan mereka yang patut dikucilkan. Dan kita akan memberikan sebagian padi milik kita kepadamu. “
Ia menyetujuinya dan berbuat demikian, dan mereka memberikan sebagian padi milik mereka kepadanya.
21. Vasettha, dipilih oleh banyak orang adalah apa yang dimaksud dengan maha Sammata; maka Maha Sammata (Pilihan Agung) merupakan ungkapan pertama yang muncul (bagi orang yang dipilih oleh orang banyak). Penguasa ladang adalah apa yang dimaksud dengan khattiya merupakan ungkapan kedua yang muncul. Ia membuat senang orang lain dengan Dhamma ( dengan melaksanakan prinsip kebenaran) adalah apa yang dimaksud dengan Raja; maka Raja merupakan ungkapan ketiga yang muncul.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat Kahttiya ini, yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada lampau. Asal mula mereka adalah kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain; dan hal itu terjadi sesuai dengan Dhamma (apa yang seharusnya demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vaettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
22. Vasettha, kemudian hal seperti berikut ini muncul pada diri orang-orang itu : “ Perbuatan-perbuatan jahat telah muncul di kalangan kita, sehingga pencurian, pemerkosaan, kebohongan, hukuman dan pengucilan menjadi dikenal. Sekarang marilah kita menyingkirkan semua perbuatan jahat dan kebiasaan tidak sopan. “ Dan mereka melakukannya.
Vasettha, mereka yang menyingkirkan (bahenti) perbuatan-perbuatan jahat dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan adalah apa yang disebut dengan kata “ brahmana”, demikianlah ‘ brahmana’ merupakan ungkapan permulaan bagi mereka yang berbuat demikian. Mereka membuat pondok-pondok dari daun (pannakuti) dihutan, dan bersamadhi di situ. Mereka hidup tanpa perapian, tanpa asap, tidak mempergunakan alu dan lumpang; mereka mengumpulkan makanan dan pada pagi hari untuk makan siang; mereka mencari makanan dengan memasuki desa, kampung dan kota. Setelah memperoleh makanan, mereka kembali lagi ke pondok mereka dan bersadhi.
Ketika orang-orang melihat hal ini, mereka berkata : “ Orang-orang ini, setelah membuat pondok-pondok dari daun di hutan, lalu bersamadhi di situ. Mereka hidup tanpa perapian tanpa asap, tidak mempergunakan alu dan lumpang; mereka mengumpulkan makanan pada sore hari untuk makan malam; dan mengumpulkan makanan pada pagi hari untuk makan siang; mereka mencari makanan dengan memasuki desa, kampung dan kota. Setelah memperoleh makanan, mereka kembali lagi ke pondok-pondok mereka dan bersamadhi.
Vasettha, mereka yang bersamdhi (jhayanti) inilah yang dimaksud dengan Jhayaka atau pelaksana samadhi; demikianlah kata Jhayaka merupakan ungkapan kedua yang muncul.
23. Vasettha, karena sebagian mereka tidak tahan bersamadhi di pondok-pondok daun dalam hutan, maka mereka keluar dann tinggal di pinggir-pinggir desa-desa, kampung-kampung dan kota-kota, dan disana mereka menulis buku ( ganthe karonta). Dan ketika orang-orang melihat ini, mereka berkata : “ Orang-orang ini, karena tidak tahan bersamadhi di pondok-pondok daun dalam hutan, maka mereka keluar dann tinggal di pinggir-pinggir desa-desa, kampung-kampung dan kota-kota, dan disana mereka menulis buku. Mereka tidak bersamdhi. (ajhayaka)
Vasettha, Mereka yang bersamadhi inilah yang dimaksud dengan “ Ajhayaka “, Demikianlah kata ajhayaka merupakan ungkapan-ungkaoan ketiga yang timbul. Pada waktu itu mereka dipandang yang paling rendah, tetapi sekarang mereka mengaggap bahwa diri merekalah yang paling tinggi.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat brahmana ini, dikenal menurut pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan tidak diingini, dan hal itu terjadi sesuai dengan Dhammaa yang seharusnya memang demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
24. Selanjutnya, Vasettha, terdapat juga sebagian orang lain yang menempuh hidup berkeluarga dan melakukan berbagai macam perdagangan. Mereka yang menempuh hidup berkeluarga dan melaukukan berbagai macam perdagangan (vissa) inilah yang dimaksud dengan ‘Vessa’ (Kaum Pedagang). Demikianlah kata Vessa ini dipergunakan sebagai ungkapan bagi orang-orang tersebut.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat vessa ini, yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, bukan tidak diingini; dan hal itu terjadi sesuai dengan dhamma (apa yang seharusnya demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupaan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
25. Selanjutnya, Vasettha, selebihnya dari orang-orang ini melakukan pekerjaan berburu. Mereka yang hidup dari asal berburu dan perbuatan atau pekerjaan lain semacamnya inilah yang dimaksudkan dengan ‘Sudda’. Demikianlah kata’sudda ini dipergunakan sebagai ungkapan dari orang-orang tersebut.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat sudda ini, yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak diingini; dan hal itu terjadi sesuai dengan dhamma (apa yang seharusnya demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
26. Selanjutnya, Vasettha, pada suatu waktu, ketika terdapat beberapa orang khattiya memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup sebagai oarang tak berumah tangga, dengan berkata : “ Aku ingin menjadi petapa. “
Juga terdapat beberapa orang brahmana yang memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menempuh kehidupan sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata : “ Aku ingin menjadi petapa. “
Juga, terdapat beberapa orang vessa yang memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menempuh kehidupan sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata : “ Aku ingin menjadi petapa.
Juga, terdapat beberapa orang sudda yang memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menempuh kehidupan sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata : “ Aku ingin menjadi petapa.
Vasettha, dari empat kelompok masyarakat ini muncullah kelompok petapa. Asal usul mereka adalah dari kalangan orang-oarang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak diingini; dan hal itu terjadi sesuai dhamma apa yang seharusnya demikian , dan bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma adhamma. Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.

27. Vasettha, orang khatiyya yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan – perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka apaya, alam sengsara duggati , alam siksaan vinipata. Dan alam neraka niraya.
Juga, orang brahmana yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan – perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka apaya, alam sengsara duggati , alam siksaan vinipata. Dan alam neraka niraya.
Juga, orang vessa yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan – perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka apaya, alam sengsara duggati , alam siksaan vinipata. Dan alam neraka niraya.
Juga, orang sudda yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan – perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka apaya, alam sengsara duggati , alam siksaan vinipata. Dan alam neraka niraya.
28. Vasettha, orang khatiyya yang menempuh kehidupan baik dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan benar; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan – perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagiasuggati, alam surga sagga.
Juga, orang brahmana yang menempuh kehidupan baik dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan benar; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan – perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka apaya, alam sengsara duggati , alam bahangia. Dan alam surga.
Juga, orang vessa yang menempuh kehidupan baik dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan baik; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan – perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka apaya, alam sengsara duggati , alam bahagia. Dan alam surga.
Juga, orang sudda yang menempuh kehidupan baik dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan baik; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan – perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam bahagia, dan alam surga.
29. Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan ganda (dhaya kari), baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan campuran ( vimissaditthiko); perbuatan campurannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang brahmana yang menempuh kehidupan ganda (dhaya kari), baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan campuran ( vimissaditthiko); perbuatan campurannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang vessa yang menempuh kehidupan ganda (dhaya kari), baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan campuran ( vimissaditthiko); perbuatan campurannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang sudda yang menempuh kehidupan ganda (dhaya kari), baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan campuran ( vimissaditthiko); perbuatan campurannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
30. Vasettha, seorang khatiyya yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna, maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin (parinibbana) (kilesa parinibbanena-parinibbati) dalam kehidupan sekarang ini.
Juga, seorang brahmana yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin atau prinibbana dalam kehidupan sekarang ini juga.
Juga, seorang vessa yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin atau prinibbana dalam kehidupan sekarang ini juga.
Juga, seorang sudda yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin atau prinibbana dalam kehidupan sekarang ini juga.
31. Vasettha, siapapun dari keempat kelompok masyarakan ini menjadi bhikku, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin (jinasavo), telah mengerjakan apa yang harus dikerjakan (kata karaniyo), telah meletakkan beban (ohitabharo). Telah mencapai kebebasa (anuppattasadattho), telah mematahkan ikatan kelahiran (parikakkhinabhavasannajano) telah terbebas karena yang memiliki pengetahuan (sammadannavimutto); maka dialah yang dinyatakan paling baik di antara mereka, berdasarkan kebenaran (dhamma) dan tidak atas dasar yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
32. Vasettha, syair ini telah diucapkan oleh Sanam Kumara salah seorang dari dewa Brahma :
“ Khattiya adalah yang terbaik diantara kumpulan ini,
yang mempertahankan garis keturunannya
Tetapi ia yang sempurna pengetahuan serta tindak tanduknya
Adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia “
Vasettha, syair ini telah diucapkan dengan baik dan bukan diucapkan dengan tidak baik oleh Brahma Sanam Kumara, kata-kata yang bukan kata-kata yang buruk; penuh arti dan bukan kosong dari arti. Vasettha, begitu pula aku menyatakan :
“ Khattiya adalah yang terbaik diantara kumpulan ini,
yang mempertahankan garis keturunannya
Tetapi ia yang sempurna pengetahuan serta tindak tanduknya .
Adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia “
Demikianlah sabda Sang Bhagava. Vasettha dan Bharadvaja merasa puas dan bersuka cita mendengar sabda Sang Bhagava itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar