Selasa, 16 Maret 2010

MAHAPARINIBANA SUTTA

BUKU I

MAHAPARINIBANA SUTTA

Demikianlah yang kami dengar

1. Ketika Sang Buddha berdiam di at as puncak Gijjha¬kula, Rajagaha, raja Magada Ajatasattu, putra ratu Videha berkeinginan untuk berperang melawan suku Vajji. Raja Ajatasattu berpikir:
"Suku Vajji yang berdaulat dan jaya akan aku musnahkan, celakakan dan basmi seluruhnya"
2. Kemudian raja Ajatasattu menitahkan patihnya Brahmana Vassakara sambil bersabda:
"Brahmana, pergilah menghadap Sang Buddha. Sampaikanlah salam hormat dan sujudku kepada beliau. Sampaikan pula harapanku, semoga beliau selalu dalam keadaan sehat walafiat, selamat sejah¬tera dan selalu bahagia. Selanjutnya sampaikan pula kepada beliau, bahwa aku raja Ajatasattu dari Magada, hendak berperang melawan suku Vajji. Suku Vajji yang berdaulat dan jaya itu, akan aku musnahkan, celakakan dan basmi seluruhnya. Setelah mendengar rencanaku ini, apapun jawaban Sang Buddha, simpanlah itu dalam ingatanmu dengan sebaik¬baiknya, dan kemudian beritahukanlah kepadaku. Aku yakin Sang Tathagata akan menyampaikan pendapatnya dengan jujur, karena Sang Buddha tidak pernah berbicara yang tidak jujur".
3. Setelah mendengar sabda dan pesan raja Ajatasattu, Patih Vassakara menyatakan persetujuannya sambil berda¬tang sembah:
"Baik, Tuanku, segala titah kami junjung tinggi di atas kepala kami".
Kemudian Brahmana Vassakara menitahkan untuk menyiapkan keretanya yang indah dan kereta-kereta lainnya bagi para pengiringnya. Setelah semuanya siap, berangkatlah Patih Brahmana Vassakara dengan diiringi oleh para pengiringnya menuju Gijjhakuta, untuk menghadap kepada Sang Buddha. Sesampai di suatu tempat di atas bukit itu, perjalanan tidak dapat ditempuh dengan naik kereta, mereka terpaksa meneruskan perja-lanan dengan berjalan.
Setelah Patih Brahmana Vassakara, sampai di hadapan Sang Buddha, beliau lalu bersujud kepada Sang Buddha, setelah itu Patih Brahmana Vassakara duduk di salah satu sisi Sang Buddha. Kemudian dengan suara yang lemah lembut, Patih Brahmana Vassakara berkata:
"Sang Gotama yang mulia, saya datang menghadap yang Mulia ialah untuk menyampaikan pesan raja Ajatasattu dan Magada. Baginda raja Ajatasattu menghaturkan hormat dan sujud ke hadapan Bhante, dan memujikan semoga bhante selalu selamat, dalam keadaan sehat walafiat dan selamat sejahtera serta selalu berbahagia. Baginda juga memerintahkan kepada saya, untuk menyampaikan pesan Baginda raja Ajasattu ingin mengadakan peperangan dengan suku Vajji yang berdaulat dan jaya itu. Baginda hendak memusnahkan, mencelakakan dan akan membasmi mereka seluruhnya."
SYARAT-SYARAT KESEJAHTERAAN SUATU BANGSA
4. Pada saat itu Ananda berdiri di belakang Sang Buddha sedang mengipasi beliau. Kemudian Sang Buddha bersabda kepada Ananda:
"Pernahkah kau mendengar bahwa suku Vajji itu sering berkumpul untuk mengadakan musyawarah, dan musyawarah mereka apakah berlangsung dengan lancar serta selalu dicapai kata mufakat?"
"Bhante, kami telah mendengar bahwa memang demikianlah adanya. "
"Kalau demikian halnya, perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang seharusnya kita harapkan, bukan kemundu¬rannya."
"Pernahkah kau mendengar, apakah suku Vajji iw daJam permusyawaratan-permusyawaratannya selalu meng¬anjurkan perdamaian? Dan apakah di dalam menyelesaikan berbagai masalah yang mereka hadapi, mereka selalu dapat menyelesaikan dengan damai ?"
"Bhante, memang demikianlah yang telah kami
dengar. "
"Kalau demikian halnya, perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang harus kita harapkan, bukan kemunduran¬nya."
"Pernahkah kau mendengar bahwa suku Vajji telah menetapkan adanya. hokum-hokum yang baru, dan telah merubah tradisi mereka yang lama atau mereka meneruskan pelaksanaan peraturan-peraturan lama yang sesuai dengan dhamma?"
"Bhante, demikianlah yang kami dengar. "
"Pernahkah kau mendengar bahwa suku Vajji selalu menunjukkan rasa hormat dan bakti serra menghargai kepada orang yang lebih tua dan meng-anggap sang at berharga dan bermanfaat untukselalu mengindahkan mereka?"
"Bhante, demikianlah yang telah kami dengar." "Kalau demikian halnya, perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang seharusnya kita harapkan, bukan kemunduran¬nya."
"Pernahkah kau mendengar bahwa suku Vajji mela¬rang dengan keras adanya penculikan atau Penahanan wanita-wanita atau gadis-gadis dari keluarga baik-baik?"
"Bhante, demikianlah yang t_lah kami dengar. " "Kalau demikian halnya, perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang seharusnya kita harapkan, bukan kemunduran¬nya."
"Pernahkah kau mendengar bahwa suku Vajji sangat menghormati dan menghargai temp at-temp at suci mereka dan mereka dengan taat melaksanakan puja bhakti, baik di tempat suci yang ada di kota maupun yang ada di luar kota?" .
"Oemikianlah yang pernah kami dengar, bhante." "Kalau demikian halnya, perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang kita harapkan bukan kemundurnya."
"Pernahkah kau mendengar bahwa suku Vajji melin¬dungi serra menjaga orang-orang sud itu dengan sepatutnya Bagi mereka yang belum memiliki pekerjaan diusahakan supaya memiliki pekerjaan, hidup dengan aman dan damai? "
"Demikianlah yang pernah kami dengar, bhante." "Kalau demikian halnya, perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang kita harapkan, bukan kemundurannya."
5. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Brahmana Vaskara: "Pada suatu ketika, kami berdiam di Vesali, di cetiya Sarandana. Di cetiya itu kami telah mengajarkan kepada suku Vajji mengenai tujuh syarat untuk membina kesejahteraan suatu bangsa. Selama syarat itu dapat dihayati
dan diamalkan dengan baik, maka perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang seharusnya kita harapkan, bukan kemundurannya"
Setelah Sang Buddha berkata demikian, brahma¬na Vaskara lalu bersujud kepada Sang Buddha dan berkata: "Wahai Gotama, jika suku Vajji benar-benar dapat menghayati dan mengamalkan salah satu atau lebih dari ke tujuh syarat tersebut untuk dapat menca¬pai kesejahteraan, maka perkembangan dan kemajuan suku Vajji yang seharusnya diharapkan, bukan kemundurannya. Lebih-lebih lagi kalau mereka dapat menghayati dan mengamalkan ketujuh syarat-syarat tersebut. Jika demikian, suku Vajji tidak dapat ditak¬lukkan oleh raja Magadha; juga walaupun terjadi peperangan yang dilakukan oleh raja Ajatasattu dari
Magadha. Kecuali, dengan diplomasi at au memecah¬kan persatuan mereka. Baiklah Gotama, perkenankan¬lab kami mohon diri, karena masih banyak tugas yang harus kami laksanakan."
"Silakan, Brahmana," jawab Sang Buddha. Brahmana Vassakara bangkit dari duduknya, dan dengan. hati yang gembira ia menyatakan setuju dengan pendapat Sang Buddha. Kemudian Brahmana Vassakara setelah menghor¬mat kepada Sang Buddha, lalu mohon diri.
KESEJAHTERAAN PARA BHIKKHU
6. Setelah Brahmana Vassakara meninggalkan Sang Buddha, lalu Sang Buddha berkata kepada Ananda: "Ananda, segera kumpulkan para bhikkhu yang ada di Rajagaha di ruangan Dhammasala ini. "
"Baiklah, bhante, " jawab Ananda. Setelah itu Ananda melaksanakan perintah Sang Buddha. Setelah para bhikkhu yang ada di Rajagaha berkumpul semua, Ananda mengha¬dap Sang Buddha.
"Bhante, para bhikkhu telah berkumpul. Kami persila¬kan bhante untuk memberikan pembinaan dan bimbingan kepada mereka."
Setelah itu, Sang Buddha menuju ke ruangan Dharma¬sara dan duduk di tempat duduk yang telah disediakan Sang Buddha kemudian berkata kepada para Bhikkhu :
"Dengarlah dan perhatikan dengan seksama, para bhikkhu tentang tujuh syarat yang harus dihayati dan diamalkan untuk mendapat kesejahteraan hidup."
"Silakan, bhante," jawab para bhikkhu.
"Para bhikkhu, kami selalu mengharapkan perkem¬bang an dan kemajuan para bhikkhu, bukan kemunduran¬nya. Perkembangan kemajuan akan tercapai, jika kalian dapat menghayati dan mengamalkan ketujuh syarat untuk mencapai kesejahteraan sebagai berikut:
“Hendaknya kalian, para bhikkhu yang telah berjumlah besar ini terus, berkumpul dan bermusyawarah untuk mencapai mufakat.
OJ dalam pertemuan-pertemuan, para bhikkhu hendak¬nya selalu menganjurkan persatuan dan perdamaian.,
Hendaknya para bhikkhu tidak menetapkan aturan¬aturan baru dan tidak menghapuskan yang telah ada. Hendaknya mereka berbuat sesuai dengan peraturan disiplin (vinaya) yang telah ada.
Hendaknya mereka selamanya menghormati dan menghargai dan berbakti kepada para bhikkhu yang lebih tua, terhadap yang lebih lama ada dan berpenga¬laman, para pendiri dan para pemimpin dan menganggap hal ini sebagai suatu perbuatan yang sangat ber-harga dan bermanfaat kalau memuliakan. Mereka hendaknya mereka jangan sarnpai terikat dengan parnrih hal mana dapat rnernbawa rnereka untuk turnimbal lahir kernbali.
Hendaknya mereka rnenyenangi hutan sebagai ternpat tinggal yang tenang.
Hendaknya rnereka mengernbangkan pikiran bahwa orang-orang baik di antara para ternan akan mend a¬tangi dan rnereka yang akan' datang akan hidup dengan tenang.
Bilarnana tujuh syarat ini telah diarnalkan, rnaka kesejahteraan akan dicapai oleh bhikkhu, lebih-lebih jika para bhikkhu benar-benar telah rnenghayati dan memaha¬minya, rnaka perkernbangan dan kernajuan para bhikkhu yang kita harapkan bukan kernundurannya.
7. Tujuh syarat yang lebih lanjut untuk dapat menca¬pai kesejahteraan, akan kami jelaskan, perhatikan dan dengarkanlah dengan seksarna.
"Baiklah bhante," jawab para bhikkhu".
"Perkernbangan dan kernajuan para bhikkhu yang kita harapkan, bukan kernundurannya selarna para bhikkhu:
tidak senang dalarn kegiatan keduniawian,
tidak rnenyukai percakapan yang tak berguna,
tidak mal as dan senang tidur,
tidak rnelibatkan diri Pada rnasalah sosial (pesta, poli¬tik dan sebagainya),
tidak terikat pada sang aku dan tidak berpamrih yang jahat,
tidak bersahabat dengan orang yang jahat,
tidak berhenti berusaha atau berjuang karena sikap mental yang terlalu memperhitungkan basil dan keun¬tungan-keuntungan yang tak berarti.
Selama para bhikkhu melaksanakan ketujuh syarat ini dan para bhikkhu benar-benar memahaminya, maka per¬kembangan dan kemajuan para bhikkhu yang kami harap¬kan, bukan kemundurannya.
8. "Tujuh syarat selanjutnya yang dapat mengan¬tarkan kalian memasuki kehidupan yang sejahtera, akan kami utarakan. Dengarkanlah dan perhatikan dengan seksama apa yang akan kuucapkan. "
"Silakan, bhante" jawab para bhikkhu.
TUJUH SIFAT BAlK
"Perkembangan dan kemajuan para bhikkhu yang kami harapkan, bukan kemundurannya. Para bhikkhu akan selamanya mengalami perkembangan dan kemajuan bila¬ mana para bhikkhu memiliki:
keyakinan (saddha)
rasa malu melakukan perbuatan salah (hiri), takut akan akibat perbuatan salah (ottapa), banyak pengetahuan (bahussuta), keteguhan bathin (araddha), perhatian yang kuat (upatthiha-sati), kebijaksanaan (panna).
Ketujuh syarat yang menuju kesejahteraan ini, bilama¬na para bhikkhu dapC).t memahami dan menghayati serta mengamalkannya, maka perkembangan dan kemajuan mereka yang kita harapkan, bukan kemundurannya.
9. Tujuh syarat selanjutnya" yang menuju kesejahte¬raan, akan kami utarakan kepada kaIian.
Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama.
"Silakan, bhante, " jawab para bhikkhu.
TUJUH FAKTOR PENERANGAN SEJATI
""Perkembangan dan kemajuan para bhikkhu yang seharusnya kami harapkan, bukan kemundurannya, bilama¬na para bhikkhu clapat menghayati dan mengamalkan faktor "Penerangan Sejati yaitu:
perhatian (sati)
menyelidiki dhamma (dhammavicaya) bersemangat (viriya)
kegiuran dalam meditasi (piti) ketenangan (passaddhi)
meditasi (samadhi)
keseimbangan bathin (upekkha).
Bilamana ketujuh syarat yang menuju kesejahteraan itu dapat dipahami, dihayati dan diamalkan aleh para bhikkhu, maka perkembangan dan kemajuan mereka yang kita harapkan, bukan kemundurannya".
10. Enam syarat selanjutnya yang menuju kesejahte¬raan akan kami utarakan kepada kalian, para bhikkhu. Dengarkan dan perhatikan dengan seksama."
"Baiklah, bhante, " jawab para bhikkhu.

TUJUH PENCERAPAN
"Perkembangan dan kemajuan para bhikkhu yang kit a harapkan, bukan kemundurannya, selama para bhikkhu :
memiliki pengerrian tentang ketidakkekalan (anicca¬sanna) .
mengembangkan pengertian tentang ketanpa-akuan (anatta sanna)
mengembangkan pengertian tentang ketidak - indahan tubuh (asubha sanna)
mengembangkan pelenyapan pandangan salah (adinava sanna)
mengembangkan. pelenyapan kataran batin (pahana¬sanna)
mengembangkan pelenyapan nafsu (viraga sanna) mengembangkan penghentian dukkha (niradha).
Bilamana para bhikkhu berur-benar memahami dan menghayati serra mengamalkan ketujuh syarat untuk menuju kesejahteu,an ini, maka perkembangan para bhik¬khu yang kita harapkan, bukan kemundurannya. "
11. Enam syarat selanjutnya yang menuju raan akan kami utarakan kepada kalian. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama." "Silakan bhante, " jawab para bhikkhu. ¬

ENAM SYARAT YANG HARUS DIINGAT
"Perkembangan para bhikkhu yang harus kita harap¬kan, bukan kemunduran, selama para bhikkhu:
a. Dalam pergaulan para bhikkhu saling mengasihi dan
menyayangi dengan perbuatan,
b. Ucapan.
c. Pikiran, dalam hal pribadi maupun umum
d. Membagi dengan adil segala sesuatu yang mereka terima sesuai dengan peraturan sangha walaupun itu berupa isi dari "patta" (tanpa makan).
e. Melaksanakan kehidupan suci secara pribadi maupun di tempat umum, dengan sila yang tak dilanggar, utuh, tak cernoda, dan tak tercel a adalah menghasilkan kebebasan, dipuja oieh para bijaksana yang tak ternoda oleh nafsu keinginan untuk terlahir kembali dan pandangan¬pandangan salah.
f. Hidup diantara para orang suci (ariya), secara pribadi atau umum mengembangkan pandangan benar untuk melenyapkan "penderitaan" (dukkha).
Selama keenam syarat ini selalu ada pada para bhikk¬hu, selama mereka melaksanakan keen am syarat ini, maka perkembangan para bhikkhu yang diharapkan, bukan kemunduran. "

NASEHAT KEPADA PARA BHIKKHU
12. Ketika Sang Bhagava berada di puncak Gijjhakuta,
Rajagaha, beliau sering memberi nasehat kepada para bhikkhu: "Iniadalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi), dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan bila meditasi dikembang¬kan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan bila kebijaksanaan (panna) dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasa¬va), nafsu untuk "menjadi" (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."
13. Pada waktu Sang Bhagava berdiam di Rajagaha dekat Suttamartha, beliau berkata kepada Ananda: "Anan¬da, marilah kita pergi ke Ambalathika." "Baiklah bhante," Oemikianlah Sang Bhagava berdiam di Ambalathika, bersama-sama dengan sejumlah besar para bhikkhu.
14. Oi Ambalathika, Sang Bhagava menginap di pe¬sanggrahan raja, di tempat itu Sang Bhagava sering memberikan nasehat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi), dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan hila meditasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan hila kebi-jaksanaan (panna) dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan pada kebi-jaksanaan yang baik akan betas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasaya), nafsu untuk "menjadi" (bhavasa¬va) dan pandangan salah (ditthasava)."
15. Setelah Sang Bhagava merasa sudah cukup lama berdiam di Ambalathika, maka beliau berkata: "Ananda, marilah kita pergi ke Nalanda."
"Baiklah, bhante, " jawab Ananda.
Demikianlah Sang Bhagava tinggal di Nalanua. bersama sejumlah besar para bhikkhu, kemudian berdial11 di Pavarikambavana.

RAUNGAN SINGA SARIPUTTA
16. Ketika Sariputta menghadap Sang Bhagava, dengan hormat beliau lalu duduk di hadapan "'Sang Bhagava dan kemudian beliau berkata kepada Sang Bhagava: "Keyakinan kami terhadap Sang Bhagava, sungguh tak ada bandingannya. Belum pernah kami menjumpai baik dolo maupun sekarang ini ada seorang brahmana at au orang lain yang lebih terpercaya dalam penerangan sempurna diban¬dingkan dengan Bhagava sendiri. "
"Sungguh mulia dan terpuji ucapanmu itu, Sariputta. Ucapanmu yang demikian lantang itu bagaikan raungan singa. Tetapi bagaimanakah hubungan ini, Sariputta ? Apakah kamu mempunyai pengetahuan yang langsung tentang para Bhagava dan para Arahat di mas a yang lam¬pall, mengenai bagaimana moral (sila), dhamma, kebijak¬sanaan (panna) mereka, dan bagaimana membebaskan diri?"
"Hal itu kami tidak ketahui, bhante."
"Sariputta, dalam hubungan ini, apakah kamu mem¬punyai pengetahuan langsung tentang semua Bhagava dan para Arahat, di masa yang akan datang mengenai bagaima¬na moral (sila), dhamma dan kebijaksanaan (panna) merc¬ka, bagaimana mereka membebaskan diri?"
"Hal itu kami tidak ketahui, bhante."
"Sariputta, bagaimanakah tentang diriku sendiri yang
sekarang adalah seorang Arahat Samma Sambuddha, apakah kamu mempunyai pengetahuan langsung mengenai bagaimana aku melangsungkan hidupku, bagaimana aku membebaskan diriku?"
"Hal itu, tidak kami ketahui, bhante."
"Sariputta, maka jelaslah bahwa sesungguhnya kamu
tidak memiliki pengetahuan langsung mengenai para Arahat Samma Sambuddha balk di waktu yang lampau, yang akan datang maupun di waktu sekarang ini. Lalu bagaimana kamu berani mengutarakan ucapan yang sedemikian mulia dan terpuji seperti ucapanmu yang demikian lantang, . bagaikan suara raungan singa mengatakan: "Keyakinan kami terhadap Sang Bhagava adalah tidak ada bandingan¬nya, tak pernah kami menjumpai baik dahulu maupun sekarang ini, ada seorang brahmana at au orang lain yang lebih terpuji dalam kesempurnaan dibandingkan deogan yang mulia sendiri?"
17. "Bhante, kami sebenarnya tidak mempunyai pengetahuan langsung seperti itu, mengenai para Arahat San1Illa Sambuddha baik dari waktu yang lampau, yang akan datang dan maupun di masa yang sekarang. Akan tetapi meskipun demikian, kami sekarang menyadari akan sifat Dha111Illa yang penuh Keadilan itu. Sebagai suatu perumpamaan, ada sebuah benteng perbatasan di sebuah kerajaan yang dijaga dengan ketal sekali. Kubu-kubu dengan menaranya yang menjulang tinggi yang mempunyai hanya sebuah pintu gerbang saja. Di sana ada seorang penjaga pintu yang cerdas berpengalaman, bersifat sangat hati-hati dan waspada. Ia akan mengusir orang-orang asing, tetapi mengijinkan orang baik-baik yang dikenalnya untuk masuk. Pada suatu hari ketika ia memeriksa jalan yang mengelilingi seluruh perbentengan itu, ia tidak melihat adanya sebuah lubang at au celah-celah di dinding perben¬tengan, yang cukup dilalui oleh seekor kucing pun. Sehu-bung an dengan ini maka tiba-tiba ia berkesimpulan: "Mahluk hidup yang besar maupun yang kecil bentuknya
akan masuk dan akan meninggalkan kola ini, mall tak mall harus berjalan melalui pintu ini.
Demikian saya telah menyatakan sesuai dengan dhamma.
"Oleh karena, para Arahat Sarnma Sambuddha dan waktu yang lampau, semua Bhagava telah meninggalkan kelima rintangan kekotoran batin dan memperoleh kesa¬daran. Mereka menunjukan perhatian pada ke empat Dasar Kesadaran dan mengembangkan ketujuh faktor Penerangan sejati dengan seksama sehingga mencapai kesempurnaan sepenuhnya, dalam penerangan sejati yang tak ada ban¬ctingannya"
Demikian pula para Arahat Samma Sambuddha pada waktu yang akan datang, akan meninggalkan kelima rin¬tangan kekotoran batin yang memperlemah pandangan terangnya, akan menunjukkan perhatian mereka pada ke empat dasar Kesadaran dan akan mengembangkan ketujuh faktor penerangan sejati dengan seksama, dan dengan sepenuhnya akan menjadi sempurna dalam penerangan sejati yang tiada bandingannya.
Bhante, sendiri, yang menjadi Arahat sarna Sambud¬dba, yang telah meninggalkan kelima rintangan kekotoran batin yang dapat memperlemah pandangan terang, yang tela!1 mahir dalam ke empat dasar kesadaran dan yang melaksanakan ketujuh faktor penerangan sejati dengan seksama dan menjadi sempurna sepenuhnya, dalam pene¬rangan sejati yang tiada bandingnya. "
18. Begitu pula, ketika Sang Bhagava berada di Pa¬varikambavana, Nalanda, beliau sering memberi nasehat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebajikan (moral), ini adalah meditasi (samadhi), dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan hila meditasi dikernbangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan hila kebijaksanaan (panna) dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang balk. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijak¬sanaan yang balk akan bebas, dari kotoran batin seperti nafsu indria ,(kamasava) , .nafsu untuk "menjadi" (bhavasa¬va) dan pandangan salah (ditthasava).
19. Setelah Sang Bhagava tinggal di Nalanda, beliau lalu bersabda kepada Ananda: "Ananda, marilah kita ke Pataligal11a. "
"Baiklah, bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava tinggal di., Pataligama bersama sejumlah besar bhikkhu.
20. Kemudian para umat beragama Pataliputta berkun_ jung menghadap Sang Buddha: "Kami telah mendengar bahwabhante telahtiba di Pataligama. '
Kemudian mereka mendekati Sang Bhagava sambil bersu¬jud kepada beliau dengan hidmat. Kemudian dudllk pada salah satu sisi. Lalu mereka berkata kepada Sang Bhag_va: "Bhante, dapatkah ,bhante mengunjungi kami di ruangan dhammasala?" Sang Bhagava ,be,rsikap diam. Dengan sikap diam ini berarti Sang Bhagava menyetujui.,
21." Mengetahui 'bahwa Sang Bhagavai telah setuju, para utusan 'dari, Pataligama bangkit dari temp at mereka, memberi "hormat dengan penuh hidmat dan mereka men¬gundurkaw diri. Mereka mempersiapkan segala sesuatu di ruangan Dharmasala, menutupi seluruh lantainya, menye¬diakan temp at duduk, dan menempatkan sebuah lampu.
Sesudah semuanya selesai dipersiapkan, mereka kembali menghadap Sang Bhag'ava, memberi hormat dengan penuh hidmat dan ductule pada salah satu sisi sambi! berkata: "Bhante, ruangan .Dharmasala dengan lantainya telah ditu¬tupi, dan tempat-tempat ductule telah disiapkan demikian pula sebuah lampu minyak telah disiapkan.
Sekarang kami persi!ahkan bhante untuk menentukan waktu sebagaimana mestinya.
22. Sang Bhagava lalu mempersiapkan diri, sambi! membawa patta dan jubah menuju ke ruangan sidang bersama-sama dengan bhikkhu. Sesudah mencuci kakinya Sang Bhagava masuk ke ruang Dharmasala dan duduk dekat tiang di tengah-tengah menghadap ke timur. Para bhikkhu sesudah mencuci kaki, juga memasuki ruangan Dharmasala dan ductule dekat dinding sebelah barat, menghadap ke timur, sehingga dengan demikian Sang Bhagava berada di depan mereka. Dan utusan dari Patali¬gama sesudah mencuci kaki, mereka memasuki ruang Dharmasala lalu ductule dekat dinding sebelah timur meng¬hadap ke barat, sehingga Sang Bhagava berhadapan dengan mereka.

HASIL DARI KEHIDUPAN-KEHIDUPAN YANG TIDAK SUSILA DAN YANG SUSILA
23. Setelah itu, Sang Bhagava bersabda kepada para utusan dari Pataligama sebagai berikut:
"Wahai saudara-saudara yang berkeluarga, orang¬orang yang tidak susila dan karena merosotnya moral orang-orang itu maka mereka akan menjumpai lima bahaya:
Kehilangan sebagian besar kekayaan, karena sifat mereka yang acuh tak acuh
Perbuatan mereka yang tidak baik
Perbuatan mereka yang memalukan dan menyusahkan setiap warga masyarakat, apakah mereka itu sebagai bhikkhu, pendeta, berkeluarga atau pertapa
Mereka akan meninggal dunia dalam kebingungan
Pada saat kehancuran tubuh mereka setelah kematian, mereka akan terlahir kembali dalam alam penderitaan, keadaan yang tak bahagia, alam terbawah, alam neraka. "
24. Saudara-saudara berkeluarga, bagi orang yang melaksanakan sila (kebajikan moral), akan mendapat pahala dan kekayaannya akan bertambah besar. Orang yang rajin mengerjakan apa yang hams dikerjakannya, berkelakuan baik dan mempunyai keyakinan yang kuat, tidak berbuat hal-hal yang memalukan dalam masyarakat, apakah mereka dari golongan para kesatriya, para brahmana, para orang berkeluarga atau pun para pertapa, jika mereka meninggal, mereka akan meninggal dengan tenang dan pada saar kehancuran tubuh mereka setelah kematian, mereka akan terlahir kembali dalam keadaan bahagia di aIam surga (suggati).
25. Sang Bhagava telah menggunakan banyak waktu untuk memberi pengertian kepada utusan dari Pataligama itu mengenai dhamma, membangkitkan, inenunjukkan dan menggembirakan tali mereka dengan dhamma. Sesudah itu beliau berpisah dengan mereka sambil berkata: "Wahai saudara-saudara berkeluarga, hari telah Iarut malam, se¬baiknya kita akhiri pertemuan kita sampai di sini".
Demikianlah sabda yang mulia Sang Buddha. Utusan dan Pataligama itu lalu bangkit dari tempat mereka, bersu¬jud dengan penuh hidmat kepada Sang Bhagava, mereka lalu mengundurkan diri dan meninggalkan ruangan Dhar¬masala. Sang Bhagava, sesudah kepergian mereka itu segera mengundurkan diri ke tempat yang sunyi.
26. Pada saar jtu, Sunidha dan Vassakara, Patih Magadha, sedang membangun sebuah perbentengan di Pataligama, pertahanan untuk melawan suku Vajji. Mereka mengundang para dew a dalam jumlah yang besar, sampai beribu-ribu banyaknya. Mereka berada di lapangan di Pataligama. Di daerah para dewa kekuasaan besar, dengan para pekerjanya yang mempunyai kekuatan yang besar pula, sibuk membangun pertahanan.
Demikian pula para dewa yang kekuasaan sedang maupun yang kecil keunggulan serra para pekerja yang sedang dan yang lebih kecil kekuatannya juga sibuk dalam membangun pertahanan.
27. Sang Bhagava memandang dengan illata batin (dibbacakkhu) yang suci, melihat rakyat dan para dew a yang ribuan jumlahnya yang berada di lapangan kerja masing-masing di Pataligama. Demikianlah setelah Sang Bhagava bangun di waktu pagi menjelang subuh, beliau berkata kepada Ananda: "Ananda, siapakah mereka itu yang sedang membangun sebuah kota di Pataligama?"
"Bhante, Sunidha dan Vassakara, patih Magadha. Mereka sedang membangun sebuah perbentengan di Patali¬gama sebagai pertahanan untuk menghadapi suku vajji."
28. "Ananda, demikianlah Sunidha yang kamu saksi¬kan serra Vassakara yang meminta nasihat kepada para dewa Tavatimsa. Dengan penglihatan bathinku nampaklah olehku ribuan dewa mendirikan bangunan di Pataligama. Di daerah di mana para dewa dengan kekuasaan yang maha besar, serra para pekerja dengan kekuatan yang maha besar pula, sibuk dalam membangun bangunan-bangunan. Demi¬kian pula para dewa dengan kekuasaan yang sedang dan kedl serra para pekerja dengan kekuatan sedang dan kecil sibuk pula membangun bangunan-bangunan. Ananda, sebenarnya selama suku Ariya meluas, menyebabkan perdagangan berkembang, hal ini menyebabkan kota Pat a¬liputta menjadi pusat perdagangan yang terkenal. Tetapi Pataliputta akan ditimpa tiga bahaya, yaitu: api, air dan perpecahan. "
29. Pada suatu hari Sunidha dan Vassakara mengha¬dap Sang Bhagava, sesudah memberi hormat kepada Sang Bhagava, mereka berdiri pada suatu sisi dan berkata pada Sang Bhagava: "Kami mengharap sudilah kiranya Yang Mulia Gotama menerima undangan kami untuk santap besok pagi, bersama-sama dengan para bhikkhu.
Sang Buddha diam, sebagai tanda beliau menyetujuinya.
30. Mengetahui bahwa Sang Bhagava setuju, Sunidha dan Vassakara mengundurkan diri. Mereka menyuruh memilih makanan, keras dan lunak untuk disiapkan. Ketika waktunya telah tiba, mereka memberitahukan kepada Sang Bhagava. "Waktunya telah tiba, Yang Mulia Gotama, hidangan telah siap."
Karena itu, Sang Bhagava mempersiapkan diri sebe¬lum tengah hari dan sambil membawa patta serta jubah, pergi bersama-sama dengan para bhikkhu ke temp at tinggal Sunidha dan Vassakara. Beliau mengambil tempat duduk yang telah disediakan. Sunidha serta Vassakara sendiri mempersilakan para bhikkhu, yang dipimpin oleh Sang Buddha. Mereka menghidangkan hidangan pilihan, keras dan lunak. Ketika Sang Bhagava selesai makan dan telah menaruh mangkoknya, maka para hadirin lalu mengambil tempat duduk yang rendah dan duduk pada tempat yang telah disediakan.
31. Demikianlah, Sang Bhagava mengutarakan rasa terima kasihnya dengan syair sebagai berikut:
"Di manapun ia berdiam, seorang yang bijaksana selalu melaksanakan kesucian serta kebajikan dengan sikapnya ini ia membuat berkah jasanya telah mengikut sertakan' para dewa setempat dan dengan penghormatan mereka yang meriah, sebaiknya mereka juga memberi anugrah dengan berkah dengan rahmat dan cinta kasih bagaikan seorang ibu bersikap terhadap putranya sendiri yang tunggal, demikianlah mereka menikmati rahmat para dewa dan ia mendapat banyak keberuntungan. "
Kemudian, setelah Sang Bhagava mengucapkan terima kasih dengan syair. tersebut kepada kedua patih Magadha, Sunidha dan Vassakara, beliau bangkit dari tempat dud uk¬nya dan meninggalkan temp at.
32. Mereka mengikuti Sang Bhagava dengan berkata:
"Gerbang yang akan dilalui oleh samana Gotama pada hari ini akan dinainakan 'Gerbang Gotama " dan perahu yang akan digunakan oleh beliau untuk menyeberangi sungai Gangga akan dinamakan 'Perahu Gotama'. Gerbang yang dilalui beliau dinainakan 'Gerbang Gotama".
33. Tetapi ketika Sang Bhagava tiba di tepi sungai, air sungai Gangga sedang meluap, dan karena ingin menyebe¬rang ada beberapa orang yang sibuk mencari perahu, ada yang membuat rakit dari kayu dan ada yang membuat rakit dari bahan pembuat keranjang. Namun, segera Sang Bhagava bagaikan orang yang kHat merentangkan kedua lengannya, lenyap dari tepi ini dan telah berdiri bersama para bhikkhu di seberang sungai.
34. Sang Bhagava melihat orang-orang yang ingin menyeberang sedang sibuk mencari perahu, ada yang membuat rakit dari kayu dan ada yang membuat rakit dari
bahan pembuat keranjang; selagi beliau melihat mereka, pada saar itu beliau menyatakan syair berikut ini:
" Mereka yang telah menyeberangi lautan kesu¬raman membuat jalan yang keras melintasi air. lni adalah car a bijaksana, mereka selamat. Sedangkan mereka yang gagal, mengikat fakir penyeberang pada dunia. "

BAB II

1. Dikisahkan pada suatu hari Sang Bhagava berbicara. dengan Ananda demikian.
"Ananda, marilah kita menuju ke Katigama. " "Baiklah bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava bersama sejumlah besar bhikkhu tinggal di Kati¬gama.

EMPAT KESUNYATAAN YANG MULIA
2. Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu, demi¬kian:
"Penderitaan itu disebabkan aleh ketidak sadaran. aleh karena tidak mampu menembus ke Empat Kesunya¬taan Mulia itu, menyebabkan perjalanan ini menjadi sangat lama, yang mempakan kelahiran dan kematian sHih bergan¬ti seperti yang dialami alehku dan juga alehmu. Apakah ke¬empat hal itu? Hal itu adalah Kesunyataan Mulia mengenai Penderitaan, Kesunyataan Mulia tentang asal Mula Penderi¬taan, Kesunyataan Mulia tentang lenyapnya Penderitaan dan Kesunyataan Mulia tentang jalan yang menuju pada lenyapnya Penderitaan.
Tetapi sekarang, jika semua ini telah diamalkan dan telah ditembus, juga keinginan untuk tumimbal lahir telah diputuskan maka berhentilah segala sesuatu yang menuju pada pembentukan kembali segala sesuatu dan tidak akan ada kelahiran bam lagi. "
3. Demikianlah yang dikatakan oleh Sang Bhagava, selanjutnya berkata: "Oleh karena tidak mengerti akan ke¬Empat Kesunyataan Mulia itu, maka akan menjadi pan¬janglah jalan yang menjemukan, yang merupakan rangkaian tumimbal lahir yang terus menerus. Apabila kesemuanya ini disadari, maka diketahuilah sebab musabab dari kelahir¬an kembali itu. Penderitaan akan dapat diatasi, maka berakhirlah kelahiran kembali.
4. Begitu pula, di Kotigama Sang Bhagava sering memberi nasehat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebaji¬kan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan hila meditasi dikembangkan berdasarkan pada gila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan hila kebi¬jaksanaan dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasar-kan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasava), nafsu untuk 'menja¬di' (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."
5. Setelah Sang Bhagava tinggal agak lama di Kotiga¬ma, beliau berkata kepada Ananda: "Ananda, marilah kita ke Nadika" "Baiklah, bhante," jawab Ananda. Oemikianlah Sang Bhagava bersama sejumlah besar bhikkhu pergi ke Nadika dan tinggal di Ginjakavasathe.

EMPAT PENCAPAlAN YANG ISTIMEWA
6. Kemudian Ananda mendekati Sang Bhagava darlsetelah memberi hormat, duduk pada salah satu sisi. Kemudian Ananda berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, di Nadika ini bhikkhu Salta dan bhikkhu Nanda telah meninggal. Juga yang telah meninggal adalah upasaka Sudatta, upasika Sujata serta beberapa upasaka lain yaitu Kakhuda, Kalinga, Nikata, Katissabha, Tuttho, Santuttha, Bhadda dan Subhadda. Bagaimanakah nasib mereka? Bagaimanakah keadaan tumimbal lahir mereka ?"
7. "Ananda, mengenai bhikkhu Salta, ia dengan melenyapkan kekotoran-kekotoran bathinnya selama hidup¬nya itu, maka ia telah memperoleh kebebasan batiniah dari noda, telah mendapatkan kebebasan melalui kebijaksanaan, dan tal itu telah dipahami dan disadarinya sendiri.
Mengenai bhikkhu Nanda, dengan menghancurkan lima belenggu yang lebihrendah (belenggu yang mengikat mahluk-mahluk di alam nafsu), dan menghancurkan ke¬inginan untuk hidup di alam yang bermateri talus (alam dewa), ia telah mencapai perhentian yang terakhir dalam kehidupan yang sekarang ini dan tak akan kembali lagi di dunia ini. Mengenai upasaka Sudatta, ia telah menghancur¬kan tiga belenggu (pandangan salah adanya aku, keragu¬raguan dan kepercayaan tentang upacara-upacara adalah dapat menyelamatkan), mengurangi haw a nafsu dan keben¬cian, telah menjadi seorang yang hanya dilahirkan sekali lagi; untuk mengakhiri penderitaannya, ia akan dilahirkan kembali sekali lagi di dunia ini.
Mengenai upasika Sujata, dengan menghancurkan Tiga Belenggu, ia telah mencapai tingkat Sotapanna, dan telah bebas dari bahaya jatuh ke dalam keadaan yang buruk, telah terjamin dan siap untuk mencapai kesempur¬naan.
Mengenai upasaka Kakhuda, dengan menghancurkan lima belenggu yang reDdat (yang mengikat mahluk-mahluk dialam nafsu) dan telah menghancurkan keinginan untuk hidup di alam dewa (kama taka), tidak terlahir kembali di dunia ini dan pasti akan mencapai nibbana.
Demikian pula halnya dengan Kalingga, Nikata, Katis¬sabha, Tuttho, Santuttha, Bhadda dan Subhadda, beserta lebih darllima puluh orang di Nadika. Lebih dari sembilan puluh orang telah wafat di Nadika, dengan menghancurkan Ketiga Belenggu dan pengurangan hawa nafsu, kebencian dan khayalan, telah menjadi seorang yang akan Dilahirkan Sekali lagi (Sakadagami) dan telah siap mencapai akhir dari penderitaannya dalam kelahirannya kembali yang sekali lagi di dunia ini. Lebih dari lima ratus orang yang telah wafat di Nadika, dengan melenyapkan tiga belenggu, mereka adalah para sotapanna dan telah bebas dari kela¬hiran kembali di alam penderitaan, yang pasti akan menca¬pai penerangan sempurna (bodhi) \I .

CERMIN KEBENARAN
8. "Ananda, tetapi sebenarnya tidaklah mengherankan apabila mahluk hidup akhirnya harus mati. Tetapi apabila ini terjadi pada setiap saar kamu hams datang pada Tatha¬gata dan menanyakan soal itu maka dengan car a ini akan mengganggu Tathagata. Oleh karena itu, kami akan memberi pelajaran kepadamu yang dinamakan 'Cermin Kebenaran' dengan memilikinya seorang siswa Ariya, apabila ia memang menghendakinya ia dapat menyatakan: 'N eraka bagiku tak ada lagi, tidak ada lagi kelahiran kembali sebagai binatang, atau setan ataupun dalam suatu alam yang celaka. Kami adalah Sotapanna, telah terhindar dari malapetaka dari keadaan yang bumk, terjaminlah kami, dan siap untuk mencapai kesempurnaan. ' .
9. Selanjutnya, apakah pelajaran yang dinamai 'Cermin Kebenaran' yang dimiliki seorang siswa ariya dan ia dapat menyatakan dirinya seperti itu? Ananda, Dalam hal ini siswa ariya memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan terhadap Sang Buddha akan berkata: 'Demikianlah Sang Bhagava, yang maha suci, yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan serra tindak-tanduknya, sempurna menempuh jalan (ke nibbana) , pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, gum para dewa dan manusia, yang sadar dan yang patut dimuliakan. ' Mereka memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan terhadap Dhamma, akan berkata: 'Dhamma Sang Bhagava telah sempurna dibabarkan, berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing. Mereka memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan kepada Sangha, akan berkata: I Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak baik, lurus, benar dan pan¬tas. Mereka empat pasang mahluk, terdiri dari delapan jenis mahluk suci, itulah Sangha siswa Sang Bhagava. Patut menerima pemberian, temp at bernaung, persembahan serta penghormatan. Lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta.' Siswa ariya yang memiliki moral kebajikan (sila) yang disukai oleh para bijaksana, karena sila tidak dilanggar, utuh, tak ternoda, bersih; sila yang dipuji oleh para bijaksana; sila yang menyebabkan orang itu betas dan tak dinodai oleh keinginan untuk kehidupan yang akan datang atau oleh kepercayaan pada kenikmatan phisik, tetapi sila yang mengarah pada meditasi.
Ananda, uraian ini dinamai "Cermin Kebenaran" yang dapat dipakai sebagai cermin oleh seorang siswa untuk dapat mawas diri: 'Neraka tidak ada lagi bagiku, tidak akan ada kelahiran kembali sebagai binatang, sebagai setan, at au dalam suatu alam yang celaka.
Kami adalah menempuh Jalan Mulia (Sotapanna) , telah terhindar dari bencana, dari keadaan yang buruk, terlin¬dunglah kami, dan telah siap untuk mencapai kesempur¬naan."
10. Juga di Ginjakasavatha, Nadika, Sang Bhagava memberi nasihat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebaji¬kan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan hila meditasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan hila kebi¬jaksanaan dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasar-kan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasava), nafsu untuk 'menja¬di' (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava). "
11. Setelah Sang Bhagava lama tinggal di Nadika beliau berkata kepada Ananda: "Ananda, marilah kita menuju ke Vesali."
"Baiklah, bhante." jawab Ananda.
Demikianlah, Sang Bhagava dengan sejumlah besar para bhikkhu pergi ke Vesali dan tinggal di Ambapalivana.

PERHATIAN YANG BENAR DAN PENGERTIAN YANG BENAR

12. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Dengan penuh perhatian (sati) hendaknya merenung dengan pengertian yang benar (sampajana) semua nasihat kami kepada kamu sekalian.
Para bhikkhu, bagaimana caranya seorang bhikkhu mengembangkan perhatian (sati)?
Apabila ia merenungkan badan jasmani (kaya) sendiri dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidak senangan dan penderitaan batin. Atau apabila ia merenung¬kan segala bentuk perasaan (vedana), pikiran (citta) at au obyek-obyek pikiran (dhamma), dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian yang benar dan sadar ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidak-senangan dan pende¬ritaan batin, maka ia disebut sebagai seorang yang memiliki perhatian (sati).
13. Para bhikkhu, bagaimana seorang bhikkhu dikata¬kan memiliki pengertian yang benar? Apabila ia menyadari timbul dan lenyapnya gerak-gerik badannya, waktu ia membungkukkan dan merenggangkan badannya, ia sadari waktu menggunakan jubahnya dan membawa mangkoknya, waktu bersantap dan minum, waktu mengunyah, waktu mengecap, waktu membuang air besar dan kecil, waktu berjalan, waktu berdiri, duduk, berbaring, tidur maupun waktu ba-ngun, pada waktu ia berkata-kata atau pada waktu diam maka dengan sikapnya yang demikian ia dikatakan memiliki pengertian yang benar (sampajana).
Dengan penuh pengertian, seharusnya hal ini dire¬nungkan dengan pengertian yang benar. lnilah nasihat kami kepada pada bhikkhu semuanya. "

AMBAPALI DAN ORANG-ORANG LICCHAVI
14. Ketika Ambapali, seorang selir bangsawan, mendengar bahwa Sang Bhagava telah tiba di Vesali dan beliau tinggal di kebun mangganya, ia menyuruh para pembantunya untuk mempersiapkan sejumlah kereta yang mewah, sebuah kereta untuknya dan yang lain untuk para pembantu agar mengikutinya pergi ke kebun mangganya.
Mereka berkereta sejauh jalan yang dapat dilalui kereta. Kemudian mereka turun dan berjalan mendekati Sang Bhagava, sambil memberi hormat dengan hidmatnya, kemudian duduk pada salah satu sisi. Setelah itu Sang Bhagava mengajarkan kepada Ambapali ajaran Dhamma yang dapat menyadarkan, menyenangkan dan menggembi¬rakan hatinya.
Sesudah itu, maka Ambapali itu berkata kepada Sang Bhagava: "Dapatkah kiranya yang mulia menerima un¬dangan kami untuk santap esok pagi bersama-sama dengan para bhikkhu?"
Dengan sikapnya yang diam, berarti bahwa Sang Bhagava menyetujuinya.
Setelah mengetahui bahwa Sang Bhagava menyetujui permohonannya, maka Ambapali bangkit sambil memberi hormat kepada Sang Bhagava, lalu mengundurkan diri.
15. Ketika itu orang-orang Licchavi, dari Vesali mengetahui pula akan kehadiran Sang Buddha dan mereka lalu berkata: "Sang Bhagava, katanya telah tiba di Vesali dan tinggal di kebun Ambapali."
Merekapun menyediakan sejumlah kereta yang indah dan setiap orang mengendarai sebuah kereta, keluar dari Vesali, Oi antara orang-orang Licchavi itu ada beberapa yang berpakaian bim dengan hiasan-hiasan yang bim pula, sedangkan yang lainnya memakai pakaian kilning, merah dan putih.
16. Demikianlah di tengah jalan kereta-kereta Amba¬pali berpapasan dengan kereta-kereta pemuda Licchavi itu. Kereta-kereta itu saling bergeseran antara poros dengan poras, roda dengan rada dan gandar dengan gandar. Oleh karena itu orang-orang Licchavi bertanya:
"Mengapa kamu berkendaraan l)1enentang Ambapali_"
"Para pangeran, sebenarnya hal ini terjadi karena kami telah mengundang Sang Bhagava bersama para bhikkhu untak makan besok pagi ditempat kami. "
"Ambapali, batalkan undanganmu itu, untuk itu kami akan memberimu seratus ribu. ,,'
Tetapi Ambapali menjawab: "Janganlah berkata begitu, saya talc akan membatalkan undanganku itu, karena itu sangat renting bagiku."
Orang-orang Licchavi menjadi kesal: "Kawan-kawan, lihat¬lah, kita dihalangi oleh wanita mangga ini." Tetapi meski¬pun demikian mereka meneruskan perjalanan ke kebun mangga.kami
17. Dari kejauhim Sang Bhagava melihat orang-orang Licchavi yang sedang mengendarai kereta mereka. Kemu¬dian beliau berkata kepada para bhikkhu: "Siapa diantara para bhikkhu yang belum pernah melihat para dewa (surga) Tavatimsa ? Sekarang kamu sekalian dapat melihat para Licchavi ini dan dapat memandangi mereka sebab mereka itu nampak seperti para dewa dari alam surga Tavatimsa. "
18. Orang-orang Licchavi mengendarai kereta mereka sejauh yang dapat ditempuh, kemudian mereka turun dari kereta dan berjalan. menemui Sang Bhagava dan memberi hormat kepada beliau. Setelah itu mereka duduk pada tempat yang telah disediakan. Sang Bhagava membabarkan dhamma kepada orang-orang Licchavi, menyadarkan, menyenangkan dan menggembirakan hati mereka.
Sesudah itu, orang-orang Licchavi berkata kepada Sang Bhagava: "Semoga bhante sudi menerima undangan kami untuk santap esok pagi bersama-sama para bhikkhu."
"Undangan untuk santap esok pagi. saudara-saudara dari Licchavi, telah disampaikan oleh Ambapali dan kami telah menyetujuinya." Orang-orang Licchavi menjadi kesal dan berkata: Kawan-kawan, lihatlah kita disabot oleh wanita mangga itu." Tetapi akhirnya orang-orang Licchavi menerima dengan senang hati keterangan Sang Bhagava
Kemudian mereka bangkit dari quduk, menghormat bel iau. lalu meninggalkan Sang Bhagava.
19. Keesokan harinya, setelah Ambapali menyiapbn makanan terpilih, lunak dan keras, di tamannya, ia l11emhe¬ritahukan kepada Sang Bhagava: "Bhante, telah waktunya untuk makan, makanan telah siap. "Sang Bhagava memper¬siapkan diri, sambil membawa patta dan jubah, pergi bersama para bhikkhu ke tempat Ambapali. Sang Bhagava duduk di tempat yang telah disediakan. Ambapali sendiri yang melayani Sang Bhagava dan para bhikkhu, menyuguhi mereka dengan makanan terpilih, lunak dan keras.
Setelah selesai makan, Sang Bhagava meletakkan patta, Ambapali duduk ditempat yang lebih rendah dan menempatkan dirinya pada salah sarli sisi, lalu berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, taman ini saya persembah¬lean kepada bhikkhu sangha yang dipimpin oleh Sang Bhagava. "
Sang Bhagava menerima taman itu, kemudian beliau membabarkan dhamma kepada Ambapali, menyadarkan, menyenangkan dan menggembirakan hatinya. Sesudah itu Sang Bhagava bangkit dari duduknya dan meninggalkan tempat itu.
20. Oi Vesali, di hut an milik Ambapali, Sang Bhagava sering memberi nasihat kepada para bhikkhu:
"Ini adalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan hila meditasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan hila kebijaksanaan dikembangkan berdasarkan pada meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembang¬lean berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indria (kamasava) nafsu untuk 'menjadi' (bhavasa dan pandangan salah (ditthasava). "
21. Setelah Sang Bhagava tinggal lama di taman Ambapali, beliau berkata kepada Ananda: "Ananda, mari¬lab kita pergi ke desa Beluva." "Baiklah, bhante." jawab Ananda.
Oemikianlah, Sang Bhagava bersama sejumlah besar bhikkhu tinggal di desa Beluva.
PENYAKIT SANG BHAGAVA YANG SANGAT PARAH
22. Ketika itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Sekarang pergilah, para bhikkhu, dan carilah tempat bervassa di mana saja di sekitar Vesali ini di mana kalian dapat diterima dengan baik aleh para kenaI an dan sahabat dan tinggallah di sana selama musim hujan ini. Aku akan yassa di tempat ini juga selama musim hujan di dusun Beluva." "Baiklah, bhante, " kata para bhikkhu.
23. Ketika musim hujan telah tiba Beliau merasa sakitnya semakin parah, badannya terasa ditusuk-tusuk sehingga beliau merasa kesakitan sekali. Tetapi Sang Bhagava menghadapinya dengan penuh kesadaran, penger¬tian yang benar dan tenang.
Kemudian terlintaslah pada pikiran Sang Bhagava: "Tidaklah wajar, sebelum parinibbana aku tidak memberi¬tahukan pada mereka yang menaruh perhatian selama ini kepadaku, dan tidak memberi kata-kata terakhir kepada para bhikkhu. Karena itu biarlah aku menekan penyakit ini dengan kekuatan batinku, berteguh hati untuk memperta¬hankan kelangsungan hidup ini, dan meneruskan hidupku untuk sementara waktu. "
Sang Bhagava berhasil melawan sakit dengan kekuatan kemauan yang gigih, dengan teguh hati mempertahankan kelangsungan hidup dan meneruskan kehidupan Beliau. Demikianlah akhirnya rasa sakit dapat diatasinya.
24. Kemudian, setelah Sang Bhagava sembuh dari sakitnya segera BeJiau keluar dari kamar tempat pembarin¬gannya, lalu duduk di bawah naungan bangunan itu, di tempat yang telah disediakan untuk beliau. Kemudian datanglah Ananda menemui Sang Bhagava, dan memberi hormat dengan sang at hidmat kepada beJiau, lalu. duduk pada salah satu sisi, kemudian ia berkata kepada Sang Bhagava: "Alangkah bahagianya kami ini, karena nampak¬nya bhante telah sembuh dan sehat kembali. Karena, ketika kami mengetahui bhante sakit, badan saya sendiri seolah-olah ikut lemah bagaikan lumpuh,segala sesuatu di sekitar kami menjadi gelap, dan perasaan kami sangat lesu. Tetapi walaupun demikian, ada sedikit hiburan bagi kami, karena bhante tak akan meninggalkan kami tanpa memberi bebera¬pa petunjuk yang terakhir kepada kami para bhikkhu."
25. Demikianlah kata Ananda, tetapi Sang Bhagava memberi jawaban sebagai berikut: "Apalagi yang dapat diharapkan oleh para bhikkhu dariku ? Aku telah menguta¬rakan Dharma, tanpa membeda-bedakan pelajaran yang bersifat khusus maupun yang umum. Tidak ada apa-apa lagi, yang berkenaan dengan Dharma, yang Sang Tathagata pegang sampai akhir, seperti seorang gum yang menggeng¬gall tangannya, seolah-olah menyimpan sesuatu. Barang siapa yang berpendapat, bahwa dia memimpin para bhikkhu atau bahwa para bhikkhu hams tergantung kepadanya, orang seperti itu biasanya memberikan ajaran terakhir yang berkenaan dengan dirinya. Tetapi, Sang Tathagata tidak mempunyai angan-angan seperti itu, yang ingin memimpin para bhikkhu supaya para bhikkhu terus tergantung padaku.
Maka dari itu, wejangan-wejangan apa yang perlu kami berikan lagi kepada para bhikkhu itu ?
Sekarang kami telah menjadi lemah, kami sudah loa, hidup kami sudah lama berlangsung, sampai puluhan tatun. Kini umurku yang ke delapan puluh dan hidupku telah cukup. lama. Seperti halnya dengan sebuah kereta loa, yang mengalami berbagai kerusakan dan perbaikan, demikian pula badan Sang Tathagata ini dapat terus berlangsung hanya dengan dukungan-dukungan. Hanya, apabila Sang Tathagata, tak menghiraukan obyek-obyek yang berada di loaf, pikiran-pikiran yang mengandung keserakahan, benci dan lain-lainnya dengan melenyapkan perasaan-perasaan keduniawian tertentu, berpegang pada pemusatan pikiran (ceto samadhi) berkenaan dengan tanpa obyek material (animitta), maka badan ini lebih ringan bebannya."
26. "Ananda, oleh karena itu, hendaknya kamu menjadi sebuah pulau sebagai temp at perlindungan bagimu sendiri. Jangan mencari perlindungan yang lain. Hanya Dharmalah sebagai pulaumu, dan kau tiada mencari perlin¬dungan lain. Bagaimana seorang bhikkhu adalah sebagai pulau baginya, sebagai suatu perlindungan bagi dirinya sendiri, tidak mencari perlindungan dari yang lain, dan hanya Dhamma sebagai pulaunya, hanya Dhamma sebagai pelindungnya, dan tiada mencari perlindungan lain? .
Apabila ia merenungkan proses tubuh dalam tubuhnya dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidak senangan dan penderitaan batin. Atau apabila ia merenung¬kan segala bentuk perasaan (vedana), pikiran (citta), atau obyek-obyek pikiran (dhamma), dengan sungguh-sungguh, dengan pengertian benar dan sadar, ia akan dapat mengatasi keinginan duniawi, ketidak senangan dan penderitaan batin, maka sesungguhnya ia membuat suatu pulau bagi dirinya sendiri, suatu perlindungan bagi dirinya sendiri, tiada mencari perlindungan lain, memiliki Dhamma sebagai pulau dan perlindungannya, tiada mencari perlindungan yang lain.
Para bhikkhu berpegang teguh pada pulau bagi diri mereka sendiri, perlindungan bagi diri mereka sendiri, tiada mencari lain perlindungan di luar karena telah memi¬tiki Dhamma sebagai pulau dan perlindungan bagi mereka, tiada mencari perlindungan lain. Mereka akan mencapai kesempurnaan dan kesucian, apabila mereka mempunyai keinginan untuk menempuhnya. "

BAB III

1. Pad a pagi hari, kemudian Sang Bhagava mengambil patta (tempat makan) serta jubahnya, lalu pergi ke Vesali untuk pindapatta (menerima dana makanan). Sesudah mendapat makanan Sang Bhagava makan. Kemudian Sang Bhagava pulang, dan ketika tiba di tempat peristirahatan¬nya, beliau berkata kepada Ananda:
"Ambillah sebuah tikar, dan marilah kita ke cetiya Capala. " "Baiklah, bhante," jawab Ananda.
Demikianlah, Ananda mengambil sehelai tikar, lain l11en¬gikuti Sang Bhagava.
2. Ketika Sang Bhagava tiba di cetiya Capala beliau duduk di tempat yang telah disediakan.
Setelah Ananda duduk di salah satu sisi beliau lain memberi hormat dengan hidmat. Sang Buddha bersabda kepadanya: "Sungguh menyenangkan Vesali ini Ananda karena banyak cetiyanya, yaitu Udana, Catamala, Sattama¬baka, Bahuputta, Sarandana dan Capala. "
3. Sang Bhagava berkata: "Ananda, barang siapa yang telah mengembangkan, mempraktekkan, mempergunakan, mempertahankan, menyelidiki dengan seksama kesempur¬naan keempat dasar kekuatan batin, apabila ia menghen¬dakinya maka ia akan dapat hidup selama satu kappa atau sampai akhir dari kappa ini. Sang Tathagata, juga dapat hidup sepanjang kappa atau sampai pada akhir dari kappa ini, jika beliau menghendakinya"
4. Tetapi Ananda tidak dapat memahami makna dari kata-kata yang diucapkan Sang Bhagava. Karena perhatian¬nya seakan-akan dipengaruhi oleh Mara, sehingga ia tidak memohon kepada Sang Bhagava dan tidak berkata: "Semoga Sang Bhagava hidup satu kappa Semoga Sang Tathagata tetap ada di sini sepanjang satu' kappa, demi kesejahteraan dan kebahagiaan manusia, demi kasih sayang pada seluruh manusia di donia, bagi kebaikan mahluk-mahluk dan kebahagiaan para dew a dan manusia. "
5. Namun ketika untuk kedua kali dan ketiga kalinya Sang Bhagava mengulangi ucapannya itu, Ananda tetap diam saja.
6. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, pergilah dan berbuatlah sesuai dengan kehen¬dakmu. "
"Baiklah, bhante," jawab Ananda dan bangkit dari duduknya, memberi hormat dengan penuh hidmat kepada Sang Bhagava, lalu mengundurkan diri. Kemudian Ananda duduk di bawah sebatang pohon yang letaknya tidak begitu jauh dari temp at tinggalnya.
PERMO HONAN SI JAHAT MARA
7. Setelah Ananda pergi, tiba-tiba Mara muncul dan mendekati Sang Bhagava. Sambil berdiri, Mara berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, sekarang telah tiba saatnya bagi Sang Bhagava mengakhiri kehidupannya, karena itu biarlah Sang Sugata parinibbana (meninggal). Sf'sungguh¬nya saar parinibbana Sang Tathagata telah tiba. Untuk tal ini, Sang Bhagava lelah berkata kepada kami: 'Mara, kami tidak akan memenuhi ajakanmu, _ebelunl para bhikkhu, bhikkhuni, upasaka dan upasika yang menjadi siswa-siswa¬ku yang benar-benar bijaksana dalam melaksanakan pera¬turan yang bellar, cakap dan terpelajar, memelihara dhamma, hidup sesuai dengan dhamma, berpegang teguh pada pimpinan yang telah ditetapkan, dan telah mempelajari kata-kata Sang Guru, dapat menerangkannya, menghotbah¬kannya, mengumumkannya, menyusunnya, mengartikan¬nya, menerangkannya secara seksama, dan membuatnya menjadi jelas, sehingga apabila timbul kemudian pendapat¬pendapat yang bertentangan dengan mereka, mereka dapat mernberi penjelasan dengan sempurna sehingga dapat menimbulkan keyakinan pada setiap orang bahwa dhamrna ini rnernberikan kebebasan terakhir. '
8. Sekarang, para bhikkhu dan bhikkhuni, upasaka dan upasika yang menjadi siswa-siswa Sang Bhagava telah rnelaksanakan tal itu. Maka sudah waktunya Sang Bhagava mengakhiri kehidupan ini. Sang Sugata dapat dengan bebas meninggalkan dunia ini. Telah tiba saatnya bagi Sang Bhagava parinibbana. 'Walaupun sarna dengan kata-katanya ketika ia berkata: Kami tidak akan rnernenuhi ajakanrnu Mara, sebelum kehidupan suci yang karni ajarkan mern-peroleh hasil yang baik, tersebar Iuds dan dihayati dengan benar oleh para dew a dan manusia. Hal ini juga telah berlangsung tepat seperti yang dicita-citakan itu. Maka sudah waktunya Sang Bhagava rnengakhiri kehidupan ini.
Sang Sugata dapat dengan bebas meninggalkan dunia ini. Telah tiba saatnya bagi Sang Bhagava parinibbana. '
SANG BHAGAVA MELANJUTKAN KEHIDUPANNYA
9. Setelah hal ini diucapkan, Sang Bhagava berkata kepada Mara: "Mara, jangan kau menyusahkan dirimu. Saar parinibbana Sang Tathagata belum tiba, tiga bulan lagi Sang Tathagata akan mangkat, parinibbana.
10. Demikianlah di cetiya Capala, Sang Bhagava dengan penuh perhatian dan pengertian yang benar telah menetapkan keinginannya untuk melanjutkan kehidupan¬nya. Akibat dari pernyataan Sang Bhagava tentang ke¬mauannya untuk melanjutkan kehidupannya itu maka terja¬dilah gempa bumi yang menakutkan, sangat dahsyat dan menyeramkan, serra halilintar menyambar-nyambar. Sang Bhagava, memandangnya dengan penuh pengertian serra mengucapkan kala-kala ini:
"Penyebab kehidupan yang kecil maupun yang tak terbatas dan lingkaran kehidupan telah diputuskan oleh pertapa.
Dengan kegembiraan dan ketenangan, ia terbebas dan penyebab kelahirannya, bagaikan ia merobek sampul surat. "
11. Lalu terlintaslah pada pikiran Ananda: "Benar¬benar mengherankan, dan sangat loaf biasa. Bumi bergetar begitu hebatnya sungguh sangat menakutkan, dahsyat dan
l11enyeral11kan. Apakah sebabnya dan apa alasannya sehing¬ga gel11pa bul11i yang dahsyat terjadi ?"

DELAPAN SEBAB GEMPA BUMI

12. Kemudian Ananda mendekati Sang Bhagava, lalu duduk pada tempat yang telah tersedia, kemudian ia berkata kepada Sang Buddha: "Bhante, l11eng_lerankan dan sangat luar biasa, bul11i bergetar begitu hebatnya dan sangat l11enakutkan. Apakah sebabnya dan alasannya sehingga gempa bumi yang dahsyat itu dapat terjadi ?
Mohon kami diberi penjelasan. "
13. Kel11udian Sang Bhagava berkata: "Ananda, alIa delapan schab at au ada delapan alasan sampai terjadinya suatu gempa bumi yang dahsyat itu. Apakah delapan sehah musabab itu ?
"Bumi yang luas ini terbentuk dari zat cair, zat cair terhen¬tuk dari udara dan udara ada di angkasa. Apabila udara bertiup dengan dahsyatnya, maka zat cair terguncang. Keguncangan zat cair ini menyebabkan bumi bergetar. Inilah schab pertama timbulnya gempa bumi yang maha dahsyat itu.
14. Demikian pula Ananda, apabila seorang pertapa atau brahmana yang memiliki kekuatan batin l11aha tesar, seseorang yang telah memperoleh kekuatan untuk mengen¬dalikan pikirannya, atau sesosok dewata yang maha kuasa, yang maha tabu, mengembangkan pemusatan pikiranya yang hebat pada unsur bumi ini, dan pada suatu tingkatan yang tak terbatas pada unsur zat cair, ia juga dapat menga¬kibatkan bumi bergetar, goyah serra bergoyang. lnilah sebab yang kedua sampai timbulnya gempa bumi yang maha dahsyat itu.
15-20. Ananda, apabila Sang Bodhisattva meninggal¬kan alam surga Tusita dan lahir melalui rahim (kandungan) seorang ibu yang penuh pengertian dan perhatiannya yang benar. Apabila Sang Tathagata mencapai kesempurnaan yang maha sempurna yang tak ada yang menyamainya, sungguh loaf biasa sempurnanya at au apabila Sang Tathaga¬ta memutar Dharmacakra, - apabila Sang Tathagata telah bertekad umuk meneruskan hidupnya atau - apabila Sang Tathagata telah tiba saatnya mangkat, parinibbana, di mana tiada tersisa suatu un sur keinginan, maka semuanya ini akan menyebabkan bumi yang besar ini bergetar, goyah dan bergoncang.
lnilah delapan alasan at au sebab musabab bagi terjadi¬nya suatu gempa bumi. "
DELAPAN MACAM PERHIMPUNAN
21. "Ananda, ada delapan macam perhimpunan, yaitu : Perhimpunan para kesatriya, para brahmana, orang-orang berumah tangga, para pertapa, para dew a Catummaharaji¬ka, para dewa Tavatimsa, para Mara dan. para dewa Brahma.
22-23. Ananda, kini kami ingat bagaimana kami telah pernah menghadiri undangan dari kedelapan persidangan yang masing-masing dihadiri oleh beratus-ratus orang itu. Sebelum dimulai percakapan atau pembahasan, kami membuat wajahku mirip dengan wajah mereka, suaraku menyerupai suara mereka. Demikianlah kami mengajarkan mereka mengenai Dhamma, dan tal ini memberikan man¬faat dan kegembiraan kepada mereka. Meskipun demikian, tatkala kami sedang memberikan Dhamma kepada mereka, mereka tak mengetahui siapa sebenarnya kami ini, dan mereka saling bertanya pada kawan-kawannya "Siapa gerangan yang sedangberbicara kepada kita?
Apakah gerangan ia seorang manusia atau dewa?' tanya mereka.
Sesudah Sang Bhagava mengajarkan Dhamma dan telah membimbing mereka, mereka menyadari manfaatnya dan gembira, lalu kami pergi. Setelah kami meninggalkan mereka, 'mereka belum juga mengetahui tentang kami, mereka saling bertanya: 'Siapakah gerangan dia yang telah pergi itu? Apakah dia manusia atau dewa?' Ananda, begitu¬lab delapan macam perhimpunan itu."

DELAPAN BIDANG PENGUASAAN

24. "Ananda, ada delapan lapangan Penguasaan. Apakah delapan tal itu?
25. Apabila seorang dapat mencerap bentuk -bentuk secara subyektip, melihat bentuk-bentuk yang terbatas baik atau buruk yang ada di luar dirinya sendiri dan menguasai semua itu, sadar bahwa ia melihat dan mengetahui semua itu sebagaimana adanya, inilah bidang penguasaan yang pertama.
26. Apabila seorang dapat mencerap bentuk-bentuk secara subyektip melihat bentuk-bentuk yang tak terbatas baik atau buruk yang ada di luar dirinya sendiri dan menguasai semua itu, sadar bahwa ia melihat dan mengeta¬hui semua itu sebagaimana adanya, inilah bidang-bidang penguasaan yang kedua
27. Apabila orang tidak dipengaruhi oleh bentuk¬bentuk pencerapan secara subyektip, melihat bentuk-bentuk yang kecil, baik atau buruk yang ada di luar dirinyasen¬diri, dan menguasai semua itu, sadar bahwa ia melihat dan mengetahui semua itu sebagaimana adanya, inilah bidang penguasaan yang ketiga.
28. Apabila seseorang tidak dipengaruhi oleh bentuk¬bentuk pencerapan secara subyektip, melihat bentuk-bentuk yang besar, baik at au buruk yang ada di luar dirinya sendiri dan menguasai semua itu, sadar bahwa ia melihat dan mengetahui semua itu sebagaimana adanya, inilah bidang penguasaan yang keempat.
29. Apabila seseorang, tidak dipengaruhi oleh bentuk pencerapan secara subyektip, melihat bentuk -bentuk yang ada di luar dirinya sendiri yang berwarna biru dalam warnanya, dan suatu cahaya kebiru-biruan seperti bunga tanaman rami, atau seperti kain dan Benares yang halus yang dicelup kedua SISll1ya, biru-biru dan biram biru. Apabila seseorang seperti itu dan menguasai semua itu, sadar bahwa ia melihat dan mengetahui semua itu sebagai¬mana adanya, inilah yang dinamakan bidang penguasaan yang kelima.
30. Apabila seseorang tidak mencerap bentuk-bentuk pencerapan secara subyektip, melihat bentuk-bentuk di luar dirinya yang berwarna kekuning-kuningan, kilning warna¬nya, dari kilauan kilning seperti bunga Kanikata, atau seperti kain yang talus dari Benares yang diwarnai kedua sisinya dengan kilning, warna kilning, dari suatu calJaya kilning. Apabila seseorang seperti itu melihat bentuk-hentuk yang ada di luar dirinya sendiri, dalam warna kilning, dan menguasai semua ilU, sadar bahwa ia melihat dan melihat semua itu sebagaimana adanya, inilah bidang penguasaan yang keenam.
31. Apabila seseorang tidak dipengaruhi oleh bentuk¬bentuk pencerapan secara subyektip, melihat bentuk-bentuk yang ada di luar dirinya yang berwarna merah, dalam warna merah, dari suatu cahaya merah sebagai bunga Bandhuyivaka, atau seperti kain yang halus dari Benares yang,diwarnai kedua sisinya dengan merah, merah warna¬nya dari suatu cahaya merah. Apabila sea rang seperti itu melihat bentuk-bentuk di luar dirinya sendiri yang berwar¬na merah dan menguasai semua itu dengan sadar bahwa ia melihat dan mengetahui semua itu sebagaimana adanya, inilah bidang penguasaan yang ketujuh.
32. Apabila seseorang tidak dipengaruhi oleh bentuk¬bentuk pencerapan secara obyektip, melihat bentuk-bentuk di loaf dirinya sebagai warna putih dalam warna putih, dari suatu cahaya putih seperti bintang Oshadi, atau seperti kajn halos dari Benares yang diwarnaj kedua sisinya dengan putih, warna putih, dengan sinar putih. Apabila seseorang seperti itu melihat bentuk-bentuk di loaf dirinya sendiri yang berwarna putih dan menguasai semua itu, sadar bahwa ia menyerap dan mengetahui semua itu sebagaimana adanya. Inilah bidang penguasaan yang kedelapan.
Ananda, inilah delapan bidang penguasaan. "
DELAPAN KEBEBASAN (YIMOKHA).
33. "Ananda, ada delapan Kebebasan. Apakah ke delapan itu ?
Oari kita ini mempunyai bentuk-bentuk dan orang yang menyadari bentuk-bentuk tersebut ia telah mencapai Kebebasan yang pertama.
Dengan tak memperhatikan bentuk-bentuk pada diri¬nya sendiri, dan orang yang dapat menyerap bentuk di loaf dirinya, ia telah mencapai Kebebasan yang kedua.
Oi waktu seorang melihat keindahan, ia menyadari keindahan itu, ia telah mencapai Kebebasan yang ketiga.
Dengan mengatasi semua penyerapan dari materi dengan lenyapnya semua penyerapan dari reaksi terhadap perasaan, dan dengan tidak memperhatikan segala macam penyerapan-penyerapan lainnya, orang lalu menjadi sadar dan mencapai kebebasan serra berdiam di dalam keadaan ruang yang tak terbatas berarti ia telah mencapai Kebebasan yang keempat.
Dengan mengatasi seluruh keadaan dan ruang yang tak terbatas, orang menjadi sadar dan mencapai kebebasan, serra berdiam di dalam keadaan kesadaran tak terbatas; berarti orang itu telah mencapai Kebebasan yang kelima.
- Dengan mengetahui seluruh keadaan ,dari kesadaran tak terbatas, orang menjadi sadar dan mencapai kebebasan serra berdiam di dalam keadaan kekosongan. lni berarti ia telah mencapai Kebebasan yang keenam.
Dengan mengatasi seluruh keadaan dari kekosongan, orang menjadi sadar dan mencapai kebebasan serra berdiam di dalam keadaan yang bukan penyerapan pun tidak bukan penyerapan, ini berarti ia telah mencapai Kebebasan yang ke tujuh.
Dengan mengatasi seluruh keadaan yang bukan penye¬rapan pun juga yang tidak bukan penyerapan, orang menoapai kebebasan dan berdiam di dalam penghentian dari seluruh penyerapan dan perasaan, ini berarti orang itu mencapai Kebebasan yang kedelapan. .
Ananda, inilah delapan Kebebasan itu."
GODAAN MARA. PADA WAKTU YANG LALU
34. "Ananda, pada suatu waktu ketika kami berdiam di Uruvela, di tepi sungai Neranjara, di bawah pabon beringin, sejenak sesudah aku mencapai Penerangan Sempurna, Mara si jahat, telah datang mendekati aku dan berdiri pada salah satu sisi, lalu berkata kepadaku: 'Kini, bhante, kiranya Sang Bhagava sudah sampai saatnya untuk mengakhiri kehidupannya, kiranya Sang Sugata akan segera wafat. Sebenarnya saatnya telah tiba. untuk Tathagata pari¬nibbana. '
35. Kemudian aku menjawab demikian: 'Aku tak akan mengakhiri hidupku, Mara, sebelum para bhikkhu dan bhikkhuni, para umat priya serta wanita, telah menjadi siswa-siswaku yang baik, yang sejati dan bijaksana, berdi¬siplin dan tertib, cerdas dan teflJelajar, sanggup memelihara ajaran dhamma, hidup sesuai dengan dhamma, taat pada pimpinan yang baik dan mengerti ucapan Sang Guru, dapat menerangkan, menghotbahkan, mengumumkan, menyusun, menafsirkannya, membahas dengan teliti dan menjelaskan¬nya, sehingga mereka semuanya dapat memberikan sang¬gahan apabila timbul pendapat-pendapat yang keliru, dapat memberi penjelasan dengan baik dan bijaksana, dan dapat menyampaikan dhamma yang penuh dengan keyakinan serta memberi kebebasan.
Mara, aku tak akan mengakhiri hidupku, sebelum kehi¬dupan suci yang akan kuajarkan dapat berhasil dengan baik dan sejahtera, terkenal, dan tersebar luas, sebelum ini diketahui dengan benar_benar oleh para dewa dan manusia. '
36. Ananda, dalam waktu enam hari ini di cetiya Capala, si jahat Mara, mendekati aku, berdiri pada salah satu sisi, dan berkata kepadaku demikian: 'Kini, bhante, para bhikkhu dan bhikkhuni, para umat pria dan wanita, telah menjadi siswa yang sejati Sang Bhagava, bijaksana, teratur baik, cerdas dan terpelajar, memelihara Dhamma hidup sesuai dengan Dhamma, taat pada pimpinan yang baik, dan telah mempelajari ucapan-ucapan Sang Guru, telah dapat menerangkan, mengkotbahkan, mengumumkan, menyusun, menerangk;an dengan seksama dan menjelaskan sehingga hila nanti ada pendapat yang keliru mereka akan dapat menyanggahnya dengan baik dan bijaksana dan mereka telah dapat mengkotbahkan Dhamma yang meya¬kinkan serra memberi mereka kebebasan.
Kini kehidupan suci yang diajarkan Sang Bhagava telah berhasil dengan baik, terkenal dan tersebar luas, juga telah dibabarkan dengan baik kepada para dewa dan manusia. Oleh karena itu, telah tiba saatnya bagi Sang Bhagava untuk mengakhiri hidupnya.
Biarlah Sang Bhagava segera wafat, karena sebenarnya telah tiba saatnya Yang Mulia parinibbana. '
37. 'Ananda, kemudian aku menjawab kepada si jahat Mara,itu demikian: 'Janganlah kau suIitkan dirimu, Mara, saar parinibbana Sang Tathagata pasti akan tiba. Ketahuilah bahwa tiga bulan lagi, Sang Tathagata akan mangkat-sirna¬wafat. '
Ananda, sebenarnya pada hari ini, di tempat nan suci ini, Sang Tathagata telah bertekad untuk melepaskan hidupnya. I
PERMOHONAN ANANDA
38. Mendengar ucapan-ucapan tersebut, Ananda lalu berkata kepada Sang Bhagava:: ,"Bhante, semoga Sang Bhagava selalu berada di dunia jini; Semogalah Yang Berbahagia tetap di sini sepanjang ma_a, demi kesejahte¬ra_m dan kebahagiaan manusia. Kasihanilah dunia demi kebaikan mahluk-mahluksemuanya dan demi kebahagiaan para dew a serta manusia. "
39. Sang Bhagava lalu menjawab demikian: "Cukup¬lab A,nanda, janganlah menahan Sang Tathagata, karena waktunya sudahlah terlamba_, untuk permintaan semacam itu. "
Tapi untuk kedua dan ketiga kalinya, Ananda memo¬bon kepada Sang Bhagava: "Bh_nte, semoga Sang Bhagava tetap berada di dunia ini, semoga Yang Berbahagia tetap di sini sepanjang masa; demi kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Kasihanilah donia, demi kebaikan semua mahluk dan kebahagiaan para dew a serra manusia"
Sang Bhagava lalu berkata: mempunyai keyakinan terhadap sejati dari Sang Tathagata?"
Ananda menjawab: "Bhante, kami sangat yakin. " "Ananda, kalau begitu, mengapa kamu mengganggu Sang Tathagata sampai tiga kali?"
"Ananda, apakah kamu buah basil Penerangan
4;0. Ananda menjawab: "Dari mulut Sang Tathagata sendiri kami telah mendengar: 'Barang siapa yang telah mengembangkan, mempraktekkan, menggunakan, memeli¬hara, menyelidiki dengan seksama dan menguasai empat iddhipada (dasar kekuatan batin), maka ia dapat mengguna¬kan iddhipada itu sebagai alar dan dasar dan hila ia ingin, ia dapat mempertahankan kehidupannya selama satu kappa atau selama sebagian kappa yang masih berlangsung.' Sekarang Sang Tathagata telah mempraktekkan dan mengembangkan iddhipada itu dengan sempurna, maka ia dapat dan hila ia ingin, ia dapat hidup selama satu kappa atau selama bagian dari kappa yang masih berlangsung."
"Ananda, apakah kamu mempercayainy'a?"
"Ya, kami mempercayainya, bhante." jawab Ananda. "Ananda, dengan demikian kesalahan ada padamu. Karena dalam hal ini kamu telah gagal memahami saran yang sederhana dan bermakna serra dorongan yang berarti yang diberikan oleh Sang Tathagata, maka seharusnya kamu tidak memohon 'beliau untuk tetap berada di sini. Jika pada waktu yang lalu kamu memohon seperti itu, untuk kedua kali Sang Tathagata mungkin menolaknya, tetapi untuk yang ketiga kalinya ia mungkinkan menyetujuinya. Ananda, oleh karena itu, kesalahan ada padamu, maka permoho¬nanmu sekarang adalah sia-sia."
4J. "Ananda, di Rajagaha, ketika kita sedang berdiam di puhcak Gijjhakuta, kami telah berkata kepadamu: 'Ananda, menyenangkan Rajagaha ini" menyenangkan pula puncak Gijjhakutii ini.. Barang siapa yang telah mengembangkan, memprak¬tekkan, menggunakan, memelihara, menyelidiki dengan seksama dan menguasai empat iddhipada (dasar kekuatan batin), maka ia dapat menggunakan iddhipada itu sebagai alat dan dasar, bila ia ingin, ia dapat mempertahankan kehidupannya selama satu kappa atau selama bagian dari kappa yang masih berlangsung. Tapi kamu tidak dapat memahami saran yang sederhana dan bermakna serta dorongan yang berarti yang diberikan oleh Sang athagata Ananda, oleh karena itu, kesalahan adalah padamu, maka permohonanmu sekarang adalah sia-sia."
42. "Begitu pula ketika kami berdiam di Gotama Nigrodha, Rajagaha ... di Corapapato, Rajagaha ... di goa Sattapanni pada lereng glinting Vebhara, Rajagaha ... di Kalasila pada lereng glinting Isigali, Rajagaha ... di hutan Sitavana dalam goa gung Sappasondika, rajagaha ... di Tapodarama, Rajagaha ... di Veluvana Kalandaka, Rajaga¬ha ... di Ambavana milik Jivaka, Rajagaha ... dan di taman rusa Maddakucchi, Rajagaha.
43. Ananda, pada tempat-tempat itu kami mengatakan: 'Menyenangkan Rajagaha ini dan menyenangkan senma tempat ini.
44. Barang siapa yang telah mengembangkan, mem¬praktekkan, menggunakan, memelihara, menyelidiki denganseksama dan menguasai empat iddhipada (dasar kekuatan batin), maka ia dapat menggunakan iddhipada itu sebagai alat dan dasar, bila ia ingin, ia dapat mempertahan¬kan kehidupannya selama satu kappa atau selama bagian dari kappa yang masih berlangsung. Tapi, kamu tidak memahami saran yang sederhana dan bermakna serta dorongan yang berarti yang diberikan oleh Sang Tathagata .. . . Ananda, oleh karena itu, kesalahan ada padamu, maka permohonanmu sekarang adalah sia-sia. "
45-47. "Oemikian pula di Vesali, pada waktu tertentu Sang Tathagata telah berkata kepadamu: 'Ananda, menye¬nangkan sekali Vesali ini, menyenangkan Cetiya Udena, Gotamaka, Sattamba, Bakuputta, Sarandana dan Capala. '
'Barang siapa yang telah mengembangkan, mempraktek¬kan, mempergunakan, meneguhkan, memelihara, menyeli¬diki dan menyempurnakan empat dasar kekuatan balin, jika ia menghendaki; ia ctapat tetap hidup di sini sepanjang masa, atau sampai akhir dunia ini. "
Sang Tathagata telah melakukan hal itu. Oleh karena itu Sang Tathagata, apabila menghendakinya, dapatlah tetap berada di sini sepanjang masa atau sampai di akhir dunia ini."
Ananda, tapi kau tak dapat memahami saran yang sederha¬na dan bermakna serta dorongan yang berarti yang diberi¬kan oleh Sang Tathagata, maka seharusnya kau tidak memohon beliau untuk tetap berada di sini. J ika pada waktu yang lalu kamu memohon seperti itu, untuk kedua kali Sang Tathagata mungkin menolaknya, tetapi untuk ketiga kalinya la mungkin akan menyetujuinya. Ananda, oleh karena itu. kesalahan ada namamu sekarang adalah sia-sia. "
48. "Ananda, lagi pula apakah kami bel urn pernah mengajarkan bahwa sejak permulaan bahwa segal a sesuatu yang disenangi atau dicintai mesti akan berubah, berpisah dan berjauhan? Segala sesuatu yang tirnbul menjadi atau lahir terwujud di dalam perpaduan, dicengkeram oleh kelapukan, bagaimana orang akan dapat berkata: 'Semoga ini tidak menjadi hancur.' Hal itu tak mungkin dapat terja¬di. Oalam hal ini, yang telah diselesaikan oleh Sang Tatha¬gata, dan hal ini yang telah dilepaskan, dibuang, ditinggal¬kan dan ditolak beliau yaitu keinginan untuk hidup. Kata¬kat a Sang Tathagata yang telah diucapkan satu untuk semuanya: 'Lama sebelum parinibbana Sang Tathagata akan wafat. Oemikianlah, bahwa Sang Tathagata akan menarik kata-kata yang telah diucapkannya untuk menerus¬kan kehidupannya adalah suatu hal yang tidak mungkin. '
"Ananda, marilah kita pergi ke Kutagara Sala di Mahayana. "
"Baiklah, bhante," jawab Ananda.
NASEHAT YANG TERAKHIR
49. Kemudian Sang Bahagava dengan diiringi oleh Ananda pergi ke Kutagara Sala, di Mahayana. Oi sana beliau berka¬ta kepada Ananda: "Ananda, sekarang pergilah dan him¬punlah para bhikkhu yang tinggal di sekitar Vesali di ruang dhammasala. " "Baiklah, bhante," jawab Ananda dan ia memanggi! para bhikkhu yang berdiam di sekitar Vesali dan menghim¬pun mereka di ruangan Ohammasala. Kemudian, Sang Bhagaya sambi! berkata: "Bhante, bhikkhu Sangha telah berkumpul. Sekarang terserah kepada Sang Bhagaya. "
50. Demikianlah Sang Bhagava memasuki ruangan Dhammasala dan duduk pada tempat yang telah disediakan, lalu beliau menasehati para bhikkhu demikian: "Kini, para bhikkhu, kami katakan kepada kalian bahwa dham1l1a ini merupakan pengetahuan yang langwng, yang telah kuajar¬kankepada kalian semuanya. Seharusnya kalian mempela¬jari bellar-bellar, pelihara, kembangkan dan praktekkan, dengan berulang-ulailg. Dengan demikian kehidupan yang suci akan terwujud, dan semoga dapat berlangsung lama demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia, demi welas asih pada dunia ini, untuk kebahagiaan semua, kemakmuran dan kesejahteraan para dewa dan manusia.
Para bhikkhu apakah sesungguhnya dhamma yang telah kuajarkan? Pelajaran itu meliputi keempat usaha yang bellar, keempat dasar kekuatan balin, kelima bakat balin, keenam kekuatan, ketujuh faktor penerangan sejati, dan jalan mulia berunsur delapan. Para bhikkhu, semua ini adalah dhamma yang merupakan pengetahuan yang lang¬sung yang telah kuajarkan kepada kalian yang seharusnya dipelajari sebaik-baiknya, dipelihara, dikembangkan, dan diamalkan berulang kali. Dengan demikian kehidupan suci itu akan dapat diwujudkan dan semoga hal itu semua b,er¬langsung lama demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manus'ia berdasarkan kasih sayang pada dunia ini, untuk kebaikan mahluk-mahluk dan kebahagiaan para dewa dan manUSla.
51. Lalu Sang Bhagava bersabda kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu, demikianlah, aku nasehati kalian bahwa segala sesuatu adalah mengalami perubahan dan kehan¬curan. Oleh karena itu berjuanglah dengan sungguh-sung¬glib. Saatnya Sang Tathagata parinibbana. Tiga bulan lagi Sang Tathagata aka a wafat. .
Setelah selesai mengucapkan kata-kata ini, Sang Sugata berkata lagi demikian : "Umurku kini telah menca¬pai puncaknya, jangka waktu hidupku sudah sampai. Perpi¬saban akan terjadi, aku akan pergi meninggalkan kalian, aku akan pergi sendiri. Tekunlah dengan sungguh-sungguh, para bhikkhu, dan hiduplah selalu dengan sadar. Jalankan kebajikan dan kehidupan yang suci. Dengan keteguhan hati yang tak tergoyangkan, jagalah pikiranmu. Barang siapa yang dapat menghayati dan mengamalkan Dhamma-Vinaya tak mengenal lelah akan dapat mengatasi lingkaran tumim¬bar lahir ini dan akan dapat mengakhiri semua penderitaan. "

BUKU II
BABI PANDANGAN SEPERTI GAJAH

I. Kemudian Sang Bhagava mempersiapkan diri untuk pindapatta (menerima dana makanan) di pagi hari. Sang Bhagava mengambil patta serta jubahnya lalu pergi ke Vesali. Sesudah mendapat dana dan selesai bersantap, Beliau kembali ke tempatnya. Beliau memandang ke Vesali dengan pandangan sebagai gajah (para Buddha, tidak menengok ke belakang,melainkan membalikkan badan Beliau, seperti lakunya para gajah) dan berkata kepada Ananda :. "Ananda inilah yang terakhir kalinya Sang Tathagata meninjau Vesali. Marilah Ananda kita pergi ke Bhadagama."
"Baiklah, bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava bersama sejumlah bhikkhu berdiam di Bhadagama.
EMPAT PEMBAGIAN DHAMMA YANG UTAMA
2. Sang Bhagava menasehati para bhikkhu: "Para bhikkhu, sebenarnya karena tidak mempunyai keyakinan, karena tidak adanya pengertian terhadap empat Dasar Utama, menyebabkan kita telah berkelana dalam kelahiran dan kematian yang tak putus-putusnya (Sam sara). Apakah keempat Dasar itu? Empat Dasar Utama itu adalah : kebajikan moral yang mulia (ariya sila), meditasi yang mulia (ariya samadhi), kebijaksanaan mulia (ariya panna) dan pembebasan yang mulia (ariya vimutti). Para bhikkhu, tetapi kini setelah kesemuanya kami sadari dan mengerti, lenyaplah keinginan untuk lahir kembali, maka padamlah segal a sesuatu yang menyebabkan terjadinya kelahiran kembali, sehingga tidak ada kelahiran barn lagi."
3. Selanjutnya Sang Bhagava berkata : "Kebajikan moral, meditasi, kebijaksanaan dan kebebasan telah dimilikinya. lnilah dhamma yang tiada taranya, yang telah dilaksanakan oleh Gotama. Dengan memahami semuanya itu, Sang Bhagava telah mengajarkan dhamma kepada para bhikkhu. Beliau adalah pembasmi dukkha, maha guru yang telah melihat dan yang selalu hidupnya sejahtera."
4. Di Bhadagama, Sang Bhagava sering memberi nasehat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan hila meditasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan hila kebijaksanaan dikembangkan berdasarkan meditasi(samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indera (kamasava), nafsu untuk 'menjadi' (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."
5 - 6. Setelah Sang Bhagava cukup lama berada di Bhadagama, Beliau bersabda kepada Ananda: "Marilah Ananda, kita pergi ke Hattigama bersama-sama dengan para bhikkhu." Demikianlah Sang Bhagava lama berdiam di Hattigama. Beliau lalu pergi ke Ambagama, kemudian ke Jambagama. Di setiap tempat ini Sang Bhagava sering memberi nasehat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebijaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan hila meditasi dikembangkan berdasarkan sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan hila kebijaksanaan dikembangkan berdasarkan meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dan kotoran batin seperti nafsu indera (kamasava), nafsu untuk 'menjadi' (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."
Setelah Sang Bhagava lama berdiam di Jambagama, beliau berkata kepada A'nanda : "Ananda, marilah kita pergi ke Bhoganagara."
"Baiklah, bhante," jawab Ananda. Demikianlah Sang Bhagava bersama
sejumlah bhikkhu tinggal di cetiya Ananda, di Bhoganagara.
EMP A T MACAM KEWIBA W AAN
7. Pada smitu hari Sang Bhagava menasehati para bhikkhu : "Para bhikkhu, sekarang kami akan menjelaskan tentang empat macam kewibawaan (mahapadesa), dengarkan dan perhatikan dengan seksama." "Baiklah, bhante," jawab para bhikkhu.
8. Seorang bhikkhu mungkin berkata : "Di depan dan dari mulut Sang Bhagava sendiri saya mendengar dan menerima pemyataan : "Ini dhamma, ini vinaya, ini ajaran Guru." Para bhikkhu, kata-kata yang diungkapkan oleh bhikkhu itu seharusmya tidak diterima dengan pujian atau pun celaan. Tanpa pujian dan celaan semua kata dan ungkapan itu haruslah dimengerti dengan baik dan dibandingkan dengan Sutta dan Vinaya. Bila setelah dibandingkan, kata-kata dan ungkapan itu tidak sesuai dengan Sutta dan Vinaya, maka kamu sekalian dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya itu bukan ucapan Sang Bhagava dan telah disalahmengerti oleh bhikkhu itu. Kamu sekalian harus meQ.-olak pemyataan itu. Tetapi,jikalau kata-kata dan ungkapan itu sesuai dengan Sutta dan V inaya, maka kamu sekalian dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya itu ucapan Sang Bhagava dan telah dimengerti dengan baik oleh bhikkhu itu. Ini harus diterima sebagai Mahapadesa pertama.
9. Seorang bhikkhu mungkin berkata : "Di tempat tertentu ada Sangha dengan para thera dan pemimpinya. Di depan Sangha itu saya mendengar dan menerima pemyataan : "Ini dhamma, ini vinaya, ini ajaran Guru." Para bhikkhu, kata-kata yang diungkapkan oleh bhikkhu itu seharusnya tidak diterima dengan pujian atau pun celaan Ini harus diterima sebagi Mahapadesa kedua.
10. Seorang bhikkhu mungkin berkata: "Di temp at tertentu ada banyak bhikkhu thera dalam Sangha yang telah banyak belajar, berkeyakinan sarna dengan para pendahulu, banyak mengetahui dhamma, vinaya dan menguasai matika (ikhtisar). Di depan para bhikkhu thera itu saya mendengar dan menerima pemyataan : "Ini dhamma, ini vinaya dan ini ajaran Guru." Para bhikkhu, kata-kata yang diungkapkan oleh bhikkhu itu seharusnya tidak diterima dengan pujian atau pun celaan Ini harus diterima sebagai Mahapadesa ketiga.
II. Seorang bhikkhu mungkin berkata: "Oi tempat tertentu ada seorang bhikkhu yang telah banyak belajar, berkeyakinan sarna dengan para pendahulu, banyak mengetahui dhamma, vinaya dan menguasai matika (iktisar). Oi depan bhikkhu tersebut saya mendengar dan menerima pemyataan: "Ini dhamma, ini vinaya dan ini ajaran Guru.'"
Para bhikkhu, kata-kata yang diungkapkan oleh bhikkhu itu seharusnya tidak diterima dengan pujian maupun celaan. Tanpa pujian dan celaan semua kata dan ungkapan itu hamslah dimengerti dengim baik dan dibandingkan dengan Sutta dan Vinaya. Bila setelah dibandingkan, kata-kata dan ungkapan itu tidak sesuai dengan Sutta dan Vinaya, maka kamu sekalian dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya itu bukan ucapan Sang Bhagava dan telah di salahmengerti oleh bhikkhu itu. Kamu sekalian hams menolak pernyataan itu. Tetapi, jikalau kata¬kata dan ungkapan itu sesuai dengan Sutta dan Vinaya, maka kamu sekalian dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya itu ucapan Sang Bhagava dan telah dimengerti dengan baik oleh bhikkhu itu. Ini harus diterima sebagai Mahapadesa keempat.
12. Juga di cetiya Ananda, Bhoganagara, Sang Bhagava sering memberi nasehat kepada para bhikkhu: "Ini adalah kebajikan moral (sila), ini adalah meditasi (samadhi) dan ini adalah kebUaksanaan (panna). Besar sekali pahala dan kemajuan hila I11editasi dikembangkan berdasarkan pada sila yang baik. Besar sekali pahala dan kemajuan hila kebijaksanaari dikembangkan berdasarkari meditasi (samadhi) yang baik. Batin yang dikembangkan berdasarkan pada kebijaksanaan yang baik akan bebas dari kotoran batin seperti nafsu indera (kamasava), nafsu untuk 'menjadi' (bhavasava) dan pandangan salah (ditthasava)."
13. Setelah Sang Bhagava lama berdiam di Bhoganagara, beliau berkata kepada Ananda: "Ananda, marilah kita pergi ke Pava."
"Baiklah, bhante," jawab Ananda. Oemikian Sang Bhagava tinggal di Pava bersama sejumlah besar bhikkhu dan tinggal di Ambavana milik Cunda, pandai besi.
SANTAPAN SANG BHAGAVA YANG TERAKHIR
14. Cunda pandai-besi, setelah mengetahui bahwa Sang Bhagava teIah tiba laluberkata: "Sang Bhagava, telah tiba di Pava dan berdiam di Ambavana milikku. "Cunda lalu menghadap Sang Bhagava, sesudah memberi hormat dengan khidmat kepada beliau, kemudian duduklah ia pada salah satu sisi. Sang Bhagava mengajarkan Cunda, pandai¬besi, tentang dhamma yang telah membangkitkan semangatnya dan menyebabkan hatinya sangat gembira IS. Kemudian Cunda berkata kepada Sang Bhagava: "Dapatkah kiranya Sang Bhagava menerima undangan kami untuk makan esok pagi bersama dengan para bhikkhu?" Sapg Buddha bersikap diam. Dengan sikapnya yang diam itu berarti Sang Bhagava menyetujui permohonan Cunda.
16. Karena telah yakin akan persetujuan Sang Bhagava itu. Maka Cunda, pandai-besi, berdiri dari tempat duduknya. Menghormat dengan khidmat kepada Sang Bhagava lalu mengundurkan diri meninggalkan beliau.
17. Cunda pandai-besi, sejak semalam telah membuat makanan yang keras serta yang lunak dan m8/kanan yang terdiri dari Sukara-maddava (jamur). Kemudian ia memberitahukan kepada kepada'Sang Bhagava: "Bhante, silahkan. Makanan telah,siap."
18. Pada waktu pagi Sang Bhagava menyiapkan diri, membawa patta dan jubah, pergi dengan para bhikkhu ke rumah Cunda. Di sana beliau duduk di temp at yang telah disediakan, dan berkata kepada Cunda: "Hidangan Sukaramaddava (jamur) yang telah saudara sedia¬kan, hidangkanlah itu untukku. Sedangkan makanan lain yang keras dan lunak, saudara dapat hidangkan kepada para bhikkhu."
"Baiklah, bhante," jawab Cunda. Sukaramaddava (jamur) yang telah disediakannya, dihidangkannya untuk Sang Bhagava, sedangkan makanan keras dan lunak lainnya dihidangkannya kepada para bhikkhu.
19. Sesudah itu Sang Bhagava berkata kepada Cunda: "Cl1nda, sisa-sisa Sukaramaddava yang masih tertinggal, tanamkanlah dalam sebuah lobang, karena kami lihat di dunia ini di antara para dewa, Mara, Brahmana, para samana atau Brahina, atau pun manusia, tidak ada seorang pun yang sanggup memakannya atau mencemakannya, kecuali Sang Tathgata sendiri."
Cunda menjawab: "Baiklah, bhante."
Demikianlah sisa Sukaramaddava yang tertinggal itu ditanamkannya dalam sebuah lobang.
Setelah itu ia kembali kepada Sang Bhagava memberi hormat dengan khidmat kepada beliau dan duduk pada salah satu sisi. Kemudian Sang Bhagava mengajarkan Cunda pandai-besi itu mengenai pelajaran yang membangkitkan semangat, yang berisi penerangan yang menggembirakan hatinya. Sesudah itu beliau bangun dari tempat duduknya pergi meninggalkan Cunda.
20. Sebenamya sesudah Sang Bhagava menyantap santapan yang dihidangkan oleh Cunda, pandai-besi itu, beliau telah diserang sakit perut yang sangat mengerikan. Beliau merasakan rasa sakit yang sangat parah dan hebat sekali. Tetapi Sang Bhagava dapat melawan rasa sakitnya dengan penuh kesadaran, pengertian dan dengan penuh ketenangan.
Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, marilah kita ke Kusinara. "
Ananda menjawab: "Baiklah, bhante."

"Kami telah mendengar: 'Ketika Sang Bhagava makan hidangan yang dihidangkan oleh Cunda, dengan ketabahan hati dan ketenangan beliau menahan penderitaan yang hebat. 'Hal ini terjadi karena Sang Bhagava makan Sukaramaddava (jamur) yang dihidangkan oleh Cunda. Tetapi dengan tenang dan tabah beliau berhasil menahan rasa sakit yang datang sekonyong-konyong itu. 'Marilah kita ke Kusinara,' kata beliau dengan penuh kesabaran."
21. Kini, dalam perjalanan itu Sang Bhagava tidak melalui jalan raya dan kemudian berhenti di bawah sebatang pohon. Beliau bersabda kepada Ananda: "Lipatlah jubah luarku empat kali Ananda dan letakkan di bawahku. Aku sangat letih, aku mati beristirahat sebentar." Baiklah, bhante," jawab Ananda dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Sang Bhagava.
22. Sang Buddha duduk pada tempat yang disediakan baginya. dan bersabda kepada Ananda: "Ananda tolonglah bawakan aku sedikit air, aku halls dan ingin minum."
Ananda menjawab: "Bhante, barn saja sejumlah lima ratus pedan telah menyeberangi sungai yang dangkal dibagian itu, dan roda-rodanya telah mengeruhkan air sungai ini. Sebaiknya kita pergi ke sungai Kakutha yang tidak jauh dari sini. Air sungai itu sangat jemih, sejl,lk dan belling. Sungai itu mudah dicapai dan letaknya sangat baik. Oi sana bhante dapat menghilangkan rasa halls dan menyegarkan tubuh.
23-24. Kemudian untuk kedua kalinya Sang Bhagava mengulangi permintaannya, tetapi Ananda menjawab seperti semula. Kemudian untuk ketiga kalinya Sang Bhagava bersabda: "Bawalah sedikit air, penuhi permintaanku Ananda, Aku amat halls dan ingin minum."
Lalu Ananda menjawab demikian : "Baiklah, bhante." Ananda mengambil mangkok ke sungai itu.
Air sungai yang dangkal yang telah dilalui oleh pedan-pedan sehingga aimya menjadi sangat keruh dan kotor. Tetapi sekonyong-konyong kotoran dalam air mengendap, air menjadi belling dan jemih. Oengan gembira Ananda lalu menghampirinya. .
25. Ananda berkata dalam hatinya: "Sungguh mengherankan dan luar biasa. Sebenamya semua ini terjadi tidak lain karena kemuliaan dan kekuatan Sang Tathagata."
Ananda lalu mengambil air itu dengan mangkok dan membawanya kepada Sang Bhagava sambil berkata: "Sunggu_ mengherankan dan luar biasa. Semuanya ini terjadi karena kekuatan dan kemuliaan Sang Tathagata. Air sungai yang dangkal itu yang telah dilalui olehpedan¬pedan, airnya menjadi keruh dan kotor. Tetapi ketika saya 1menghampirinya tiba-tiba kotorannya mengendap, menjadi belling dan sungguh menyenangkan. Bhante, silahkan minum." Sang Bhagava minum air itu.
PUKKUSA SUKU MALLA
26. Pada suatu hari ada seorang bemama Pukkusa, dari suku Mana, siswa dari Alara Kalama, lewat di situ dalam perjalanannya dari Kusinara ke Pavao
Ketika ia melihat Sang Bhagava sedang duduk di bawah sebatang P9hon, ia menghampirinya sambil memberi hormat dengan hidmat dan duduk di salah satu. sisi. Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagava. demikian:"Sungguh mengherankan dan sungguh luar biasa. Hanya dengan ketenangan batin bhante dapat melewati hidup di alam keduniawian ini."
27. Dikisahkan pada suatu ketika, Alara Kalama sedang mengadakan perjalanan. Kemudian ia duduk di pinggir jalan, di bawah sebatang pohon, untuk menghindari terik sinar matahari. "Pada waktu itu kebetulan, bhante, sejumlah besar pedan bahkan lima ratus pedan, melewati tempat itu satu demi satu. Kemudian, seorang yang turut dalam iring-iringan pedan itu yang berada di belakang, menghampiri Alara Kalama yang sedang duduk itu dan berkata kepadanya de_ikian : "Apakah tuan melihat sejumlah besar pedan yang lewat tadi di sini ?". Alara Kalama menjawabnya: "Saya tidak melihatnya sarna sekali." Tetapi suaranya, tentu tuan mendengarnya bukan ?" Saya sarna sekali tidak mendengamya." Orang itu lalu bertanya kepadanya : "Kalau demikian barangkali tuan sedang tertidur ?" Tidak saudara,-saya tidak tertidur." "Apakah tuan dalam keadaan sadar?" "Demikianlah saudara." Kemudian orang itu berkata:" Jadi tuan sedang terjaga dan sadar, tetapi tuan tidak melihat sejumlah pedan, bahkan lima ratus pedan yang melewati tuan satu demi satu dan tuan juga tidak mendengar suaranya. Mengapa jubah tuan ini sangat kotor dikotori debuT' Alara Kalama menjawab demikian: "Oemikianlah keadaannya saudara."
Setelah orang itu melihat kejadian tersebut lalu timbul pikiranya demikian: "Sungguh mengherankan dan sangat luar biasa ketenangan mereka yang telah dapat meninggalkan hidup keduniawian." Maka timbullah kepercayaannya yang besar terhadap Alara Kalama. Kemudian ia pergi melanjutkan perjalannya.
28. Kemudian Sang Bhagava berkata: "Pukkusa, bagaimana pendapatrnu? Yang mana yang lebih sukar untuk dikerjakan, yang lebih sukar untuk ditemui, seseorang yang sedang sadar dan terjaga yang tak melihat sejumlah besar pedan, bahkan lima ratus pedan, yang melewatinya satu demi satu, dan yang juga tidak mendengar suaranya. Kalau hal ini dibandingkan dengan seseorang yang sadar dan terjaga yang duduk di tengah-tengah hujan yang lebat disertai guntur menggelegar, halilintar menyambar dan petir bergemuruh, tetapi orang itu tidak melihat maupun mendengar suara halilintar yang menggeletar itu, bagaimana pendapatmu?"
29. "Bhante, tentu tidak sebanding, kelima ratus pedan, atau enam, tujuh, delapan, sembilan atau seribu bahkan beratus atau beribu-ribu pedan, kalau dibandingkan dengan kejadian ini."
30. "Pemah terjadi pada suatu ketika, Pukkusa, tatkala aku sedang di Atuma dan duduk di dalam sebuah kandang sapi di sana. Pada waktu itu terjadilah hujan lebat dengan guntur menggelegar, haIiIintar dan petir menggemuruh. Atas kejadian itu dua orang petani bersaudara mati dekat kandang itu bersama dengan empat ekor sapinya. Kemudian sejumlah orang berdatangan dari Atuma di tempat kejadian itu."
31. "Pukkusa, pada saat itu, saya keluar kandang itu sambil berjalan di depan pintu saya merenungkan sesuatu. Tiba-tiba seorang dari mereka itu datang menghampiri aku, sambi! memberi hormat dengan hidmat dan berdiri di samping."
32. Setelah itu aku bertanyakepadanya: "Mengapa banyak orang berkumpul ke mari?" Ia lalu menjawab: "Bhante, baru saja turun hujan yang sangat lebat dan guntur menggelegar, halilintar menyambar dan petir gemuruh. Oua orang petani bersaudara telah meninggal disambar

9"
petir di dekat kandang ini bersama empat ekor sari. Schab itulah oang-orang ini datang berkumpul ke mari, tetapi, di manakah Bhante berada tadi ?" "Sayaada di sini, saudara." "Kalau demikian apakah Bhante tidak tahu kejadian tadi ?" "Saya tak melihatnya,saudara." "Tetapi suaranya, Bhante tentu mendengarnya." "Saya juga tidak mendengamya." Kemudian orang itu bertanya kepadaku: "Kalau demikian, Bhante barangkali sedang tidur?" "Tidak saudara, saya tidak tidur." "Lalu apakah Bhante pada saat itu dalam keadaan sadar?"
Demikianlah adanya saudara. Kemudian orang itu berkata: "Jadi Bhante pada saat itu berada dalam keadaan sadar dan terjaga di tengah¬tengah hujan yang lebat, yang disertai guntur yang gemuruh suaranya. Sementara ada suara halilintar menyambar-nyambar dan suara petir menggelegar tetapi Bhante tidak melihat atau mendengamya?" Saya menjawab: "Tidak saudara."
33. Pukkusa berkata dalam hatinya : "Sungguh mengherankan dan sangat luar biasa, ketenangan mereka yang telah dapat membebaskan diri dari keduniawian."
Timbullah dalam dirinya kepercayaan yang amat besar kepada¬ku. Ia lalu menghormat dengan hidmat padaku dan kemudian ia mengundurkan diri.
34. Setelah beliau berkata demikian, Pukkusa dari suku Mala itu berkata kepada Sang Bhagava : "Kepercayaan kami, terhadap Alara Kalama sekarang telah lenyap bagaikan ditiup angin topan yang maha besar. Biarlah kepercayaanku kepadanya terbawa pergi oleh angin yang bertiup kencang luar biasa ini.
Sesungguhnya, Bhante adalah orang yang telah menegakkan kembali apa yang pemah tumbang atau mengeluarkan apa yang pemah tenggelam, atau menunjukkan jalan kepada seseorang yang telah tersesat atau menyalakan sebuah lampu di dalam kegelapan, sehingga mereka mempunyai mata dapat melihat. Disamping itu, Sang Bhagava telah mengajarkan Dhamma dengan berbagai cara. Karena itu perkenankanlah saya beriindung kepada Sang Bhagava, Dhamma dan Sangha. Semoga Sang Bhagava menerima saya sebagai siswa. Saya menyatakan beriindung kepada Sang Tiratana sampai akhir hidup saya."
35. Kemudian Pukkusa berkata kepada seorang pembantunya: "Berikanlah saya, dua perangkat jubah berwarna keemasan yang berkilauan yang dapat dikenakan sekarang." Orang itu menjawab : "Baiklah tuan."
Setelahjubah itu diberikan kepadanya, Pukkusa mempersembah¬kanya kepada Sang Bhagava sambil berkata: "Semoga Sang Bhagava sudi menerima persembahan jubah ini." Sang Bhagava menjawab : "Kuterima jubah ini sebuah saja Pukkusa, dan yang lainnya berikanlah kepada Ananda." "Baiklah, bhante."
Kemudian ia menyerahkan jubah itu sebuah kepada Sang Bhagava dan sebuah lagi kepada Ananda.
36. Setelah itu Sang Bhagava mengajarkan Dhamma kepada Pukkusa yang telah membangunkan semangatnya untuk mencapai penerangan dan yang sangat menggembirakan hatinya. Sesudah itu Pukkusa lalu bangun dari tempat duduknya dan memberi hormat dengan hidmat kepada Sang Bhagava lalu mengundurkan diri.
37. Segera setelah Pukkusa pergi Ananda lalu mengatur seperangkat jubah berwarna keemasan, yang berkilauan cahayanya dan kemudian mengenakannya, di badan Sang Bhagava. Tetapi ketikajubah itu telah dikenakan di badan Sang Bhagava, tiba-tiba jubah tersebut menjadi pudar wamanya dan sirna keindahannya.
Ananda lalu berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, sungguh mengherankan dan sangat luar biasa. Alangkah terang dan indah cahaya kulit tubuh Sang Tathagata. Jubah yang berwarna keemasan ini, yang berkilauan cahayanya, setelah bhante kenakan, cahayanya menjadi suram dan keindahannya sima."
"Ananda, memang demikianlah. Ada dua kejadian di mana tubuh Sang Tathagata nampak luar biasa terangnya dan bercahaya. Apakah kedua kejadian itu? Pada, malam Sang Tathagata mencapai Penerangan Sempurna yang tidak ada bandingannya dan pada malam Sang Tathagata sampai pada akhir kehidupanya, parinibbana, di mana tidak ada lagi un sur-un sur dan sisa keinginan. Tubuh Sang Tathagata nampak luar biasa bercahaya terang benderang.
38. "Ananda, malam ini pada saat-saat terakhir di kebun Sala milik suku Mala, di dekat Kusinara, di antara dua pabon Sala, Sang Tathagata akan mangkat, parinibbna. Karena itu marilah kita pergi ke sungai Kakuttha. Ananda menjawab : "Baiklah, bhante."
Dengan mengenakanjubah yang dipersembahkan oleh Pukkusa, jubah yang dijalin dengan benang emas, namun tubuh Sang Guru nampaknya lebih bercahaya dan indah sekali kelihatannya.
DI TEPI SUNGAI KAKUTTHA.
39. Kemudian Sang Bhagava pergi ke sungai Kakuttha bersama dengan sekumpulan para bhikkhu. Setelah tiba di tepi sungai itu, Sang Bhagava mandi. Setelah Sang Bhagava mandi, Beliau pergi ke Ambavana. Di tempat ini Beliau berkata kepada Cundaka: "Cundaka tolonglah lipat jubah luarku, lipatlah dalam empat lipatan lalu letakkan di bawah tubuhku. Aku merasa lelah dan ingin beristirahat sebentar." "Baiklah, bhante." Cundaka pun melipat jubah itu dalam empat kali lipatan dan meletakkannya di bawah tubuh Sang Buddha.
40. Sang Bhagava membaringkan tubuhnya pada sisi kanannya, dengan sikap seperti singa, dan meletakkan salah satu kakinya di alas kakinya yang satu lagi, dengan sikap demikian Beliau selalu tetap sadar, penuh perhatian dan setiap saat dapat bangun dengan mudah. Cundaka menempatkan dirinya di depan Sang Bhagava.
41. Sang Buddha pergi ke sungai Kakuttha yang aimya jemih sejuk menyegarkan. Beliau mandi untuk menyegarkan badannya yang lelah. Sang Buddha yang dihormati dalam semua alamo Setelah selesai mandi dan minum, Sang Buddha lalu berjalan meliwati para bhikkhu yang kemudian mengiringnya. Sang Guru Jagat kemudian pergi ke Ambavana untuk membicarakan dhamma. Di sana Beliau berkata kepada Cundaka, tolonglah lipat jubah luarku dalam empat lipatan, kemudian letakkan di bawah tubuhku.
Dengan segera Cundaka mengerjakannya dengan rapi. Sesuai dengan permintaan Sang Bhagava. Setelah itu Sang Bhagava berbaring di alas alas itu. Sedangkan Cundaka duduk di hadapannya.
MENGHILANGKAN PENYESALAN CUNDA
42. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda kemungkinan ada orang akan menyesali dan menyalahkan Cunda: pandai besi, dengan berkata: "Sungguh sial kau Cunda, karena perbuatan kamu, Sang Tathagata telah makan santapan untuk terakhir kalinya." Dalam hubungan ini Ananda, tuduhan terhadap Cunda itu dapatlah dijelaskan sebagai berikut: "Suatu rahmat bagimu, Cunda dan ini benar-benar suatu berkah, bahwasanya karena kamulah Sang Tathagata memperoleh makanan sebagai dana yang terakhir dan setelah itu Beliau mangkat. Hal ini saudara, aku telah mendengar sendiri, langsung dari Sang Bhagava yang menyatakan: "Ada dua macam makanan, yang mempunyai pahala, yang mempunyai nilai kebaikan yang sarna, yang melebihi nilai dari semua dana makanan yang lainnya. Dana manakah itu? Dana yang pertama adalah dana makanan yang pertama kalinya di makan oleh Sang Tathagata, setelah beliau mencapai penerangan sejati, dana ini tiada bandingannya. Dana yang kedua ialah dana makanan terakhir yang dimakan oleh Sang Tathagata sebelum beliau parinibbana, di mana semua unsur-unsur ikatan tidak akan timbul lagi. Maka perbuatan yang telah dilakukan saudara Cunda adalah berkah yang mengakibatkan panjang umur, rupawan, kesejahteraan, kemuliaan, akan lahir di alam sorga dan mendapat kedudukan yang tinggi." Demikianlah Ananda, kau jelaskan tentang diri Cunda pandai besi itu. 43. Sang Bhagava, karena mengerti masalah tersebut, lalu mengucapkan syair dengan hidmat:
Orang yang memberi kebajikannya berkahnya akan bertambah;
Orang yang dapat mengendalikan diri,tidak akan membenci;
Orang yang tekun dalam kebajikan terhindar dari kejahatan;
Dengan membuang nafsu dan kebencian serta kayalan ;
Maka ia akan mencapai ketenangan.
BAB II
TEMP A T PERISTIRAHA T AN TERAKHIR
I. Kemudian Sang Bhagava mengajak Ananda dengan berkata: "Ananda, marilah kita menyeberangi sungai ini dan bila kita tiba di Hirannavati, kita pergi ke hutan Sala di daerah suku MalIa, dekat Kusinara." "Baiklah, bhante,"jawab Ananda.
Demikianlah, Sang Bhagava bersama sejumlah besar bhikkhu menyeberang sungai, tiba di Hirannavati, pergi ke hutan Sala di daerah suku MalIa, dekat Kusinara. Setelah tiba, Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Ananda, to long sediakan tempat berbaring di antara pohon¬pohon Sala kern bar itu, saya ingin berbaring." "Baiklah, bhante," jawab Ananda. Ananda melaksanakan permintaan Sang Bhagava. Sang Bhagava rnernbaring diri pada sisi kanan dengan sikap bagaikan singa, rneletakkan salah satu kakinya pada kakinya yang lain. Dengan bersikap seperti ini, beliau tetap sadar dan waspada.
2. Pada saat itu tiba-tiba dua pohon Sala kembar itu berbunga walaupun bukan pada rnusirnnya untuk berbunga. Bunga-bunga itu jatuh bertaburan di atas tubuh Sang Tathagata, sebagai tanda penghormatan kepada beliau. Juga bunga surgawi serta serbuk cendana bertaburan dari angkasa ke tubuh Sang Bhagava. Bunga-bunga yang semerbak itu bertaburan di atas tubuh Sang Bhagava sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata. Suara nyanyian surgawi serta suara musik surgawi dengan lagu sangat rnerdu terdengar di angkasa, juga sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata.
3. Kernudian Sang Bhagava berkata kepada Ananda: "Anand a, pohon Sala kembar ini berbunga semerbak, rneskipun sekarang bukan rnusirnnya berbunga. Bunga-bunga jatuh berharnburan di atas tubuh Sang Tathagata sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata. Bunga surgawi serta serbuk cendana surgawi bertaburan dari angkasa ke tubuh Sang Bhagava sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata. Suara nyanyian surgawi serta suara rnusik surgawi dengan lagu sangat rnerdu terdengar di angkasa, juga sebagai penghormatan kepada Sang Tathagata.
Meskipun tidak mendapat penghormatan demikian, Sang Tathagata tetap dihormati, dimuliakan, dihargai, dipuja oleh semua orang dari semua tingkatan. Tetapi, siapa saja, apakah dia seorang bhikkhu, bhikkhuni, upasaka atau upasika yang berpegang pada Dhamma, hidup sesuai dengan Dhamma, berkelakuan baik sesuai dengan Dhamma, oleh mereka itu Sang Tathagata dihormati, dimuliakan, dihargai dan dipuja.
Ananda, oleh karena itu, berpeganglah pada Dhamma, hidup sesuai dengan Dhamma dan berkelakuan baik sesuai dengan Dhamma. Demikianlah caranya kamu melatih diri."
DUKA CITA PARA DEWA
4. Pada waktu itu Upavana sedang di hadapan Sang Bhagava, sambil mengipasi beliau.Kemudian Sang Bhagava menegurnya: "Bhikkhu, minggirlah, jangan berdiri di depan saya."
Ananda berpikir: "Upavana telah biasa melayani Sang Bhagava,sudah lama dan akrab dengan beliau. Abn tetapi pada saat terakhir ini sang Bhagava menegurnya. Apakah sebabnya,apakah alasannya sehingga Sang Bhagava menegur Upavana dengan berkata: "Bhikkhu, minggirlah, jangan berdiri di depan saya."
5. Ananda, kemudian menyatakan pendapatnya kepada Sang Bhagava. Sang Bhagava menjawab: "Ananda para dewa dari sepuluh ribu tata surra, hampir tidakada yang ketingalan, datang bersama¬sarna berkumpul di sini untuk menghadap Sang Tathagata.Sampai pada jarak duabelas yojana di sekeliling hutan Sala milik Suku MalIa di daerah Kusinara ini tak ada tempat seujung ram but pun yang kosong, semuanya terisi, penuh sesak ditempati oleh para dewa perkasa dan para dewa agung, semuanya mengeluh: 'Dari jauh datang kemari untuk menghadap Sang Tathagata. Karenajarang sekali di dunia ini muncul para Tathagata Arahat Samma Sambuddha. Sekarang pada hari ini,pada saat-saat terakhir dari malam ini, parinibbana Sang Tathagata akan segera tiba. Tetapi, pada saat ini,seorang bhikkhu yang berkekuatan besar, telah berdiri di muka Sang Bhagava, menghalangi pandangan kami, sehingga kami sekarang tak dapat melihat Sang Bhagava. Demikianlah Ananda, keluhan para dewa itu."
6. "Bhante, para dewa manakah yang dimaksudkan oleh Sang Bhagava?" tanya Ananda.
"Ananda, para dewa angkasa dan para dew a bumi yang masih cenderung pada kesenangan nafsu, dengan ram but kusut sambil mengangkat tangan, mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata: Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Sugata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru jagat parinibbana dan akan lenyap dari pandangan."
Tetapi para dewa yang telah terbebas dari hawa nafsu dengan penuh kesadaran dan pengertian yang benar, merenung: "Segala sesuatu adalah tidak kekal, bersifat sementara. Bagaimanakah yang akan terjadi, jika tidak terjadi demikian?'
KECEMASAN HA TI ANAND A
7. "Dahulu tiga bulan sesudah musim hujan para bhikkhu datang mengunjungi Sang Tathagata.Hal itu sungguh sangat menguntungkan dan berguna dapat diterima dan berkenalan dengan para bhikkhu yang terhormat itu. Bhikkhu itu datang untuk mendengarkan amanat Sang Tathagata dan untuk mengunjungi Beliau.Tetapi kalau nanti Sang Bhagava mangkat, kami tak akan memperoleh manfaat dan kegembiraan serupa itu lagi."
EMP A T TEMP A T UNTUK BERZIARAH.
8. "Ananda, ada empat tempat bagi seorang berbakti seharusnya pergi berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat. Oi manakah keempat tempat itu?
Ananda, tempat di mana Sang Tathagata dilahirkan, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.
Tempat di mana Sang Tathagata mencapai Penerangan Sempurna yang tiada taranya, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.
Tempat di mana Sang Tathagata memutarkan roda dhamma untuk pertama kali, adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah,menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat.
Tempat di mana Sang Tathagata meninggal (parinibbana), adalah tempat bagi seorang berbakti seharusnya berziarah, menyatakan sujudnya dengan perasaan hormat. Mereka yang berziarah ke tempat¬tern pat itu, apakah mereka itu para bhikkhu, para bhikkhuni, para upasaka atau para upasika merenungkan : ''OJ sinilah Sang Tathagata dilahirkan. Oi sinilah Sang Tathagata mencapai Penerangan Sempurna. OJ sinilah Sang Tathagata memutarkan roda dhamma untuk pertama kali. Oi sinilah Sang Tathagata meninggal (parinibbana)."
"Ananda, bagi mereka yang dengan keyakinan yang kuat melakukan ziarah ke tempat-tempat itu, maka setelah mereka meninggal dunia, mereka akan terlahir kembali di alam surga (sagga loka)."
9.Kemudian Ananda bertanya kepada Sang Bhagava: "Bhante, bagaimanakah seharusnya kita bersikap terhadap kaum wan ita?" "Jangan memandang mereka, Ananda." "Bhante, tetapi bagaimana kalau saya secara kebetulan memandang mereka?" "Janganlah berbicara dengan mereka Ananda." "Bhante,tetapi bagaimana kalau mereka berbicara kepada kami?"
"Ananda,seharusnya dalam menghadapi mereka, kamu selalu sadar dan terus memusatkan pikiranmu."
10. Ananda berkata: "Bhante, bagaimana caranya kami menghormati badan wadag Sang Tathagata?" "Janganlah menyusahkan dirimu Ananda, dengan menghormati badan wadag Sang Tathagata. Lebih baik kamu terus berjuang dan selalu belajar untuk kepentinganmu, untuk kebaikanmu. Janganlah mundur, rajin-rajinlah berlatih dan dengan keteguhan hati kembangkanlah kesadaranmu untuk kebaikanmu. Karena Ananda, terdapat ban yak muliawan bijaksana, Brahmana bijaksana, orang berkeIuarga yang berbudi luhur, yang telah berbakti kepada Sang Tathagata. Merekalah yang akan menyatakan rasa hormatnya dengan sewajarnya kepada badan wadag Sang Tathagata."
11. Kemudian Ananda berkata: "Tetapi bagaimana Yang Mulia cara mereka menghormati jenazah Sang Tathagata?" "Persis atau sarna Ananda, seperti kalian menghormati jenazah seorang raja Dunia (Cakkavati)." "Tetapi bagaimanakah,cara mereka untuk menghormati jenazah seorang raja Dunia?"
"Jenazah seorang Raja Dunia, mula-mula dibungkus dengan kain linen yang baru dan kemudiann diikat dengan kain wool katun dan dengan begitu ia dibalut dengan lima ratus lapisan kain linen dan lima ratus lapisan kain katun wool. Apabila itu sudah dikerjakan, maka jenazah Sang Raja Dunia itu, ditempatkan dalam sebuah peti pembuluh yang dicat meni, yang dimasukkan pula dalam peti pembuluh yang lain, kemudian ditempatkan di pembakaran jenazah yang dibangun dengan beraneka macam kayu-kayu yang wangi, dan dengan demikian jenazah Sang Raja Jagat itu lalu dibakar.Di persimpangan empat (perempatan) lalu dirikan stupa untuk raja jagat itu.
Demikianlah Ananda,yang seharusnya dilakukan kepada jenazah seorang Raja Dunia. Selanjutnya Ananda, seperti halnya denganjenazah dari Raja Dunia itu, demikian pula seharusnya dikerjakan terhadap badan wadag Sang Tathagata.Pada pertemuan empat jalan juga seharusnya didirikan stupa bagi Sang Tathagata.
Barang siapa yang membawa bunga-bunga,dupa kayu cendana, dan melakukan penghormatan di tempat itu pikiran mereka lalu menjadi tenang maka kebahagian dan kesenangan akan ada pada diri mereka dalam waktu yang lama."
12. "Ada empat macam manusia, Ananda, yang sepantasnya dibuatkan stopa. Yang manakah keempat macam manusia itu?" "Seorang Tathagata Arahat Samma Sambuddha pantas dibuatkan stopa, demikian pula seorang Pacceka Buddha, seorang siswa dari Tathagata dan seorang Raja Dunia.
Ananda, mengapa seorang Tathagata Arahat Samma Sambuddha itu pantas dibuatkan sebuah stopa? Sebab bilamana orang-orang melihat stopa dan merenung: '!ni adalah stopa Sang Bhagava Arahat Samma Sambuddha.' Hati para penganut itu akan menjadi tenang dan berbahagia, dengan ketenangan yang demikian serta pikiran yang penuh dengan kepercayaan pada semua itu, mereka pada penghancuran jasmaninya sesudah kematian akan tumimballahir dalam suatu keadaan yang penuh dengan kebahagian Surga. Demikian pula bila mereka merenungkan. "!ni adalah stopa dari Pacceka Buddha atau ini adalah stopa dari Siswa Sang Tathagata Arahat Samma Sam buddha, atau inilah stopa raja yang adil yang memerintah sesuai dengan Dhamma." Maka dengan perenungan ini, hati mereka akan menjadi tenang dan bahagia; dengan ketenangan demikian serta dengan penuh kepercayaan pada semua itu, mereka pada penghancuranjasmaninya, sesudah kematian, akan tumimbal lahir di suatu keadaan yang bahagia. Karena alasan¬alasan ini keempat macam manusia itu pantas dibuatkan sebuah stupa."
DUKA CIT A ANANDA
13. Sementara itu Ananda menuju vihara dan bersandar pada tiang pinto, ia menangis dan berkata : "Saya masih seorang siswa (savaka) dan masih harus berjuang untuk mencapai kesempumaan. Sungguh malang aku ini, Guru yang penuh kasih sayang padaku akan meninggal dunia."
Kemudian Sang Bhagava bertanya kepada para bhikkhu:"Para bhikkhu, di manakah Ananda?"
"Bhante, Ananda telah pergi ke vihara, bersandar pada tiang pintu, rnenagis dan berkata: 'Saya masih seorang siswa dan rnasih harus berjuang untuk mencapai kesernpumaan. Sungguh rnalang aku ini, Guru yang penuh kasih sayang padaku akan meninggal dunia.'"
Sang Bhagava menyuruh seorang bhikkhu untuk mernanggil Ananda dengan berkata : "Bhikkhu, katakanlah kepada Ananda bahwa Sang Guru memanggilnya." "Baiklah bhante," jawab bhikkhu itu.Bhikkhu itu pergi menjumpai Ananda dan mengatakan apa yang diperintahkan oleh Sang Bhagava. Kemudian Ananda pergi menemui Sang Bhagava, bersujud kepada Sang Bhagava dan menempatkan diri pada tempat yang tersedia.
14. Sang Bhagava lalu berkata kepada Ananda: "Ananda, cukuplah jangan bersedih,janganlah meratap, karena apakah kami belum cukup rnengajarkan pada waktu yang lalu bahwa sudah menjadi kodrat bahwa segal a sesuatu yang dekat kita, yang kita cintai pada suatu saat tentu akan berpisah dengan kita. Segal a sesuatu yang dilahirkan,menjadi makhluk, semua akan rnengalarni keadaan sarna yang akhimya akan di cengkram oleh kehancuran. Bagaimana kita dapat mengatakan, bahwa kita tidak akan berpisah? Sudah lama kamu melayani Sang Tathagata dengan cinta kasih dalam perbuatan, kata-kata dan pikiran, disertai dengan sopan santun serta menyenangkan. Juga dengan hati yang tulus ikhlas yang tak ada taranya, sungguh suatu kebaikan yang sangat besar telah karnu kerjakan, Ananda. Sekarang kamu harus berjuang terns dengan giat, akhirnya dengan segera kamu akan menjadi seorang yang bebas dari segala penderitaan."
UJIAN KEP ADA ANANDA.
15. Kemudian Sang Bhagava mengatakan kepada para bhikkhu demikian : "Para Buddha yang suci, yang milia sempuma dari waktu¬ waktu yang lampau, beliau itu juga mempunyai bhikkhu sebagai pelayan yang sangat tekun dan berbakti, seperti yang terlihat pada diri Ananda. Para bhikkhu,demikian pula halnya dengan para makhluk yang suci, para yang maha sempuma dari waktu yang akan datang".
"Para bhikkhu, Ananda adalah cakap dan jujur, karena ia menge¬tahui waktu yang tepat untuk para bhikkhu menghadap Sang Tathagata, dan waktu yang tepat untuk para bhikkhuni, waktu bagi laki serta wanita bias a, waktu bagi para Raja serta para patih negara, waktu bagi para guru aliran-aliran lain serta para pengikutnya untuk menghadap beliau."
16. "Para bhikkhu, pada diri Ananda terdapatlah empat sifat yang luar biasa dan jarang kita temui pada orang lain. Apakah keempat sifat itu? Apabila, serombongan bhikkhu berkunjung pada Ananda, mereka akan menjadi sangat gembira dapat bertemu.Apabiia ia kemudian bercakap-cakap dengan mereka mengenai Dhamma mereka akan menjadi senang akan pembicaraan itu, dan kalau ia berdiam diri maka mereka akan merasa kecewa. Begitulah apabila para bhikkhu, atau orang laki-laki serta wanita biasa berkunjung pada Ananda, mereka akan menjadi gembira,apabila ia berbicara pada mereka tentang Dhamma,mereka akan menjadi senang dan apabila ia berdiam diri mereka akan merasa kecewa.
"Para bhikkhu, pada diri seorang raja dunia terdapat sifat yang jarang ada dan utama. Apakah keempat sifat itu? Apabila,serombongan orang mulia berkunjung pada Raja Dunia itu, mereka menjadi gembira. Dan apabila ia berbicara, mereka menjadi senang oleh pembicaraannya; apabila berdiam diri mereka akan merasa kecewa. Begitu pula apabila serombongan brahmana, orang bias a, atau pertapa, berkunjung pada seorang Raja Dunia itu mereka akan mengalami keadaan yang demikian juga."
"Para bhikkhu, demikian pula halnya pada diri Ananda, terdapat keempat sifat yang jarang ada dan utama itu."
KEMEGAHAN KUSINARA P ADA W AKTU YANG LAMP AU
17. Ketika hal ini telah diucapkan, Ananda lalu berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, janganlah sampai terjadi, Sang Bhagava akan wafat di tempat ini, di daerah yang sederhana dan tidak ada peradananya, di tengah belantara, hampir di luar perbatasan dari propinsi, banyak kota besar, seperti Champa, Rajagaha, Savathi, Saketa, Kosambi dan Benares. Sebaiknya Sang Bhagava mengakhiri hidup beliau di salah satu kota terse but. Karena di dalam kota itu berdiam ban yak muliawan yang kaya dan para brahmana serta para keluarga yang merupakan para pengikut yang sangat berbakti kepada Sang Tathagata; mereka akan melakukan penghormatannya sebagaimana mestinya kepada Sang Tathagata."
"Janganlah berkata demikian, Ananda. Janganlah berkata: 'Tempat ini, adalah daerah yang tidak ada peradanannya di tengah belantara hampir di luar perbatasan propinsL'
18. Dahulu kala di tempat ini berdiam seorang Raja yang bemama Maha Sudassana, ia adalah seorang Raja seluruh dunia, seorang Raja yang adi!, seorang Pemenang dari seluruh bumi ini yang kerajaannya didirikan dengan penuh kemegahan, allan dan sentausa serta diber¬kahi dengan tujuh permata.
Raja Sudassana mendirikan istana di Kusinara ini, yang kemudian dinamakan Kusavati yang luasnya dua belas yojana dari timur ke barat dan dari utara ke selatan tujuh yojana. Sangat luas istana itu.
Megah sekali Kusavati itu, ibukota yang makmur dan penduduk¬nya sangat baik dan beradan. Penduduknya berkembang dengan cepat, dan berlimpah dengan bahan makanan. Persis sebagai istana para dewa, Alakamanda, yang luar biasa makmumya dan penghuninya baik sekali serta beradan, disertai para dew a serta dilimpahi sejumlah besar makanan. Begitulah ibukota kerajaan Kusavati yang kUDO itu.
Kota Kusavati, suasananya sangat ramai dan meriah, tiada hentinya siang dan malam orang bersuka ria, disertai sepuluh macam suara bunyi¬bunyian, suara terompet, gajah, ringkikan kuda, gemerincingnya kereta¬ kereta, suara kendang-tambur dan rebana, serta irama lagu-Iagu yang sangat merdu, diiringi tepuk tangan dan teriakan-teriakan yang nyaring, mengajak dengan berseru: "Mari makan, mari minum, mari bergembira, aye makanlah minumlah mari bergembira".
PARA SUKU MALLA
19. "Pergilah sekarang, Ananda, ke Kusinara dan umumkanlah kepada suku MalIa: 'Hari ini, para Vassetha, pada jam-jam terakhir malam ini, Parinibbana Sang Tathagata akan tiba. Kunjungi!ah, para Vassetha dan dekatilah beliau. Supaya jangan menyesal di belakang hari dan berkata dalam hati: 'Di daerah kamilah terjadi Parinibbana Sang Tathagata tetapi kami menyesal karena pada saat terakhir, tidak melihatnya.'"
"Baiklah, bhante" kemudian Ananda dengan membawa jubah serta patta, pergi ke Kusinara, dengan seorang kawannya.
20. Pad a saat itu suku MalIa sedang berkumpul dalam ruang persidangan, untuk merundingkan kepentingan umum. Ananda mendekati mereka lalu berkata: "Para Vassetha, hari ini pada saat-saat terakhir dari malam ini, Parinibbana Sang Tathagata akan tiba. Kunjungilah dekati!ah beliau.. Supaya jangan menyesal di kemudian hari, dengan berkata dalam hati: 'Di daerah kami!ah terjadi Parinibbana Sang Tathagata tetapi kami sangat menyesal karena pad a saat-saat terakhir, tidak dapat melihatnya.'
21. Ketika mereka mendengar Ananda mengucapkan kata-kata itu, suku MalIa beserta anak-anak, para isteri dan semua menantu-menantunya menjadi sangat sedih, berduka cita dan bersusah hati, ada di antaranya dengan ram but yang kusut, dan dengan menengadah menangis kesedihan sambi! menyebut-nyebut Beliau. Ada pula yang mambanting dirinya di atas tanah dan berguling-guling kian kemari sambi! meratap: "Terlalu cepatIah Sang Tathagata Parinibbana.Terlalu cepatIah Sang Sugata Parinibbana. Terlalu cepatIah Sang Guru Jagat lenyap dari pandangan,"
Dengan sedih dan penuh duka cita pergilah suku Malia itu beserta anak¬anak, isteri dan semua menantu menuju ke Hutan Sala, ke taman hiburan dari suku Malia itu, di mana bhikkhu Ananda berada.
22. Timbullah pikiran pada diri Ananda "Apabila saya mengijin¬kan suku Malia ini menyampaikan penghormatan kepada Sang Bhagava, satu demi satu, maka akan terlalu lama, waktu akan habig, dan malam akan menjadi fajar belum juga mereka semua dapat menghadap Sang Bhagava. Oleh karena itu biarlah aku membagi mereka menurut golongan-golongan, tiap keluarga dalam rombongan, dan dengan demikian mereka bersama-sama akan menghadap kepada Sang Bhagava. "Bhante, suku Malia dengan nama-nama ini beserta istri, anak-anak, para pelayan dan kawan-kawan, menghaturkan hormat mereka kepada Sang Bhagava."
Kemudian Ananda membagi-bagikan suku Malia itu menurut go longan, keluarga dijadikan satu rombongan, kemudian mereka dibawa menghadap kepada Sang Bhagava.
Dengan demikian maka Ananda telah dapat mengatur suku Malia dari Kusinara itu menghadap Sang Bhagava,dengan berombongan, tiap-tiap keluarga dalam satu rombongan, sehingga padajam pertama dari . malam itu, mereka dapat menghadapsemuanya.
ORANG TERAKHIR YANG DIT AHBISKAN
23. Ketika itu seorang petapa pengembara bemama Subhadda sedang berdiam di Kusinara. Subhadda, petapa yang pengembara itu mendengar kabar : "Hari ini, pada jam ketiga pada malam ini, Parinibbana Sang Gautama akan terjadi." Karena itu timbullah pikirannya: "Aku pemah mendengar dari para petapa yang tua-tua dan mulia, dari para guru, bahwa munculnya para Tathagata Arahat Samma Sambuddha, adalah kejadian yangjarang sekali di dunia. Pada hari ini, padajam-jam terakhir malam inijugaParinibbana Sang Gautama akan terjadi. Kini pada diriku ada suatu keragu-raguan dan dalam hal ini aku mempunyai kepercayaan pada petapa Gautama flu, ia akan dapat mengajarkan Dhamma kepadaku untuk menghilangkan keraguan¬raguanku."
24. Kemudian petapa pengembara Subhadda menuju ke Hutan Sala,taman hiburan milik Suku Malia flu, dan menemui Ananda, lalu menceritakan maksudnya kepada Ananda.Ia berkata kepada Ananda: "Kawan Ananda,alangkah baiknya bagi saya diperbolehkan menghadap petapa Gautama. "Tetapi Ananda menjawab; "Cukuplah kawan Subhadda, janganlah mengganggu Sang Tathagata. Sang Bhagava sedang payah." .
Meskipun begitu sampai pada permintaan ketiga kalinya petapa pengembara itu mengulangi lagi permohonannya, untuk kedua dan ketiga kalinya Ananda tetap menolaknya.
25. Sang Bhagava mendengar percakapan antara kedua orang flu, Jalu Beliau memanggil Ananda dan berkata: "Ananda, jangan menolak Subhadda. Perbolehkanlah ia menghadap Sang Tathagata, karena apa saja yang akan ditanyakan kepadaku hal itu demi kepentingan pengetahuan dan bukan sebagai suatu pelanggaran. Jawaban yang akan aku berikan kepadanya, ia siap un,tuk memahaminya."
Oleh karena itu Ananda berkata kepada petapa pengembara Subhadda: "Silahkanlah, kawan Subhadda, Sang Bhagava memperbolehkan saudara menghadap."
26. Kemudian petapa pengembara Subhadda itu, mendekati Sang . Bhagava dan menghormat dengan saran santun dan setelah flu, petapa pengembara Subhadda, duduk di salah satu sisi latH berkata kepada Sang Bhagava: "Yang Mulia Gautama, ada para petapa dan brahmana yang memimpin sejumlah besar siswa yang mempunyai banyak pengiring, yang memimpin perguruan-perguruan yang terkenal dan termasyur dan mendapat penghormatan yang tinggi oleh khalayak ramai,guru-guru demikian itu adalah seperti: Purana Kassapa, Makkhali Gosala, Ajita Kesakambali, Pakudha Kaccayana, Sanjaya Belatthiputta, Nigantha-Nataputta. Apakah mereka itu semuanya telah mencapai kebebasan,seperti yang dikatakan oleh orang-orang itu, atau apakah tak seorang dari mereka yang mencapai kebebasan atau apakah hanya beberapa saja telah mencapai, dan ya_g lainnya tidak?
"Cukuplah Subhadda. Biarkanlah apa yang dikatakan mereka, apakah semua dari mereka itu telah mencapai pembebasan, seperti yang disiarkan orang-orang itu, atau tidak ada seorangpun dari mereka itu yang mencapai kebebasan, atau hanya beberapa saja dari mereka itu yang mencapai kebebasan yang lain tidak. Hal itu tidak perlu dirundingkan.Kini, aku akan mengajarkan kebenaran kepadamu, Subhadda, dengar dan perhatikanlah bellar-bellar, aku akan berbicara."
"Baiklah, bhante," jawab Subhadda.Kemudian Sang Bhagava berkata:
RAUNGAN SANG SINGA
27. "Subhadda, dalam dhamma dan vinaya mana pun, jika tidak terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun tidak akan terdapat seorang petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Tetapi dalam dhamma dan vinaya yang mana pun, jika terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan, maka di sana pun akan terdapat petapa yang sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat. Kini,dalam dhamma dan vinaya yang kami ajarkan terdapat Jalan Mulia Berunsur Delapan itu, maka dengan sendirinya juga terdapat petapa-petapa sejati yang telah mencapai tingkat pertama, kedua, ketiga atau keempat.
Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiliki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat.
Subhadda, sejak kami berumur duapuluh sembilan tahun, kami telah meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencari kebaikan. Subhadda, kini telah lewat limapuluh satu tahun, dan sepanjang waktu itu,kami telah berkelana dalam suasana kebajikan dan kebenaran, waktu itu di uar tidak ada manusia suci. Juga tidak dari tingkat kedua, ketiga ataupun tingkat kesucian keempat. Ajaran guru-guru lainnya yang tidak memiJiki Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah kosong dan bukan petapa yang sejati. Subhadda, jika para bhikkhu ini hidup dengan baik menurut dhamma dan vinaya, maka dunia ini tidak akan kekosongan Arahat."
. 28. Ketika ha.l ini telah dikatakan oleh Sang Bhagava lalu petapa pengembara Subhadda,berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, luar biasa, sangat tepat dan sungguh luar biasa. Hal ini adalah ibarat orang yang menegakkan kembali sesuatu yang telah turn bang, atau rnernperlihatkan sesuatu yang telah tersernbunyi, atau rnenunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau rnenyalakan pelita dalam kegelapan, sehingga rnereka yang rnernpunyai rnata dapat rnelihat, di sarnping itu bahkan Sang Bhagava telah rnengutarakan Dharnrnanya dalam berbagai cara. Maka dengan ini, saya rnencari perlindungan pada Sang Bhagava, Dharnrna dan Sangha. Sernoga kiranya saya dapat diperkenankan oleh Sang Bhagava untuk rnernasuki Sangha, dan juga diperkenankan rnenerirna penabisan kebhikkhuan."
Subhadda, siapa saja yang dahulunya telah rnenjadi pengikut suatu ajaran yang lain, kalau ingin rnasuk dan ditabiskan rnenjadi bhikkhu, di dalarn dharnrna vinayayang kuajarkan ini, haruslah ia rnenernpuh masa percobaan lebih dahulu selama ernpat bulan. Kernudian pada akhir bulan yang keernpat itu, para rnahatera akan berkenan rnenerirnanya lalu ditabiskan menjadi seorang bhikkhu. Tetapi dalam hal ini aku sendiri dapat rnelihat perbedaan-perbedaan kesanggupan pribadi dari tiap-tiap _rang."
29. "Bhante, kalau dernikian, orang yang dahulunya telah rnenjadi pengikut suatu ajaran lain,kalau ingin rnasuk dan ditabiskan rnenjadi bhikkhu di dalarn dhamrna vinaya yang diajarkan oleh bhante ini,harus menernpuh rnasa percobaan lebih dahulu selarna ernpat bulan. Kernudian pada akhir bulan yang keernpat itu, rnaka para rnahathera berkenan akan rnenerimanya lalu ditabiskan menjadi seorang bhikkhu. Saya juga akan sanggup, rnenernpuh rnasa percobaan yang ernpat bulan. Pada akhir bulan yang keernpat itu, terserahlah pada kebijaksanaan para mahathera itu, berkenan menerima saya dan menabiskan menjadi seorang bhikkhu. "Tetapi ketika itu, Sang Bhagava memanggil Ananda, dan berkatakepadanya: "Ananda, kalau demikian izinkanlah Subhadda ini memasuki persaudaraan sebagai anggota Sangha." Ananda menjawab: "Baiklah, Bhante." .
30. Lalu petapa pengembara Subhadda itu berkata kepada Ananda: "Suatu keuntungan bagi Anda, sesungguhnya suatu berkah, bahwa di hadapan Sang Guru sendiri Anda telah diperkenankan menerima penabisan saya sebagai seorang siswa."
Oemikianlah telah terjadi, bahwa pertapa pengembara Subhadda telah diterima dan ditabiskan menjadi bhikkhu, di hadapan Sang Bhagava sendiri. Ia pun tekun, rajin dan sungguh-sungguh. Maka ia mencapai tujuan, sebagai orang yang dihormati,yang hidup berkelana, meninggalkan keduniawian, menuju kehidupan yang suci, dan setelah capai kebijaksanaan yang tinggi, ia hidup di dalam kesucian. Hancurlah belengu-belengu kelahiran, kehidupan suci telah tercapai, tak ada lagi. sesuatu yang harus dikerjakan, dan dalam kehidupan ini tak ada lagi sesuatu yang tertinggal. "Oemikianlah ia telah menyadarinya.
Bhikkhu, Subhadda menjadi salah seorang di antara para Arahat dan ia adalah siswa terakhir yang diterima Sang Bhagava.
BAB III
NASEHAT-NASEHAT TERAKHIR DARI SANG BHAGAVA
1. Kini Sang Bhagaya berkata kepada Ananda : "Ananda, ada kemungkinan bahwa beberapa di antara bhikkhu ini akan ada yang berpikir : "Berakhirlah kata-kata Sang Guru, kita tak mempunyai seorang guru lagi' tetapijanganlah sampai terjadi anggapan demikian, karena apa yang telah aku nyatakan dan ajarkan yaitu Dhamma itulah yang akan menjadi gurumu, apabila aku sudah wafat."
2. Ananda, sebagaimana pada saat ini para bhikkhu saling menegur satu dengan yang lainnya sebagai "AYuso", namun janganlah demikian apabila aku telah tidak ada.
Para bhikkhu yang lebih tua, bolehlah menegor kepada yang lebih muda dengan menyebut namanya, atau nama keluarganya, atau dengan sebutan ayuso, sedangkan bhikkhu yang lebih muda seharusnya berkata kepada yang lebih tua dengan sebutan "Bhante."
3. "Ananda, apabila dikehendaki Sangha dapat menghapus pera¬ turan-peraturan kecil (Khuddaka sikkhapada) setelah kami meninggal."
4. "Ananda, untuk bhikkhu Channa, setelah kami meninggal, kenakanlah hukuman brahma (brahma danda) kepadanya." "Bhante, tetapi apakah yang dimaksud dengan brahma danda itu?"
"Ananda, bhikkhu Channa dapat berkata apa saja yang diingin¬kannya, tetapi para bhikkhu tidak perlu bercakap-cakap dengan dia, tidak perlu menegur atau pun memperingatkannya."
5. Kemudian Sang Bhagaya berkata kepada para bhikkhu demi¬kian : "Para bhikkhu, ada kemungkinan bahwa salah seorang di antara kalian merasa ragu atau bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, jalannya atau pelaksaannya. Maka itu tanyakanlah sekarang, para bhikkhu. Janganlah sampai ada yang menyesal nanti di kemudian hari, dengan pikiran: "Takala Sang Guru berada di tengah¬tengah kami, berhadap-hadapan dengan kami,tetapi kami tidak berta¬nya apa-apa kepada beliau." Walaupun hal ini telah dikatakan, tetapi para bhikkhu itu tetap diam saja.
Kemudian diulangi lagi untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya Sang Bhagava berkata kepada mereka :"Ada kemungkinan, para bhikkhu, bahwa salah seorang di antara merasa ragu-ragu atau bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma dan Sangha, jalannya at au pelaksanaanya. Maka itu tanyakanlah sekarang, para bhikkhu. Janganlah sampai ada yang menyesal nanti di kemudian hari, dengan pikiran :"Tatkala Sang Guru masih ada di tengah-tengah kami, berhadap-hadapan dengan kami, tetapi kami tidak bertanya apa-apa kepada beliau."
"Untuk kedua dan ketiga kalinya para bhikkhu,karena kalian merasa hormat atau segall kepada Sang Guru, maka kalian tidak mati mengajukan pertanyaan-pertanyaan.Kalau begitu, baiklah kalian berunding bersama ternan-ternan lebih dulu, tentang apa yang akan ditanyakan dan kemudian salah satu di antaranya menjadi wakil untuk menanyakan pertanyaan itu kepada kami."
Tetapi para bhikkhu itu masih tetap diam saja.
6. Akhimya Ananda berkata kepada Sang Bhagava demikian :
"Bhante ,sungguh mengherankan, sangat luar biasa. Kami mempunyai keyakinan yang besar terhadap persaudaraan para bhikkhu ini, bahwa tak seorang bhikkhu pun yang merasa ragu-ragu atau bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma, Sangha, jalanya atau pun pelaksanaannya."
"Karena keyakinanlah Ananda, kamu berbicara begitu. Dalam hal ini Sang Tathagata mengetahui dengan pasti bahwa di antara persau-daraan para bhikkhu ini tiada seorang bhikkhu pun yang merasa ragu¬ragu dan bimbang terhadap Sang Buddha, Dhamma dan Sangha mengenai jalanya atau pelaksanaannya."
Ananda, karena di antara lima ratus bhikkhu ini, yang terendah pun adalah sotapanna,yang tak mungkin terlahir kembali di alam penderitaan, yang pasti akan mencapai penerangan sempuma (bodhi) di kemudian hari.
7. Kemudian Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu :"Para bhikkhu, perhatikanlah nasehat kami : 'Segala sesuatu adalah tidak kekal. Berusahalah dengan sungguh-sungguh.'" (Vaya dhamma sankhara, appamadena sampadetha).
Inilah kata-kata terakhir Sang Tathagata.
PARINIBBANA SANG BHAGAWA
8. Mula-mula Sang Bhagava memasuki Jharia pertama. Bangkit dari Thana pertama,beliau memasuki Jhana kedua. Bangkit dari Jhana kedua beliau memasuki Jhana ketiga. Bangkit dari Jhana ketiga, beliau memasuki Jhana keempat. Bangkit dari Jhana keempat,beliau memasuki keadaan Ruang Tak Terbatas. Bangkit dari keadaan Ruang Tak Terbatas, beliau memasuki keadaan Kesadaran Tak Terbatas.Bangkit dari keadaan Kesadaran Tak Terbatas, beliau memasuki keadaan Kekosongan. Bangkit dari keadaan kekosongan, beliau memasuki keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencerapan. Bangkit dari Keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencerapan, beliau memasuki Keadaan Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan.
Kemudian Ananda berkata demikian : "Anuruddha kiranya Sang
Bhagava telah mangkat."
"Tidak, saudara Ananda, Sang Bhagava belum mangkat, beliau
memasuki keadaan Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan."
9. Kemudian Sang Bhagava, bangkit dari keadaan Penghentian dari Pencerapan dan Perasaan, lalu kembali lagi memasuki keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencernaan. Bangkit dari keadaan Bukan Pencerapan maupun Tidak Bukan Pencerapan,beliau memasuki keadaan Kekosongan, beliau memasuki keadaan Kesedaran Tak Terbatas. Bangkit dari Keadaan Kesadaran Tak Terbatas, beliau memasuki keadaan Ruang Tak Terbatas.Ba_gkit dari keadaan Ruang Tak Terbatas,beliau memasuki Thana keempat. Bangkit dari Thana keempat, beliau memasuki Jhana ketiga. Bangkit dari Jhana ketiga, beliau memasuki Jhana kedua.Bangkit dari Jhana kedua, beliau memasuki Thana pertama.
Bangkit dari Jhana pertama, beliau memasuki Jhana kedua. Bangkit dari Jhana kedua, beliau memasuki Jhana ketiga. Bangkit dari Jhana ketiga, beliau memasuki Thana keempat. Dan bangkit dari Thana keempat, lalu mangkatlah, Sang Bhagava - Parinibbana.
Oemikianlah ketika Sang Bhagava telah Parinibbana, tepat bersamaan dengan saat parinibbananya, maka terjadilah gempa bumi yang sangat dahsyat, menakutkan, mengerikan, dan mengejutkan disertai halilintar sambar-menyambar di angkasa.
Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, dewa Brahma Sahampati mengucapkan syair ini:
Mereka semua, semua makhluk hidup akan melepaskan bentuk kehidupan mereka kelompok batin dan jasmani.
Walaupun Ia seorang Guru Jagat seperti beliau, yang tiada taranya,
yang perkasa Tathagata Sambuddha Parinibbanajuga.
Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, dewa Sakka, raja para dewa,mengucapkan syair ini:
"Segala yang berbentuk tidak kekal adanya, bersifat timbul dan tenggelam,
Setela:h timbul akan hancur dan lenyap,
Bahagia timbul setelah gelisah lenyap."
Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, bhikkhu Anuruddha mengucapkan syair ini:
Tanpa menggerakan napas, namun dengan keteguhan batin,bebas dari keinginan dan segala ikatan, demikianlah Sang Bijaksana mengakhiri hidupnya.
Walaupun menghadapi saat maul, beliau tak gentar, batinnya tetap tenang.
Bagaikan padamnya nyala lampu'
Beliau mencapai kebebasan.
Ketika Sang Bhagava parinibbana, pada saat parinibbana itu, Ananda mengucapkan syair ini:
"Maka terjadilah kegemparan sehingga buIll roma berdiri, ketika
Sang Buddha parinibbana."
Oemikianlah, ketika Sang Bhagava meninggal, beberapa bhikkhu yang belum melenyapkan kesenangan napsu dengan mengangkat tangan mereka menagis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke marL Mereka meratap sambil berkata:"Terialu cepat SangTathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru jfgat parinibbana dan lenyap dari pandangan."
Tetapi para bhikkhu yang telah bebas dari hawa nafsu dengan penuh kesadaran dan pengertian yang bellar, merenung dalam batin: "Segala sesuatu adalah tidak kekal, bersifat sementara. Bagaimanakah yang akan terjadi, jika tidak terjadi demikian?'
II. Kemudian bhikkhu Anurudha berkata kepada para bhikkhu: "Cukuplah para avuso! Janganlah berduka cita, janganlah meratap ! Karena bukankah Sang Bhagava dahulu telah menyatakan bahwa segal a sesuatu yang disayangi dan yang dicintai itu tidaklah kekal, pastilah ada perobahan, pergeseran serta perpisahan ? Apa yang timbul dalam perwujudan, kelahiran sebagai makhluk dalam bentuk yang berpaduan itu,pasti akan mengalami kelapukan; maka tal ini tidak lenyap.Para dewajuga sangat berduka cita."
"Tetapi, para dewa manakah yang disadarkan oleh bhante?" tanya Ananda.
"Ananda, para dewa angkasa dan bumi yang masih cenderung pada kesenangan nafsu, dengan rambut kusut sambi! mengangkat tangan, mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata : "Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru Jagat parinibbana dan akan lenyap dari pandangan."
"Tetapi para dewa yang telah bebas dari hawa nafsu, dengan penuh kesadaran dan pengertian yang benar,merenung: "Segala sesuatu adalah tidak kekal bersifat sementara.Bagaimanakah yang akan terjadi jika tidak demikian?"
12. Kini Anurudha dan Ananda selama satu malam suntuk memperbincangkan Dhamma.Kemudian Anurudha berkata kepada Ananda : "Ananda, sekarang pergilah ke Kusinara, umumkanlah kepada suku Malla :"Vasetha, ketahuilah bahwa Sang Bhagava telah mangkat.Sekarang terserahlah kepada saudara-saudara sekalian." "Baiklah bhante."
Lalu Ananda dengan seorang kawanya mempersiapkan diri sebelum tengah hari dan sambi! membawa patta serta jubahnya menuju ke Kusinara.
Pada saat itu suku Malia dari Kusinara sedang berkumpul dalam ruang persidangan untuk merundingkan soal itu juga. Takala Ananda menemui mereka, lalu mengumumkan :"Vasetha, ketahui!ah bahwa Sang Bhagava telah mangkatSekarang terserahlah kepada saudara-saudara sekalian."
Demikianlah, ketika mereka mendengar kata-kata Ananda, suku Malia dengan semua anak, istri, menantu mereka menjadi sedih, berduka cita dan sangat susah kelihatannya, ada di antara mereka dengan rambut yang kusut serta mengangkat tangan mereka menangis, mem¬banting diri di tanah sambi! berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata : "Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlalu cepat Sang Sugata parinibbana, terlalu cepat Sang Guru jagat parinibbana dan lenyap dari pandangan."
PENGHORMA T AN TERHADAP PENINGGALAN SANG BHAGA V A
13. Kemudian suku Malia dari Kusinara itu memerintahkan kepada orang-orangnya demikian : "Kumpu1kanlah sekarang semua wangi-wangian, bunga-bungaan dan para pemain musik dan apa saja yang ada di Kusinara ini. "Suku Malia dengan wewangian, bunga-bungaan dan para pemain musik, dengan membawa lima ratus perangkat pakaian, pergi ke hutan Sala, ke taman hiburan suku Malia, menuju tempat jenasah Sang Bhagava. Setelah sampai di sana,mereka lalu memberi hormat terhadap jenasah Sang Bhagava, serta menyajikan tari-tarian, nyanyi-nyanyian dan lagu kebaktian, serta mempersembahkan bunga¬bungaan, wangi-wangian dan segal a sesuatu yang dibawanya; lalu mereka mendirikan kemah-kemah dan kubu-kubu untuk bemaung selama mereka ada di sana, melakukan upacara penghormatan terhadap jenasah Sang Bhagava itu. Kemudian mereka berq,pding: "Kini matahari sudah tinggi, hari sudah siang, sudah terlambat kiranya untuk memperabukan layon Sang Bhagava. Sebaiknya kita laksanakan pada hari-hari berikutnya saja."
Pad a hari-hari yang kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam mereka terus menerus mengadakan kebaktian dan peng-hormatan kepadajenasah Sang Bhagava dengan bermacam tari-tarian lagu-Iagu kebaktian diserta bunyi gamelan dengan musik dengan tak berhenti¬hentinya; di samping itu mereka menyajikan bunga-bunga, kembang rampai, wangi-wangian yang baunya harum semerbak meliputi seluruh tempat tersebut.
14. Tetapi pada hari ketujuh mereka lalu berunding : "Kita telah melakukan upacara kebaktian dan penghormatan terhadap jenasah Sang Bhagava dengan tari-tarian, nyanyi-nyanyian, lagu-lagu kebaktian disertai gamelan dan musik keagamaan; menyajikan segal a macam kembang serta wangi-wangian dan melakukan puja-bakti untuk menghormati jenasah Sang Bhagava.Sekarang marilah kita, meng¬angkat dan mengusung jenasah beliau ke arah selatan, dan di sana di sebelah selatan kota kita melakukan perabuanjenasah Sang Bhagava."
Kemudian delapan orang suku Malla dari keluarga yang terkemuka, setelah mandi dan berkeramas dengan bersih serta mengenakan pakaian yang baru, dengan pikiran : "Kita akan mengangkat jenasah Sang Bhagava" mereka pun lalu berusaha mengerjakan hal itu, tetapi mereka tak dapat mengangkatnya.
Demikiaanlah diceritakan bahwa suku Malla itu bertanya kepada Anurudha demikian:"Bhante, karena apa dan apakah sebabnya, delapan orang dari suku Malla dari keluarga yang terkemuka ini,yang telah mandi dan berkeramasdengan bersih, s,erta mengenakan pakaian yang baru, dengan pikiran : "Kita akan mengangkatjenasah Sang Bhagava, lalu mereka berusaha melakukari hal itu tetapi mereka tidak dapat mengangkatnya?"
"Saudara-saudara Vasettha, ketahuilah bahwa kalian mempunyai sesuatu maksud tetapi para dew a pun mempunyai maksud yang lain."
15. "Bhante,apakah maksud para dewa itu?"
"Saudara-saudara Vasettha, maksud para dewa bahwa kalian telah Imelakukan upacara kebaktian penghormatan terhadap jenasah Sang Bhagava, dengan tari-tarian, nyanyi-nyanyian, lagu kebaktian disertai gamelan dan musik keagamaan; dan menyajikan segala macam kembang serta wangi-wangian dan melakukan puji-pujian untukmenghormati Sang Bhagava.Lalu berkata : "Marilah mengangkat dan ! mengusung jenasah beliau ke arah selatan; dan di sana,di sebelah selatan kota kita melakukan perabuan jenasah Sang Bhagava."
Vasettha, sedangkan maksud para dewa adalah: "Kita telah melakukan upacara kebaktian dan penghormatan terhadap jenasah Sang Bhagava dengan tari-tarian, nyanyi-nyanyian dan lagu dari surga serta musik dari surga; menyajikan segala macam kern bang serta wang i¬wangian dari surga, dan melakukan puja untuk rnenghorrnati jenasah Sang Bhagava. Sekarang rnarilah kita membawajenasah Sang Bhagava ke arah utara di sebelah utara kota dan setelah sarnpai di sana, dengan ! melalui pinto gerbang kita lalu menuju ke pusat kota; dan dari situ kita lalu menuju ke timor; dengan melalui pinto gerbang di timor lalu kita menuju ke Cetiya dari suku Malia, Makutta Bhandana, dan di sanalah kita perabukan jenasah Sang Bhagava."
"Bhante, kalau begitu, baiklah apa yang dikehendaki oleh para dewa itu, kita lakukan."
16. Dengan demikian seluruh Kusinara, di segala pelosok ditirnbuni penuh dengan bunga-bungaan Mandarawa; sarnpai setengah lutut. Demikian kebaktian dan penghorrnatan terhadap jenasah Sang Bhagava itu telah dilakukan oleh para dewa dan oleh suku Malia dari Kusinara. Dengan tari-tarian, lagu-lagu, musik; bunga-bungaan dan, wangi-wangian dari kedua pihak, dew a dan rnanusia, sernuanyai melakukan penghormatan, kebaktian serta pernujaan dengan hidmat II tulus ikhlas. Dengan hidmat dan tertib rnereka mengusungjenasah Sang Bhagava itu ke arah utara, ke bagian utara dari kota, dan sesudah rnelalui pinto gerbang utara, lalu menuju ke pusat kota, dan sesudah melewati pinto gerbang sebelah timor mereka menuju ke Cetiya dari suku Malia, Makuta-bhandhana, dan di sanalah jenasah Sang Bhagava dibaringkan.
17. Lalu suku MalIa dari Kusinara itu berkma kepada Ananda demikian : "Bagaimana seharusnya kita melakukan penghormatan dalam memperabukan jenasah Sang Bhagava?"
"Vasetha, sarna seperti cara menghormati jenasah seorang Raja Jagat."
"Tetapi bagaimanakah seharusnya kita berlaku untuk menghor¬ mati Raja Jagat itu?"
"Jenasah seorang Raja Jagat itu pertama-tama di bungkus seluruhnya dengan kain linen yang barn, dan kemudian dengan kain katun wool barn pula.
Sesudah itu dibungkus lagi seluruhnya dengan kain linen yang barn, dan lagi dengan kain katun wool yang telah diperrsiapkan. Dan begitulah selanjutnya dilakukan sampai lima ratus lapisan kain linen dan lima ratus kain katun wool. Setelah itu dikerjakan jenasah Raja Jagat dibaringkan dalam suatu peti dengan dicat meni,lalu di masukkan lagi ke dalam peti dengan dicat meni, dan suatu Pancaka (tempat perabuan) didirikan dari berbagai macam kayu wangi-wangian; di situlah jenasah seorang Raja Jagat diperabukan, dan pada perempatan (pertemuan empatjalan) didirikan sebuah SIDra bagi Raja Jagat itu. Demikianlah hal itu seharusnya dilaksanakan."
"Vasetha, demikianlah sarna seperti halnyajenasah seorang Raja Jagat begitu pula harus dilakukan pada jenasah Sang Tathagata. Dan barang siapa yang datang ke temp at itu membawa bunga-bungaan, atau dura, atau serbuk cendana dan melakukan kebaktian serta penghorma¬tan di sana mereka akan memperoleh kebahagian, untuk suatu waktu yang lama."
18. Kemudian suku MalIa memberi perintah kepada orang¬orangnya demikian : "Kumpulkanlah sekarang segal a kain katun wool yang barn dari suku MalIa. "Lalu suku MalIa dari Kusinara itu membungkus jenasah Sang Bhagava seluruhnya dengan kain linen barn, .lalu dengan kain katun wool yang telah disiapkan; dan demikian seterus¬nya sehingga lima ratus lapisan kain linen dan lima ratus lapisan kain katun wool. Setelah itu dikerjakan, mereka membaringkan jenasah Sang Bhagava di dalam sebuah peti dengan di cat meni yang ditaruh lagi di dalam sebuah peti yang di cat meni yang ditaruh lagi di dalam peti yang dicat meni lainnya, kemudian mereka mendirikan pancaka pembakaran yang dibuat dari segala macam kayu-kayuan wangi¬wangian dan di atas pancaka itulah jenasah Sang Bhagava ditempatkan.
19. Ketika itu Maha Kassapa sedang dalam perjaJanan dari Pava Kusinara, bersama serombongan besar para bhikkhu yang berjumlah sampai lima ratus orang. Oalam perjalanan itu, Maha Kassapa menepi dari jalan raya dan duduk di bawah sebatang pohon.
Oemikian, suku Ajivaka telah datang di tempat itu, dalam perjalanan ke Pava; dan ia membawa setangkai bunga Mandarawa dari Kusinara.Maha Kassapa melihat Ajivaka itu datang; ketika ia sudah dekat maka beliau berkata kepadanya : "Apakah anda mengetahui tentang Guru kita?"
"Ya, saya mengetahui bahwa hari ini adalah hari yang ketujuh dari wafatnya Pertapa Gotama. Oi sana kami telah m_mungut bunga Mandarava ini."
Mendengar jawaban itu, beberapa bhikkhu yang belum melenyapkan kesenangan napsu, mengangkat tangan mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari. Mereka meratap sambil berkata :"Terlalu cepat Sang Tathagata parinibbana, terlaJu cepat Sang Sugata parinibbana , terlalu cepat Sang Guru Jagat parinibbana dan lenyap dari pandangan. "Tetapi para bhikkhu yang telah bebas dari hawa napsu, dengan penuh kesadaran dan pengertjan yang benar, :
merenung: "Segala sesuatu adalah tidak kekal, bersifat sementara. !
Bagaimanakah yang akan terjadi, jika tidakterjadi demikian?" I
20. Ketika itu, seorang bemama Subhadda, yang telah mengundurkan diri dari keduniawian setelah umurnya lanjut. la pun terdapat di antara sekelompok bhikkhu itu, di mana ia berkata kepada mereka demikian : "Cukuplah saudara-saudara, janganlah berduka cita, janganlah meratap. Sekarang kita telah bebas dari petapa yang maha besar itu.Sudah terlalu lama, kita telah ditekan dengan kata-kata: 'Ini cocok bagimu, itu tidak baik bagimu. 'Sekarang kita akan dapat berbuat apa saja yang kita kehendaki, dan melepaskan apa yang kita tidak senangi,tidak ada yang akan melarangnya."

Tetapi Maha Kassapa menegur para bh'1kkhu :"Cukuplah, saudara-saudara ! Janganlah berduka cita, janganlah meratap ! Karena bukankah Sang Bhagava dahulu telah mengatakan bahwa segal a yang baik dan yang kita cintai pastilah akan mengalami perubahan, pergeseran, dan perpisahan?" Karena segal a sesuatu yang timbul menjadi wujud, terlahir dalam perpaduan bentuk-bentuk tertentu akan mengalami kelapukan; bagaimana seseorang dapat berkata : "Semoga ia tidak sampai pad a peleburannya."
21. Dikisahkan pada waktu itu, di tempat perabuan, tempat orang suku Malla asal dari keluarga yang berkemuka telah mandi dan
berkemas dengan bersih lalu mengenakan pakaian-pakaian yang baru dengan pikiran: "Kita akan menyalakan api perabuan Sang Bhagava itu. "Lalu mereka berusaha mengerjakan hal itu, tetapi mereka tak dapat. Setelah itu suku Malia berkata kepada Anuruddha demikian :"Bhante Anuruddha, mengapa keempat orang dari keIuarga yang terkemuka, yang telah mandi dan berkeramas dengan bersih serta mengenakan pakaian-pakaian bam mempunyai pikiran : "Kita akan menyalakan api perabuan Sang Bhagava. 'Mereka berusaha melakukan hal itu, tetapi tak dapat."
"Vasetha, kamu mempunyai satu maksud, tetapi para dewa mempunyai maksud lain." "Bhante, apakah maksud para dew a itu?"
"Maksud dari para dewa adalah demikian : "Bhikkhu Maha Kassapa sedang dalam perjalanan dari Pava ke Kusinara, bersama serombongan para bhikkhu, berjumlah sampai lima ratus orang. Jangan nyalakan api perabuan Sang Bhagava itu, sebelum bhikkhu Maha Kassapa tiba untuk menghormati jenasah Sang Bhagava."
"Kalau demikian, apa yang dikehendaki para dewa itu, biarkan¬lah terlaksana."
22. Kemudian rombongan Maha Kassapa tiba di tempat pancaka Sang Bhagava di Cetiya dari suku Mala, Makuta-bandhana, di Kusinara. Beliau lalu mengatur jubahnya pada salah satu bahunya, dan dengan tangan tercakup di muka, beliau menghormat Sang Bhagava; beliau berjaIan mengitari pancaka tiga kali, kemudian menghadap padajenasah Sang Bhagava, lalu beliau berlutut menghormat pada jenasah Sang Bhagava.Hal yang serupa itu,juga dilakukan oleh kelima ratus bhikkhu itu.
Oemikianlah setelah dilakukan penghormatan oleh Maha Kassapa beserta kelima ratus bhikkhu itu, maka di pancaka Sang Bhagava lalu terlihat api menyala dengan sendirinya dan membakar seluruhnya.
23. Oemikianlah terjadi tatkala jenazah Sang Bhagava mulai dibakar; yang mula-mula terbakar adalah kulitnya,jaring, daging, urat¬urat dan cairan-cairan semua itu tiada yang nampak, abu maupun bagian-bagiannya, hanya tulang-tulanglah yang tertinggal. Tepat sarna seperti lemak atau minyak kalau dibakar tidak meninggalkan bagian¬bagiannya atau debu-debunya, demikian pula dengan jenazah Sang Bhagava setelah terbakar, apa yang dinamakan kulit, jaringan, daging, urat-uratan serta cairan, tiada nampak debunya atau bagian-bagiannya, hanya tulang'-tulanglah yang tertinggal.Oari kelima ratus lapisan kain linen pembungkusnya, hanya dua yang tidak musnah, yaitu yang paling dalam dan yang paling luar.
Oemikianlah ketika jenazah Sang Bhagava telah habis terbakar, maka air seperti dicurahkan dari langit memadamkan api perabuan itu. Oari pohon Salajuga keluar air menyiramnya,suku Malia dari Kusinara juga membawa air yang telah diisi dengan berbagai wangi-wangian, dan merekajuga menyirami api perabuan Sang Bhagava itu.
Kemudian suku Malia dari Kusinara, mengambil relik (benda peninggalan) dari Sang Bhagava, lalu ditempatkan di tengah-tengah ruangan sidang mereka, yang kemudian dipagari sekelilingnya dengan anyaman tumbak-tumbak, lalu dilapisi lagi dengan pagar dari panah dan busur-busur.
Oi sanalah mereka mengadakan upacara puja bakti selama tujuh hari.Untuk menghormati relik Sang Bhagava dengan tari-tarian, nyanyian dan lagu-Iagu kebaktian, serta mempersembahkan bunga¬bungan dan wangi-wangian, melakukan puja bakti terhadap relik Sang Bhagava.
PEMBAGIAN RELlK-RELlK (BENDA-BENDA PENINGGALAN) SANG BHAGA V A.
24. Kemudian Raja Magadha, Ajatasattu, putera ratu Videhi, mendengar bahwa Sang Bhagava telah man_at di Kusinara. Ia mengirim utusan pada suku Malia di Kusinara dan menyatakan : "Dari kesatria asal Sang Bhagava; demikianlah pula saya. Karena itu saya sangat perlu untuk menerima sebagian dari relik Sang Bhagava. Untuk relik Sang Bhagava itu saya akan dirikan sebuah stupa; dan untuk menghormatinya saya akan mengadakan suatu kebaktian dan perayaan".
Orang Licchavi dari Vesali setelah mendengar bahwa Sang Bhagava telah wafat di Kusinara. Mereka lalu mengirim utusan pad a suku Malia di Kusinara dan mengatakan : "Dari Kesatria asal Sang Bhagava, demikianlah pula kami. Kami sangat perlu untuk menerima sebagian dari relik Sang Bhagava. Untuk relik Sang Bhagava itu kami akan mendirikan sebuah stupa.
Kami akan mengadakan perayaan dan kebaktian, untuk menghOimati beliau."
Suku Sakya dari Kapilavasthu juga setelah mendengar bahwa Sang Bhagava telah wafat di Kusinara. Maka mereka mengirim utusan kepada suku Malia dari Kusinara, dan menyatakan : "Sang Bhagava adalah keluarga kami. Berhargalah bagi kami untuk menerima sebagian dari relik Sang Bhagava. Untuk relik Sang Bhagava kami akan mendirikan sebuah stupa, dan untuk menghormati beliau, kami akan mengadakan perayaan dan kebaktian."
Suku Buli dari Allakappa mendengar pula bahwa Sang Bhagava telah wafat di Kusinara.Mereka mengirim utusan pada suku MalIa di Kusinara dan menyatakan : "Dari Kesatria Sang Bhagava, dan demikian pula kami. Berhargalah kami untuk menerima sebagian dari relik Sang Bhagava. Untuk relik Sang Bhagava itu kami akan mendirikan stupa, dan untuk menghormati beliau, kami akan mengadakan perayaan dan kebaktian."

Suku Koli dari Ramagama mendengar bahwa Sang Bhagava telah wafat di Kusinara.
Merekajuga mengirim suatu utusan pad a suku Malia di Kusinara, dan menyatakan : "Dari Kesatria asalnya Sang Bhagava, dan demikian pula kami. Berharga bagi kami untuk menerima sebagian dari relik Sang Bhagava. Untuk relik Sang Bhagava itu kami akan mendirikan stupa, dan untuk menghormati beliau kami akan mengadakan perayaan dan kebaktian."
"Brahmana Vethadipa mend en gar bahwa Sang Bhagava telah wafat di Kusinara. Ia mengirim suatu utusan pada suku Malia di Kusinara, dan menyatakan: "Dari Kesatria asalnya Sang Bhagava dan saya adalah seorang brahmana. Berharga bagi saya untuk menerima sebagian dari relik Sang Bhagava. Untuk relik Sang Bhagava itu, saya akan mendirikan sebuah stupa, dan untuk menghormati beliau, saya akan mengadakan perayaan dan kebaktian."
Suku Malia dari Pava mendengar bahwa Sang Bhagava, telah wafat di Kusinara, dan mereka mengirim suatu utusan pada suku Malia di Kusinara dan menyatakan : "Dari kesatria asalnya Sang Bhagava, dan demikian pulalah kami. Berharga bagi kami untuk menerima sebagian dari relik Sang Bhagava. Untuk relik Sang Bhagava, kami akan mendirikan sebuah stupa, dan sebagai penghormatan, kami akan mengadakan perayaan kebaktian.
25. Tetapi ketika mereka menerima pernyataan-pernyataan ini, suku Malia di Kusinara, mengadakan sidang dan menyatakan dell ikian : "Di kola kitalah Sang Bhagava telah wafat. Kita yang berhak semua relik dari Sang Bhagava. "Kemudian Brahmana Dona berkata kepada sidang dengan rangkaian sajak sebagai berikut :
"Wahai saudara-saudara dengarlah sepatah kala dariku, Sang Buddha, Maha Guru yang kita junjung tingggi, Telah mengajarkan, agar kita selalu bersabar, Sungguh tak layak,jika timbul ketegangan nanti, Timbul perkelahian, peperangan karena
Relik dari beliau, manusia Agung yang tak ternilai, Marilah kita bersama, wahai para hadirin,
Dalam suasana persaudaraan yang rukun dan damai,
Membagi menjadi delapan, peninggalan yang suci ini,
Sehingga setiap penjuru, jauh tersebar di sana sini,
Terdapat stopa-stopa yang megah menjulang tinggi,
Dan jika melihat semua itu, Ialu timbul dalam sanubari,
Suatu keyakinan yang teguh terhadap beliau."
"Kalau begitu baiklah, Brahmana.S1iahkan Brahmana membagi relik itu dalam ke delapan bagian." "Brahmana Dona berkata kepada sidang: "Baiklah para hadirin."
Kemudian dia membagi dengan adil, dalam delapan bagian yang sama,semua peninggalan Sang Bhagava itu. Setelah selesai membagi itu,ia berkata kepada sidang demikian : "Biarlah tempayan ini, saudara¬saudara berikan kepadaku. "Untuk tempayan ini akan kudirikan sebuah stopa, dan sebagai penghormatan, aku akan mengadakan perayaan dan kebaktian. "Tempayan itu lalu diberikan kepada Brahmana Dona.
26. Kemudian suku Moriya dari Pippalivana mengetahui bahwa Sang Bhagava telah wafat di Kusinara.
Mereka mengirim suatu utusan pada kaum Malia dari Kusinara, dan menyatakan : "Dari kesatria asalnya Sang Bhagava, dan demikian jugalah kami. Berharga bagi kami untuk menerima sebagian dari relik Sang Bhagava. Untuk relik Sang Bhagava kami akan mendirikan sebuah stopa, dan sebagai penghormatan, kami akan mengadakan perayaan dan kebaktian."
Tetapi oleh karena relik sudah habis terbagi, maka ia dianjurkan demikian: "Tidak ada bagian dari relik Sang Bhagava yang masih tertinggal lagi. Sudah terbagi habis relik Sang Bhagava itu. Tetapi saudara dapat mengambil abu-abu dari peninggalan Sang Bhagava." Mereka mengambil abu-abu dari Sang Bhagava, lalu dibawa pulang ke kotanya.
27. Kemudian raja dari Magadha, Ajatasattu, putera dari ratu Videhi, mendirikan sebuah stopa untuk relik Sang Bhagava, di Rajagaha, dan sebagai penghormatan diadakannya suatu perayaan dan kebaktian.
Orang Licchavi dari Vesali mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Vesali, dan sebagai penghormatan, diadakannya suatu perayaan dan kebaktian.
Suku Sakya dari Kapilavasthu mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Kapilavasthu, dan sebagai penghormatan, diadakan suatu perayaan dan kebaktian.
Suku Buli dari Allakappa mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Allakappa, dan sebagai penghormatan, diadakan suatu perayaan dan kebaktian.
Suku Koli dari Ramagama telah mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Vethadipa, dan sebagai penghormatan, diada-kannya suatu perayaan dan kebaktian.
Kaum Malia dari Pava telah mendirikan sebuah stupa untuk relik Sang Bhagava di Pava dan sebagai penghormatan, diadakannya suatu perayaan dan kebaktian.
Brahmana Dona telah mendirikan sebuah stupa untuk iempayan (bekas tempat relik Sang Bhagava), dan sebagai penghormatan, diada¬kannya suatu perayaan dan kebaktian.
Suku Moriya dari Pipphalivana mendirikan sebuah stupa untuk abu Sang Bhagava di Pipphalivana, dan sebagai penghormatan, diadakannya suatu perayaan dan kebaktian.
Demikian maka terdapat delapan stupa untuk relik Sang Bhagava dan stupa yang kesembilan untuk tempayan dan stupa yang kesepuluh untuk abu Sang Bhagava.
Demikianlah telah terjadi pada waktu yang lalu.
28. Terbagi delapan relik Sang Bhagava. Beliau Yang Maha Tahu, kembangnya manusia, Tujuh bagian, di Jambudipa dipuja orang,
Satu bagian,di Ramagama,
Dipuja oleh raja naga,
Sebuah gigi dipuja di surga Tavatimsa. Sebuah gigi lagi dipuja di Kalingga
oleh raja naga.
Karena pancaran cinta kasih yang tak terbatas, Tanah air ini mendapat berkah yang melimpah.
Karena itu relik-relik beliau dijaga dengan baik,oleh mereka yang turut memujanya,para dewa, para naga dan oleh manusia bijaksana.
Beliaulah yang paling tinggi dipuja.
Maka itu hormatilah dia dengan anjali, karena sungguh sulit adanya, mungkin ratusan Kappa bel urn tentu berternu dengan seorang Buddha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar