Selasa, 16 Maret 2010

SAKKA PAÑHA SUTTA

SAKKA PAÑHA SUTTA

Demikianlah telah ku dengar:
1. 'Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di Ambasanda, Brahmanagama, di kerajaan Magadha yang terletak di sebelah timur Rajagaha. Beliau tinggal di gua lndasala, di gunung Vediya yang terletak di sebelah utara kampung.
Pada saat itu, suatu keinginan muncul dalam diri raja dewa Sakka untuk mengunjungi Sang Bhagava, dan pikiran sebagai berikut muncul dalam dirinya: "Di manakah Sang Bhagava Arahat samma Sambuddha berada?" Dewa Sakka melihat bahwa beliau berada di gua lndasala, di gunung Vediya di sebelah utara Ambasanda, Brahmanagama di kerajaan Magadha yang teletak di sebelah timur Ragajaha. Setelah ia melihat hat tersebut, ia berkata kepada para dewa Tavatimsa:
"Saudara-saudara, Sang Bhagava berada di gua lndasala, di gunung Vediya di sebelah utara Ambasanda, Brahmanagama, di kerajaan Maghadha yang terletak di sebelah timur Rajagaha. Marilah kita mengunjungi Sang Bhagava Arahat Sammasambuddha."
"Baiklah, "jawab para dewa Tavatimsa menyetujui.
2. Selanjutnya dewa Sakka berkata kepada Pañcasikha Gandhabba: "Pañcasikha, Sang Bhagava berada di gua lndasala, di gunung Vediya di sebelah utara Ambasanda, Brahmanagama, di kerajaan Magadha yang terletak di sebelah timur Rajagaha. Pañcasikha, marilah kita mengunjungi Sang Bhagava Arahat Sammasambuddha."
"Baiklah," Jawab Pañcasikka Gandhabba, lalu ia mengambil harpa kuning yang dibuat dari kayu Beluva, dan mengikuti raja dewa Sakka.
Demikianlah maka raja dewa Sakka, disertai oleh para dewa dari alam Tavatimsa dan Pañcasikha Gandhabba, lenyap dari alam surga, bagaikan seorang yang kuat merentangkan tangannya atau merapatkan tangannya telah terentang, mereka muncul dan berdiri di gunung Vediya di Magadha.
3 . Pada saat itu, gunung Vediya diliputi oleh cahaya gemilang, begitu juga dengan Ambasanda, Brahmanagama; demikianlah kekuatan dari para dewa sehingga penduduk desa-desa yang berada di sekitar gunung berkata: "Hari ini gunung Vediya terbakar! Hari ini gunung Vediya terbakar! Hari ini gunung Vediya terbakar! Mengapa gunung Vediya dan Ambasanda, Brahmanagama diliputi cahaya gemilang pada hari ini?" Mereka menjadi khawatir dan takut sekali.
Kemudian raja dewa Sakka berkata kepada Pañcasikha Gandhabba:
"Pañcasika Gandhabba, adalah sulit bagiku untuk menemui Tathagata bila beliau sedang bermeditasi dan berada dalam kebahagiaan yang penuh ketenangan. Sebaiknya anda lebih dahulu menemui Sang Bhagava, dan sesudah itu saya datang menemui dia yang Arahat Sammasambuddha.'
"Baiklah," jawab Pañcasikha Gandhabba menyetujuinya, lalu ia mengambil harpa kuning yang dibuat dari kayu beluva, dan ia pergi ke gua Indasala. Setelah tiba ia berpikir: "Walaupun jauh atau dekat, Sang Bhagava dapat mendengar suaraku," lalu berdiri di samping. Dengan berdiri di samping ia membunyikan harpanya dan mengucapkan syair-syair mengenai Buddha, Dhamma, para arahat dan cinta, sebagai berikut: .
"Saya menghormat ayahmu Timbaru
Menghormat karena dikau
Wahai Suriyavaccase
Darinya terlahir apa yang baik
Dikaulah tempat tumpuan yang mulia dari semua kegembiraanku.
Bagaikan angin yang menyejukan orang yang kepanasan
Bagaikan air dingin yang menyegarkan mereka yang kehausan
Demikianlah sayangmu kepadaku
Wahai Cahaya gemilang, dhamma kebenaran, dan para arahat. Bagaikan obat yang menyembuhkan orang sakit
Bagaikan makanan yang menghilangkan rasa lapar
Wahai kekasihku, guyurlah air kepadaku yang kepanasan

Seperti gajah yang disinari matahari.
Dikau bagaikan kolam tenang dengan bunga teratai yang beraneka warna
terapung di atas permukaannya.
Demikianlah saya tenggelam dalam kemanisan susumu.
Bagaikan gajah yang menderita karena tertombak
Meronta-ronta tanpa menghiraukan dadi susu maupun tongkat pengarah di sampingnya.
Demikianlah saya tergila-gila dengan keindahan tubuhmu.
Yang tidak mengetahui mengapa dan untuk apa saya begitu.
Hatiku terpikat erat kepadamu, semua tercurah
Saya tidak akan dapat menariknya lagi.
Bagaikan ikan yang terpancing oleh kail.
Varnuru dalam pelukannrnu
Dalam haribannmu dan belaianmu
Wahai Palissaja, dengan ini aku mohon kepadamu
Sebenarnya hanya sedikit saja yang kubutuhkan
Tetapi itu telah bertambah-tambah
Wahai dikau yang berambut keriting
Sungguh besar pahalanya bagi dia yang menghormat para arahat
Semua pahala baik atau akibat baik
Yang kuperoleh dari perbuatanku
Semuanya kupersembahkan kepadamu
Wahai maha penyayang.
Pahala-pahala apa pun lainnya dan buah hasil dari semua perbuatanku yang baik di dunia ini
Aku persembahkan semuanya kepadamu
Wahai maha penyayang
Seperti putra Sakya yang berada dalam Jhāna
Penuh kegiuran, perhatian, pikiran terpusat,
Mencapai kekekalan.
Demikian pula saya mencari apa yang telah dikau capai..
. Wahai Suriyavaccase
Bagaikan petapa yang gembira telah mencapai
Penerangan sempuma yang tiada taranya.
Demikianlah pula saya mencari
Apa yang telah dikau capai.
Wahai maha penyayang.
Dengan pahala yang diberikan kepadaku
Oleh raja dewa Sakka
Yang telah aku mohon kepadanya, dengan itu aku menghormat dan memuja kepadamu yang maha perkasa
Pujaanku dan kepada ayahmu
Wahai Sang bijaksana yang bagaikan pohon salam rimbun
Memberikan turunan yang tiada tandingnya. "
6. Ketika Pañcasikha Gandhabba selesai mengucapkan syair tersebut, maka Sang Bhagava bersabda: "Pañcasikha, bunyi harpa dan nyanyianmu sangat harmonis, suara syairmu tidak mengganggu nyanyianmu, dan nyanyianmu pun tidak mengganggu permainan musikmu. Pañcasikha di manakah engkau belajar syair-syair yang berkenan dengan Buddha, Dhamma, para arahat, dan cioffi ini?"
"Bhante, ketika Sang Bhagava berada di Uruvella di tepi sungai Nerañjara, di bawah pohon Ajapala Nigrodha sebelum beliau mencapai Ke-Buddhaan. Pada waktu itu putri raja Gandhabba Timbaru bernama Bhadda yang nampaknya bagaikan Suriyavaccase saya cintai, tetapi putri itu mencintai Sikhaddhi anak Matali, kusir kereta. Karena berbagai cara saya tidak dapat memikat putri itu, maka saya mengambil harpa kuning yang dibuat dari kayu Beluva, pergi kekediaman Timbaru raja Gandhabba, saya memainkan harpaku dan menyanyikan syair yang berkenan dengan Buddha, Dhamma, para arahat dan cioffi:
"Saya mohon hormat ayah Timbaru
Menghormat karena dikau wahai Suriyavaccase
Darinya terlahir apa yang baik
Dikaulah tempat tumpuan yang mulia dari semua kegembiraanku.
Bagaikan angin yang menyejukkan orang yang kepanasan
Bagaikan air dingin yang menyegarkan mereka yang kehausan.
Demikianlah sayangmu kepadaku
Wahai Cahaya gemilang, Dhamma kebenaran, dan para, arahat.
Bagaikan obat yang menyembuhkan orang sakit
Bagaikan makanan yang menghilangkan rasa lapar
Wahai kekasihku, guyurlah air kepadaku yang kepanasan
Seperti gajah yang disinari matahari.
Dikau bagaikan kolam tenang dengan bunga teratai yang beraneka Warna terapung di atas permukaannya.
Demikianlah saya tenggelam dalam kemanisan susumu.
Bagaikan gajah yang menderita karena tertombak
Meronta-ronta tanpa menghiraukan dadi susu
Maupun tongkat pengarah di sampingnya.
Demikianlah saya tergila-gila dengan
Keindahan tubuhmu.
Yang tidak mengetahui mengapa dan untuk apa saya begitu.
Hatiku terpikat erat kepadamu, semuanya tercurah
Saya tidak akan dapat menerimanya lagi.
Bagaikan ikan yang terpancing oleh kail.
Varnuru dalam pelukanmu
Dalam haribaanmu dan belaianmu
Wahai Palissaja, dengan ini aku mohon kepadamu. Sebenarnya hanya sedikit saja yang kubutuhkan
Tetapi itu telah bertambah-tambah
Wahai dikau yang berambut keriting
Sungguh besar pahalanya bagi dia yang
rnenghormat para arahat
Sernua pahala baik atau akibat baik
Yang diperoleh dari perbuatanku
Sernuanya kupersernbahkan kepadamu
Wahai maha penyayang
Pahala-pahala apa pun lainnya dan buah hasil dari semua perbuatanku yang baik di dunia ini
Aku persembahkan semuanya kepadamu
0 Maha penyayang
Seperti putra Sakya yang berada dalam Jhāna
Penuh kegiuran, perhatian, pikiran terpusat,
Mencapai kekekalan
Demikian pula saya rnencari apa yang telah dikau capai. Wahai Suriyavaccase.
Bagaikan petapa gembira telah mencapai
Penerangan sempurna yang tiada taranya
Demikian pula saya mencari
Apa yang telah dikau capai
Wahai maha penyayang
Dengan pahala yang diberikan kepadaku
Oleh raja dewa Sakka
Yang telah aku mohon kepadanya, dengan itu aku menghormat dan memuja kepadamu yang maha perkasa Pujaanku dan kepada ayahmu
Wahai Sang Bijaksana yang bagaikan pohon sala Timblin Memberikan turunan yang tiada bandingnya."

8. Pada saat itu, raja dewa Sakka berpikir: "Sang Bhagava dan Pancasikha sedang' bercakap-cakap, Maka ia memanggil Pancasikha dan berkata: 'Pancasikha, sampaikan hormatku kepada Sang Bhagava, dan katakan kepada beliau, 'raja dewa Sakka bersama para menteri dan pengikutnya bersujud di kaki Sang Bhagava. .
(Pancasikha melakukannya).
"Pancasikha, semoga raja dewa Sakka bersama para menterinya dan para pengikutnya berbahagia. Karena para manusia, asura, gandhabba dan siapa pun menginginkan kebahagiaan."
Dengan cara ini Tathagata memuji mereka. Setelah Sang Bhagava berbuat demikian, Sakka raja dewa memasuki goa Indasasala, menghormat kepada Sang Bhagava dan berdiri di samping. Begitu pula yang dilakukan oleh para dewa Tavatimsa dan Pancasikha Gandhabba.
9. Pada waktu itu dinding goa yang kasar menjadi licin, ruangan goa yang sempit menjadi luas, goa yang gelap menjadi terang disebabkan oleh kekuatan para dewa. Maka Sang Bhagava berkata: "Kosiya, mengagumkan, hal ini menarik sekali sehingga anda datang ke sini untuk mengerjakan hal-hal ini." "Bhante, telah lama sekali saya ingin menemui Sang Bhagava, tetapi saya dihalangi oleh tugas-tugas yang harus saya laksanakan untuk para dewa Tavatimsa, sehingga saya tidak dapat datang. Pada suatu waktu Sang Bhagava berada di Salalagarake di Savatthi, maka saya ke Savatthi untuk menemui Sang Bhagava.
10. Bhante, pada waktu itu Sang Bhagava sedang duduk bersamadi, sedangkan Bhunjati isteri dewa Vessavana dengan sikap menghormat beranjali sedang menunggu Sang Bhagava. Lalu saya berkata kepada Bhunjati: "Nyonya, sampaikan hormatku kepada Sang Bhagava dan katakan, 'Bhante, Sakka raja dewa bersama para menteri dan para pengikutnya bersujud di kaki Sang Bhagava.'
Bhunjati menjawab: 'Saudara, sekarang bukan saatnya yang tepat untuk menemui Sang Bhagava, Beliau sedang istirahat.'
"Baiklah, Nyonya, bila Sang Bhagava bangun dari semadhi, sampaikan hormatku dan katakan pesanku kepada Beliau.' Bhante, apakah dia menyampaikan hormatku? Apakah Sang Bhagava ingat apa yang ia telah katakan? "Raja dewa, dia telah menghormati saya. Saya ingat kata-katanya. Demikian pula bunyi roda keretamu yang membangunkan saya dari meditasi."
11. "Bhante, ketika saya berada di antara para dewa yag terlahir di alam surga Tavatimsa, saya telah mendengar dan mengetahui bahwa bila Tathagata Arahat Sammasambuddha muncul di dunia, maka cahaya tubuh para dewa berkurang, demikian pula dengan tubuh para asura berkurang. Bhante saya sendiri telah melihat dan menyaksikan hal ini. Demikian pula hal ini, di Kapilavattu acta seorang anak wanita keturunan Sakya bernama Gopika yang yakin dan percaya kepada Buddha, Dhamma dan Sangha, dan melaksanakan sila. Ia membuang pikiran wanitanya dan mengembangkan pikiran kepriaan, ketika ia meninggal dunia, ia terlahir kembali dalam kehidupan yang menyenangkan di alam surga Tavatimsa sebagai anak kami. Di situ ia dikenal sebagai 'Gopaka Devaputto, Gopaka Devaputto'. Bhante di samping itu ada tiga bhikkhu yang mengikuti ajaran yang dibabarkan oleh Sang Bhagava setelah meninggal terlahir kembali di alam yang lebih rendah, sebagai Gandhabba, dengan diliputi dan menikmati kesenangan lima indera, mereka biasanya menjaga dan melayani kami. Demikianlah halnya maka Gopaka mencela mereka: "Saudara, di manakah telinga kamu, sehingga kamu tidak mendengar Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava? Saya, walaupun sebagai wanita, yakin kepada Buddha, Dhamma, Sangha, dan melaksanakan sila, membuang pikiran yang bersifat kewanitaan dan mengembangkan pikiran yang bersifat kepriaan, setelah meninggal terlahir kembali dalam kehidupan yang menyenangkan bersama-sama dalam alam dewa Tavatimsa sebagai putra raja dewa Sakka dan saya dikenal sebagai Gopaka Devaputto. Tetapi kamu yang mengikuti ajaran Sang Buddha, terlahir kembali di alam yang lebih rendah, sebagai Gandhabba. Sangat menyedihkan sekali, bila diketahui, sebab kita mengikuti ajaran yang sama, tetapi kamu terlahir kembali di alam yang lebih rendah, sebagai gandhabba."
Demikianlah setelah mereka dicela oleh Gopaka, pada kehidupan itu juga dua di antaranya dapat melaksanakan Dhamma, memusatkan perhatian dan berdasarkan hal itu mereka berdua terlahir kembali di alam Brahma Purohita. Tetapi yang seorang lagi tetap terikat pada kenikmatan indera.
12. Syair-Syair Gopaka
Upasika dari Cakkhumato
Mereka menamakan dan memanggilku Gopaka.Aku yakin dan percaya kepada Buddha dan Dhamma dengan sepenuh hati aku menemani Sangha
Berdasarkan Dhamma kebenaran Sang Buddha Aku terlahir menjadi putra Sakka
Di alam surga yang gemilang dan perkasa
Dan saya dikenal sebagai Gopaka
Ada beberapa bhikkhu yang pada kehidupan yang lampau
Hanya terlahir sebagai Gandhabba
Mereka menjadi murid utama Gotama
Melayani kami dengan makanan dan minuman
Dan menjaga tempat kami
Di manakah telinga yang mereka miliki
Sehingga mereka tidak dapat mendengar Buddha Dhamma
Dhamma dari Cakkhumato harus dimengerti
Dan dilaksanakan oleh yang mendengarnya
Saya hanya melayani kamu yang telah mendengar
Nasihat-nasihat dari para Ariya.
Saya telah terlahir sebagai putra Sakka
Di alam surga yang gemilang dan perkasa
Tetapi kamu yang terbaik'
Dan hidup brahmacari telah terlahir kembali
Dalam keadaan yang lebih rendah, merosot dari
cita-citamu.
Hal ini amat menyedihkan untuk diketahui
Dia yang mengikuti ajaran yang sam a tetapi tenggelam
hidup sebagai Gandhabba
Kamu datang melayani para dewa
Tetapi bagiku, lihatlah perubahan
apa yang telah terjadi di sini.
Ketika hidup berumah tangga sebagai wanita
Sekarang lahir sebagai dewa menjadi pria
Dan menikmati kegembiraan surgawi."
Karena dicela oleh Gopaka, maka murid utama Gotama menjawab dengan sedih:
"Baiklah, marilah kita maju, berusaha sungguh-sungguh, supaya tidak menjadi budak makhluk lain!"

Dari mereka bertiga, dua di antaranya mempertahankan tekad untuk melaksanakan dan memperhatikan sungguh-sungguh Gotama Sasana.
Mereka melihat bahaya dalam pemuasan indera
Di alam ini mereka membersihkan batin mereka
Bagaikan gajah yang memutuskan tali pengikatnya Mereka melepaskan belenggu-belenggu
Yang mengikat pada nafsu indera,
Yang diikatkan oleh sijahat
Mereka dapat melampaui alam para dewa Tavatimsa dengan disaksikan oleh para dewa Tavatimsa
Yang duduk mengelilingi dewa Inda (Sakka) bersama Pajapati, kedua pahlawan membersihkan diri mereka dan melenyapkan semua nafsu indera."
Setelah menyaksikan mereka, Vesava (Sakka) penguasa para dewa menjadi sedih, di tengah-tengah pengikutnya ia berkata:
"Sekarang, mereka yang terlahir lebih rendah, telah dapat melampaui para dewa Tavatimsa!"
Mendengar pernyataan penguasanya, Gopaka berkata kepada Vesava:
"Wahai Inda, di alam manusia Sang Buddha dikenal sebagai Sakyamuni adalah penakluk dunia indera.
Anak-anaknya ini yang telah kehilangan perhatian ketika meninggal dunia, mereka mendapat kembali keyakinan itu karena saya.
Namun salah satu di antara mereka berada di sini yang terlahir sebagai Gandhabba ¬
Dua di antaranya yang telah mencapai kebijaksanaan yang tinggi dan diliputi oleh kegiuran,
Mereka para dewa.
Sebaiknya tidak ada siswa yang khawatir
Dengan keadaan di manapun yang mereka tinggali
Karena Dhamma kebenaran masih dapat direalisir.
Terpujilah Sang Buddha, Penakluk,
Yang telah melewati arus
Dan yang telah melenyapkan semua kekhawatiran.
Walaupun di sini, mereka dapat mengenal DhammaMu
Mereka maju melintasi dan mendapat kemuliaan
Di antara para dewa alam Brahma Purohita
Mereka berdua telah mendapat tempat
Yang lebih tinnggi dari alam ini.
'Wahai Guru, kami datang ke sini supaya mendapat dhamma itu. Dapatkah Sang Bhagava memberikan kesempatan kepada kami, untuk bertanya kepada-Nya?"
13. Sang Bhagava berpikir: "Telah lama Sakka hidup dengan penuh kesucian. Pertanyaan apa pun yang ia tanyakan, itu tentu bermanfaat dan bukan sia¬sia saja, dan jawaban apa pun yang saya berikan akan dimengerti dengan cepat olehnya."
M1ika Sang Bhagava berkata kepada Sakka raja dewa dengan syair ini: "Vasava, tanyakanlah sepuas hatimu
Setiap pertanyaan akan saya jawab dengan jelas."
Karena diperkenankan, Sakka raja dewa menanyakan pertama ini kepada Sang Bhagava: "Dengan belenggu apakah maka para dewa, manusia, asura, dan naga, gandhabba dan semua makhluk apa pun terikat yang walaupun semuanya berkeinginan supaya hidup tanpa kebencian, tanpa melukai, tanpa permusuhan, m€?nganiaya dan tanpa persahabatan?'
Demikianlah pertanyaan Sakka yangpertama kepada Sang Bhagava.
Setelah ditanyademikian, Sang Bhagava menjawab: "Raja dewa, karena dibelenggu oleh iri hati dan kekikiran, maka para dewa, manusia, asura naga, gandhabba, dan makhluk apa pun terikat yang walaupun semuanya berkeinginan hidup tanpa kebencian, tanpa melukai, tanpa permusuhan, tanpa menganiaya, hidup dalam persahabatan, melukai, permusuhan, menganiaya, dan tanpa persahabatan.
Demikianlahjawaban Sang Bhagava atas pertanyaan yang ditanyakan oleh dewa Sakka.
Dewa Sakka gembira sekali mendengar jawaban Sang Bhagava, ia menunjukkan kesenangan dan kegembiraannya dengan berkata: "Demikianlah Bhagava. Begitulah Sugata! Saya telah melenyapkan kekhawatiran dan saya terbebas dari kebingungan, karena telah mendengar jawaban Sang Bhagava."
Setelah dewa Sakka menunjukkan kesenangan dan kegembiraannya, ia bertanya kembali kepada Sang Bhagava: "Bhante, tetapi apakah yang merupakan somber atau penyebab munculnya iri hati dan kekirian? Apakah yang melahirkan iri hati dan kekikiran? Bagaimanakah iri hati dan kekikiran itu muncul? Apakah yang tidak ada sehingga iri hati dan kekikiran lenyap?'
"Raja dewa, hal-hal yang kita cintai dan hal-hal yang tidak kita cintai itulah yang menjadi sebab dan somber dari iri hati dan kekikiran, inilah yang melahirkan dan memunculkan iri hati dan kekikiran. Karena adanya yang dicintai dan yang tak dicintai maka iri hati dan kekikiran muncul. Dan bila perasaan menyintai dan tidak mencintai tidak ada, maka iri hati dan kekiran tidak ada pu la."
"Bhante, tetapi apakah sebab dan somber dari hal yang dicintai dan yang tidak dicintai? Apakah yang melahirkan perasaan-perasaan demikian? Bagaimana hat itu terjadi? Apakah yang ada sehingga kita merasa demikian.
Dan apakah yang tidak ada sehingga kita tidak merasa begitu?"
"Raja dewa, keinginan adalah sebab dan sumber dari hat yang dicintai dan yang tidak dicintai. Inilah yang melahirkan perasaan-perasaan tersebut, inilah yang menyebabkan perasaan-perasaan tersebut terjadi. Karena adanya keinginan maka sesuatu menjadi dicintai atau tidak dicintai oleh kita, dan hila keinginan tidak ada maka perasaan demikian pun tidak ada."
"Bhante, tetapi apakah yang menjadi sebab dan sumber dari keinginan? Apakah yang melahirkannya? Bagaimanakah keinginan itu terjadi? Apakah yang melahirkannya? Bagaimanakah keinginan itu terjadi? Apakah yang ada sehingga keinginan itu ada, dan apakah yang tidak ada sehingga keinginan itu tidak ada pula?"
"Raja dewa, pengarahan pikiran adalah sebab dan sumber dari keinginan, inilah yang melahirkan keinginan, inilah yang menyebabkan keinginan terjadi. Karena pikiran kita diarahkan maka keinginan ada, dan hila pengarahan pikiran itu tidak ada, maka keinginan itu tidak ada pula."
"Bhante, tetapi apakah yang menjadi sebab dan sumber pengarahan pikiran? Apakah yang melahirkan keadaan itu? Bagaimana itu tejradi? Apakah yang ada sehingga pengarahan pikiran kita ada, dan apa pula yang tidak ada sehingga pengarahan pikiran kita tidak ada?"
"Raja dewa, khayalan adalalah penyebab dan sumber dari pengarahan pikiran. Inilah yang melahirkan pengarahan pikiran terjadi. Karena khayalan maka pengarahan pikiran kita ada, dan hila khayalan tidak ada maka pengarahan pikiranpun tidak ada."
"Bhante, bagaimanakah para bhikkhu yang mengikutijalan kebenaran dapat melenyapkan khayalan?"
"Raja dewa, ada dua macam Somanassa (pikiran yang baik, kesenangan pikiran) yang saya nyatakan, yaitu yang perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan. Ada dua macam domanassa (pikiran buruk, ketidaksenangan pikiran) yang saya nyatakan, yaitu yang perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan. Juga ada dua macam upekkha (keseimbangan batin) yang saya nyatakan, yaitu yang redo dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan.
Perbedaan dari Somanassa yang saya nyatakan adalah yang didasarkan pada: Bila mengembangkan Somanassa, kemudian melihat hal-hat buruk berkembang, sedangkan hal-hat baik berkurang, maka Somanassa demikian tidak perIu dikembangkan; tetapi hila mengembangkan Somanassa, kemudian melihat hal-hat baik berkembang, sedangkan hal-hal buruk berkurang, maka Somanassa demikian perlu dikembangkan. .
Dari Somanassa yang disertai pengarahan pikiran dan khayalan, dan Somanassa yang tidak disertai kedua faktor itu, maka yang terakhir inilah yang terbaik.
Raja dewa, ada dua macam Somanassa yang saya nyatakan sesuai dengan perkembangannya yaitu yang perlu dikembangkan dan yang tidak perIu dikembangkan. Demikianlah saya berkata begitu dengan alasan-alasan tersebut.
Raja dewa, begitu pula, ada dua macam domanassa yang saya nyatakan, yaitu yang perIu dikembangkan dan yang tidak perIu dikembangkan. Apakah alasannya maka saya'berkata demikian? Bila mengembangkan domanassa, kemudian melihat hal-hat baik berkembang, sedang har-hal buruk berkurang, maka domanassa demikian perlu dikembangkan; tetapi hila mengembangkan domanassa, kemudian melihat hal-hat buruk berkembang, sedangkan hal¬hat baik berkurang, maka domanassa demikian tidak perlu dikembangkan. Dari domanassa demikian tidak perIu dikembangkan. Dari domanassa yang disertai pengarahan pikiran dan khayaJan, dan domanassa yang tidak disertai kedua faktor itu, maka yang terakhir inilah yang terbaik.
Raja dewa, ada dua macam domannassa yang saya nyatakan sesuai dengan perkembangannya yaitu perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan. Demikianlah saya berkata begitu dengan alasan-alasan tersebut.
Raja dewa, begitu pula, ada dua macam upekkha yang Saya nyatakan, yaitu yang perlu dikembangkan dan ya!lg tidak perlu dikembangkan. Apakah alasannya maka saya berkata demikian? Bila mengembangkan upekkha, kemudian melihat hal-hat buruk berkembang, sedangkan hat hal baik berkurang, maka upekkha yangdemikian tidak perlu dikembangkan; tetapi hila mengembangkan upekls.ha., kemudiall melihat hal-:hal baik berkembang, sedangkan hal-hat buruk berkurang, maka upekkha demikian perlu dikembangkan. Dari upekkha yang disertai dengan pellgaruh pikirandan khayalan, dan upekkhayang tidak disertai oleh kedua faktor itu, maka yang ter(lkhir inilah yang terbaik. . .
Raja dewa, ada dua l11acam upekkha yang saya nyatakan sesuai dengan perkembangannya, yaitu yang perIu dikembangkan dan yang tidak perIu
Setelah dewa Sakka menunjukkan kesemlngan dan kegembiraan, ia bertanya kembali kepada Sang Bhagava: "Tetapi bagaimanakah para bhikkhu bertindak, sedangkan.mereka telah memiliki pengekangan?"
"Raja Dewa saya nyatakan bahwa obyek dari indera mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran, ada dua macam yaitu yang perlu dikembangkan dan yang tidak perlu dikembangkan.
Kemudian dewa Sakka berkata kepada Sang Bhagava "Bhante, saya mengerti denganjelas yang telah Sang Bhagava katakana secara garis besar kepada saya. Obyek-obyek indera yang tidak perlu dike.mbangkan adalah yang menyebabkan hal-hal buruk berkembang dan hal-hal yang baik berkurang, tetapi hila obyek-obyek indera yang menyebabkan hal-hal baik berkembang dan hal-hal buruk berkurang, maka ini perlu dikembangkan.
Karena saya mengerti denganjelas rnaksud Sang Bhagava katakan kepadaku secara garis besar itu, rnaka saya telah dapat melenyapkan kekhawatiran dan saya terbebas dari kebingungan, karena rnendengar jawaban Sang Bhagava. "
Setelah dewa Sakka rnenunjukkan kesenangan dan kegernbiraannya, ia bertanya kernbali kepada Sang Bhagava: "Apakah sernua petapa dan brahrnana rnerniliki ajaran sila, keinginan, dan tujuan yang sarna?"
"Tidak, raja dewa, rnereka tidak rnerniliki ajaran, sila keinginan dan tujuan yang sarna."
"Bhante, mengapa tidak sarna."
"Raja dewa, ada berrnacarn-rnacarn, beraneka ragarn paharn atau pandangan yang ada dalarn dunia ini. Karena dernikian halnya, maka orang-orang bertendensi untuk menganut salah satu dari sekian banyak pandangan terse but yang ada, dan dengan rnenganut lebih kuat, fanatik dan berpendapat bahwa 'hanya pandangan inilah yang bellar, yang lain adalah salah (bodoh)'. Itulah sebabnya rnaka para petapa danbrahrnana tidak rnemiliki ajaran, sila, keinginan dan tujuan yang sarna.". .
"Bhante, apakah sernua petapa dan brahrnana 'hidup dengan sempurna, sernpurna pencapaiannya, dan hidup brahrnacari dengan sernpurna, dan telah mencapai tujuan akhir dengan sernpurna.
"Raja dewa, rnereka tidak begitu sernpurna." "Bhante, rnengapa tidak semua begitu?"
"Raja dewa, para petapa dan brahmana terbebas dan telah melenyapkan semua kehausan, merekalah yang hidup dengan sempurpa, hanya mereka yang sempurna pencapaiannya, dan hanya mereka yang hidup brahmacari, dan telah mencapai tujuan akhir dengan sempurna. Itulah sebabnya, maka bukan semua petapa dan brahmana yang hidup dengan sempurna, sempurna pencapaiannya, hidup brachmacari dengan sempurna dan mencapai tujuan akhirdengan sempuma."
Demikian jawaban Sang Bhagava untuk pertanyaan dewa Sakka.
Dewa Sakka gembira sekali mendengar jawaban Sang Bhagava, ia menunjukkan kegembiraan dan kesenangannya dengan berkata: "Demikianlah Bhagava. Begitulah Sugata! Saya telah melenyapkan kekhawatiran dan saya telah terbebas dari kebingunan karena mendengar jawaban Sang Bhagava."
Setelah dewa Sakka menunjukkan kesenangan dan kegembiraannya, ia bertanya kembali kepada Sang Bhagava: "Bhante, nafsu indera adalah penyakit, nafsu adalah kanker, nafsu indera adalah panah, nafsu indera adalah yang menyebabkan tumimbal lahir yang tiada henti-hentinya sehingga seseoning mendapatkan ditinya adakalanya tinggi atau rendah. Para petapa dan brahmana yang bukan muridmu tidak pemah memberikan kesempatan untuk ditanyai tentang hal-hal ini, tetapi Sang Bhagava telah menjawab semua pertanyaanku dengan panjang lebar danjelas, maka panah kekhawatiranku dan kebingunganku telah dilenyapkan oleh Sang Bhagava."
"Raja dewa, apakah kau mengakui bahwa kau telah menanyakan pertanyaan yang sarna ini kepada para petapa dan brahmana lain?"
"Ya, Bhante."
"Bilamana tidak keberatan, katakanlah kepada-Ku apakahjawaban mereka kepadamu?"
"Tidak, sedikitpun tidak keberatan, hila Sang Bhagava atau orang yang seperti dia mendengarkan apa yang akan saya katakan."
"Katakanlah, raja dewa."
"Bhante, saya pergi kepada mereka yang saya anggap sebagai petapa dan brahmana, karena mereka tinggal di hutan yang tenang, dan saya menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu. Ketika ditanya mereka tidak menjawab filalahan dibalas bertanya kepadaku: "Siapakah anda?" Saya menjawab: "Saudara, saya Sakka raja dewa". Selanjutnya mereka bertanya: "Apakahmaksudmu? Apakah sebabnya sehingga anda sebagai raja dewa "datang ke sini?" Selanjutnya saya mengajarkan Dhamma kepada mereka seperti apa yang telah pel)1ah sara dengar. Dan hanyamendengar sebegitu saja, mereka telah merasa senang dan berkata: "Kami telah melihat Sakka raja dewa, dan ia telah menjawab pertanyaan kami!" Sesungguhnya sara akan menjadi murid mereka, tetapi sebaliknya mereka yang menjadi muridku. Bhante, sara adalah murid Sang Bhagava, sebagai sotapanna yang tidak akan terlahir kembali di alam yang menyedihkan, dan yang telah pasti akan mencapai kesempurnaan. "
"Raja dewa, apakah kau mengakui bahwa sebelumnya kau telah mengalami kepuasaan seperti yang kau rasakan sekarang ini?"
"Ya bhante."
"Apakah yang akan kau katakana mengenai kejadian yangtelah lalu itu, raja dewa?"
"Pacta waktu yang lampau telah terjadi peperangan antara para dewaodan para asura. Dalam peperangan itu, para dewa menang, dan para asura kalah. Ketika peperangan berakhir, dan sebagai pemenang, dalam diriku muncul pikiran: "Selanjutnya para dewa bukan hanya menikmati sari surgawi tetapijuga menikmati sari asura."
Bhante, tetapi mengalami kepuasan dan kenikmatan yang dihasilkan dengan penganiayaan atau melukai itu, tidak membawa ke arab 'pelepasan pembebasan daTi nafsu indera, pelenyapan, kedamaian, kepengetahuan spiri-tual yang tinggi, kesempurnaan, Nibbana. Tetapi, Bhante kepuasan yang sara alami dengan mendengar Dhamma sang Bhagava yang bukan dihasilkan dengan penganiyaan atau melukai, dan yang mengarah ke pelepasan, pembebasan dari nafsu indera, pelenyapan, kedamaian, kepengetahuan spiritual yang tinggi, kesempurnaan, nibbana."
"Raja dewa, apakah yang acta dalam pikiran ketika kau mengakui mengalami kepuasan dan kebahagiaan seperti itu?" .
"Bhante, acta en am hal yang acta dalam pikiran ketika sara merasa puas dan bahagia: 'Sara ini sebagai dewa yang telah memastikan masa kehidupan hanya terlahir sekali lagi.
Dengarlah dan ketahuilah, Bhante!
Bhante, inillih arti pertama daTi apa yang sara katakan. Bila meninggal di alam dewa, sara tidak akan hidup sebagai manusia, dengan segera sara pergi tanpa bersusah payah untuk mencari tempat kelahiran bagiku. Bhante, inilah arti kedua daTi apa yang sara katakan.
Saya yang telah mengatasi persoalan-persoalanku hidup gembira dalam ajaran-Nya, maka saya akan hidup dengan benar, mawas diri dan penuh kewaspadaan.
Bhante, inilah arti ketiga dari apa yang saya katakan.
Dan bila kehidupanku selalu benar hingga mencapai penerangan sempurna, maka saya akan hidup sebagai orang yang tabu bahwa inilah akhir hidupku. Bhante, inilah arti keempat dari apa yang saya katakan.
Meninggal dari alam manusia, maka saya tidak terlahir sebagai manusia lagi.
Dan sekali lagi saya akan menjadi dewa yang paling baik di alam dewa. Bhante, inilah arti kelima dari apa yang saya katakan.
Yang paling baik di an tara para dewa adalah dewa Akanittha yang agung tempat kehidupanku terakhir. Saya akan pergi mendatangi tempat kediamanku itu kelak.
Bhante inilah arti keenam dari apa yang saya katakan ketika mengalami kepuasan dan kebahagiaan terse but.
Bhante, inilah enam hal yang ada dalam pikiranku ketika saya merasa puas dan bahagia tersebut."
"Dengan kehendak yang tidak terpuaskan, cemas dan khawatir, lama sekali dan sampai jauh saya mencari Tathagata. Saya mengira para petapa dan brahmana yang tinggal di tempat yang tenang dan taat pada latihannya, pasti mereka adalah sambuddha, maka aku mendatangi mereka.
'Apakah yang mesti kami dapat, apakah yang tidak kami dapat?' Begitulah mereka bertanya kepadaku, tanpa mereka menunjukkan jalan. Tetapi sebaliknya, ketika mereka mengetahui saya yang datang adalah Sakka raja dewa, maka mereka bertanya:
'Apakah maksudmu maka kau datang ke tempat ini?'
Di tempat itlf; kepada mereka aku mengajarkan Dhamma seperti yang telah pernah saya dengar, dan yang telah banyak orang dengar pula. Sedangkan mereka yang di situ, bersorak dengan gembira dengan berkata: 'Kami telah melihat Vasava!'
Tetapi sejak saya bertemu dengan Sang Bhagava, semua kekhawatiranku lenyap, dan sekarang ini semua ketakutanku tiada lagi.
Kepadanya, sammasambuddha, aku memuji .
Kepada dia aku memuja, dia yang telah mencabut panah kehausan. Kepada Buddha, makhluk yang tiada noda aku memuja, pahlawan yang tiada taranya.. Keluarga Sang Surya.
Kepada dia yang dipuja oleh para brahma dan manusia.
Begitulah pada hari ini kami memuja kepadanya.
Kepada dia Sambuddha, guru yang tiada tandingnya.
Di antara semua makhluk, di antara para dewa dan dalam dunia ini tiada duanya."
10. Selanjutnya Sakka raja dewa berkata kepada Pancasikha Gandabbha: "Besar sekali pertolonganmu kepadaku, wahai Pancasikkha Gandhabba karena kaulah yang mula-mula memberitahukan tentang Sang Bhagava. Karena, setelah untuk pertama kali kau mengatakan tentang Sang Bhagava, maka kami berkesempatan menemui Sang Bhagava arahat sainma sambuddha. Saya akan menjadikan diriku sebagai ayahmu, kau akan menjadi raja para Gandhabba. Saya akan memberikan Bhadda Suriyavaccase kepadamu, dia yang selalu kau rindukan."
Kemudian dewa sakka menyentuh tanah dengan tangannya sebagai tanda supaya menjadi saksi, dan ia berteriak dengan nyaring:
"Namo tassa bhagavato arahato samma sambuddhassa!
Namo tassa bhagavatto arahato samma sambuddhassa!
Namo tassa bhagavatto arahato samma sambuddhassa!"
Semen tara dalam percakapan tersebut, mala kebenaranan yang tiada cacadnya muncul di dalam diri Sakka raja dewa, dan menyadari: 'Segala sesuatu yang terjadi karena sebab, semua itu pasti lenyap." Hal ini terjadi pula pada delapan puluh ribu dewa lainnya.
Demikianlah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dewa Sakka, dan semuanya telah dijawab dengan jelas oleh sang Bhagava. ltulah sebabnya maka percakapan ini dinamakan 'Sakka Panha.'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar